Syakya Meirizal
Dalam beberapa hari belakangan sebagian kalangan di Aceh sedang euphoria atas klaim keberhasilan Pemerintah Aceh mengambil alih hak kelola Wilayah Kerja (WK) Migas Blok NSB atau Blok B. Lapangan Migas yang berlokasi di Aceh Utara tersebut sebelumnya merupakan WK Migas yang dikelola oleh Exxon Mobil selama 40 tahun. Oktober 2015 lalu, hak kelola KKS Blok B kemudian dialihkan kepada pihak PT. Pertamina. Pertamina kemudian menunjuk anak perusahaannya PT. Pertamina Hulu Energy (PHE) sebagai pengelola sementara. Kabarnya PHE sudah beberapa kali mengajukan KKS jangka panjang di Blok B. Namun terhalang oleh keinginan Pemerintah Aceh untuk dapat mengelola sendiri WK Blok B melalui Badan Usaha Milik Aceh (BUMA).
Kamis, 18 juni lalu Kepala Dinas ESDM Aceh, Ir. Mahdinur yang juga Ketua Tim Negosiasi Blok B mengklaim bahwa Menteri ESDM sudah setuju pengelolaan Blok B dialihkan dari PT. PHE kepada PT. Pembangunan Aceh (PT. PEMA). Menurut Mahdinur, hal tersebut berdasarkan surat Menteri ESDM Arifin Tasrif yang ditujukan kepada Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA). Namun sejauh ini Kepala BPMA belum mengeluarkan pernyataan apapun terkait klaim tersebut.
Pada kesempatan pertama kita berikan apresiasi atas ikhtiar Pemerintah Aceh melalui Tim Negosiasi Blok B yang bekerja keras selama dua tahun ini agar Aceh bisa kelola sendiri WK Blok B melalui BUMA. Kita patut berterima kasih kepada Plt Gubernur, Kadis ESDM, PT. PEMA dan segenap stakeholder lainnya yang terlibat atas usaha tersebut. Semoga klaim ambil alih hak kelola Blok B merupakan sebuah fakta, buka sekedar retorika.
Namun ada fenomena menarik ditengah euphoria sebagian kalangan dilingkaran kekuasaan Pemerintah Aceh. Sebagian publik menyambut apatis bahkan cenderung sinis atas klaim hak kelola Blok B akan dialihkan kepada PT. PEMA. Berbagai tanda tanya kemudian ikut menyeruak diruang publik terkait klaim keberhasilan Pemerintah Aceh setelah 44 tahun tersebut. Diantaranya, benarkah Kementerian ESDM telah setuju Blok B dikelola oleh PT. PEMA? Kalau benar, kenapa pula Menteri ESDM minta PT. PEMA mengajukan proposal kepada BPMA sebagai perpanjangan tangan Kemen ESDM?Darimana pula PT. PEMA akan memperoleh sumber pendanaan untuk mengelola Blok B?
Untuk menghentikan polemik ditengah publik terkait klaim pengalihan hak kelola dari PHE kepada PEMA, kami mendesak agar Kepala BPMA segera memberikan penjelasan secara konferehensif. Agar semuanya terang benderang. Apalagi surat Menteri ESDM, Arifin Tasrif ditujukan kepada Kepala BPMA. Ini kan lucu, suratnya ditujukan kepada Kepala BPMA, namun yang menyampaikan kepada publik isi surat tersebut adalah Kepala Dinas ESDM Aceh. Sementara pihak penerima surat tidak mau berbicara sama sekali. Ada apa ini semua. Jangan-jangan Kadis ESDM yang juga Ketua Tim Negosiasi Blok B menafsirkan sepihak surat tersebut sesuai selera dan keinginannya. Karena itu sekali lagi kita mendesak Kepala BPMA agar segera memberi penjelasan resmi.
Sikap apatis publik terhadap klaim keberhasilan Pemerintah Aceh mengambil alih Blok B tidak terjadi secara serta merta. Rakyat Aceh sudah kenyang dengan berbagai klaim-klaim keberhasilan masa lalu namun faktanya Aceh masih jadi provinsi termiskin. Kita pernah euphoria saat Dana Otsus disetujui pusat misalnya, tapi apa hasilnya sekarang? Apalagi melihat kinerja Pemerintah Aceh akhir-akhir ini. Misalnya kasus hengkangnya investor dari KIA Ladong yang juga dikelola oleh PT. PEMA, kasus sapi kurus di UPTD IBI Saree. Maka untuk menjawab berbagai pertanyaan dan keraguan publik, sudah sepatutnya Kepala BPMA buka suara agar publik mendapatkan informasi yang utuh. Apalagi dalam PP 23 tahun 2015, BPMA diberikan otoritas terkait berbagai kebijakan sektor Migas di Aceh, termasuk urusan negosiasi hingga tanda tangan KKS dengan kontraktor pengelola WK Migas.
Kami juga menerima informasi, sesungguhnya pengajuan proposal oleh perusahaan yang berminat menjadi KKS disuatu WK Migas adalah sebuah mekanisme normal. Kementerian ESDM melalui SKK Migas atau BPMA akan menilai secara profesional dan objektif soal layak tidaknya perusahaan tersebut. Dalam kasus Aceh, PT. PEMA harus mengajukan proposal kepada BPMA. Dari proposal tersebut akan dinilai kemampuan dan pengalaman PT. PEMA dari semua aspek. Mulai manajemen perusahaan, pengalaman dibidang Migas, kemampuan finansial, penguasaan teknologi industri Migas, sumber daya manusia, pemasaran, manajemen resiko dan lain sebagainya. Jadi, jika PT. PEMA tidak mampu memenuhi semua aspek tersebut, belum tentu Blok B akan diberikan kepada PT. PEMA.
Karena itu kami mengingatkan pihak BPMA agar bersikap dan bertindak professional serta mengedepankan objektifitas ketika menilai proposal dari PT. PEMA nantinya. Juga harus kritis terhadap upaya manipulasi dan rekayasa dokumen serta komitmen. Jangan sampai langsung main approve hanya karena proposalnya terkesan feasible. Jika memang tidak layak, BPMA harus berani katakan tidak layak. Umumkan pada rakyat. Kita tidak ingin Blok B nantinya hanya akan dijadikan kelinci percobaan oleh Pemerintah Aceh melalui PT. PEMA. Sebaliknya, jika PT. PEMA mampu memenuhi berbagai persyaratan dan layak ditunjuk sebagai kontraktor KKS Blok B, maka BPMA harus memberikan dukungan penuh.
Banda Aceh, 21 Juni 2020
Masyarakat Pengawal Otsus (MPO) Aceh
Syakya Meirizal
Koordinator