Notification

×

Iklan ok

Kepatuhan Sosial di Era New Normal

Minggu, 05 Juli 2020 | 17.56 WIB Last Updated 2021-05-19T09:13:34Z


Gemarnews.com, Aceh Jaya - Publik sudah tahu, Pandemi Covid-19 di Indonesia belum berakhir, lebih spesifik di Provinsi Aceh malah mengalami peningkatan jumlah kasus yang terjadi. Data Covid-19 Aceh pada tanggal 02 juli 2020, secara akumulatif menjadi 86 orang. Sebanyak 52 orang masih dalam penanganan tim medis dirumah sakit rujukan, 31 pasien telah dinyatakan sembuh dan 3 orang meninggal dunia.  Covid-19 telah menginfeksi segala usia masyarakat Aceh, baik usia dewasa, remaja, balita hingga bayi. Bahkan tenaga medis pun tak luput dari serangan virus corona (http://dinkes.acehprov.go.id).
Kondisi ini memberikan isyarat kepada kita semua bahwa Covid-19 dapat menginfeksi siapa saja tanpa mempertimbangkan status sosial, profesi dan usia. Sebagai warga negara yang baik, sudah  menjadi keharusan untuk selalu mentaati instruksi dan himbauan dari pemerintah.
Manusia sebagai makhluk individu, juga merupakan makhluk sosial yang hidup berkelompok saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai makhluk sosial maka manusia memerlukan interaksi dengan manusia lain. Mereka melakukan aktivitas secara bersama-sama dalam suatu ruang sosial. Interaksi sosial biasanya berlangsung di ruang-ruang publik yang mudah diakses oleh siapapun. Namun selama proses interaksi sosial berlangsung, manusia tetap mempertahankan identitas mereka sebagai makhluk individu (Hantono & Pramitasari, 2018).
Kajian psikologi sosial menjabarkan secara mendalam bagaimana dan mengapa individu berperilaku, berpikir dan memiliki perasaan tertentu dalam kontek situasi sosial. Situasi sosial yang dimaksud adalah kehadiran orang lain secara nyata maupun secara imajinasi. Psikologi  sosial sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha memahami asal usul dan sebab-akibat terjadianya perilaku dan pemikiran individual dalam kontek situasi sosial (Baron dan Byrne, 2003). Banyak faktor dan kondisi yang membentuk perilaku sosial dan pemikiran sosial, seperti faktor-faktor sosial, kognitif, lingkungan, budaya dan biologis.
Pandemi Covid-19 telah mempengaruhi tatanan peradaban manusia yang sudah terbangun selama ini. Diantaranya dapat terlihat pada sektor kesehatan, pendidikan, industri, parawisata, tenaga kerja dan keagamaan. Bahkan, virus corona mampu merubah tatanan budaya pola interaksi dan situasi sosial di masyarakat, seperti menjaga jarak, tidak bersalaman, tidak melangsungkan acara yang mengundang keramaian, tekanan sosial dan stigma negatif. Dampak psikologis juga dirasakan oleh setiap individu, keadaan ini sangat terlihat dari emosi dan perilaku yang muncul seperti cemas, gelisah, jenuh, stres dan sebagainya.
New Normal
Upaya preventif dapat dilakukan oleh siapapun untuk memutuskan mata rantai penularan Covid-19. Sekurang-kurangnya kita membiasakan diri untuk memakai masker, mencuci tangan pakai sabun (hand sanitanizer), menjaga jarak (social distancing), menjauhi keramaian dan menghindari berpergian ke luar daerah, terutama daerah-daerah yang sudah dinyatakan sebagai zona merah. Jika himbauan dan panduan protokol kesehatan belum sepenuhnya dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Penyebaran dan penularan Covid-19 tidak dapat dibendung, bahkan menjalar lebih banyak dan berkontribusi dalam meningkatkan jumlah kasus yang sudah ada. Kesadaran untuk patuh terhadap himbauan dan instruksi pemerintah menjadi keniscayaan dalam memutuskan mata rantai penyebaran virus corona.  
Pada kenyataannya, masyarakat kita belum begitu taat menerapkan himbauan dan instruksi pemerintah. Bahkan ada orang-orang yang menganggap remeh dan mengabaikan, keadaan ini dipengaruhi oleh  mental, karakter, tingkat pendidikan, pekerjaan dan lingkungan tempat tinggal. Banyak tempat usaha atau ruang publik yang menerapkan protokol kesehatan setengah hati dan para pengunjungpun sering mengabaikannya. Terkecuali disaat ada petugas atau razia berlangsung. Sudah selayaknya kita menghilangkan stigma negatif terhadap orang Aceh yang terkesan “tungang dan batat”.
Mewujudkan tatanan kehidupan baru diberbagai lapisan masyarakat dengan strata sosial yang berbeda, bukanlah perkara mudah.  Diperlukan inisiatif, gebrakan, rekayasa sosial dan kepatuhan menyonsong tatanan kehidupan  baru. Kepatuhan sosial menjadi kunci utama dalam menata kehidupan baru, taat pada protokol kesehatan diberbagai aktivitas ekonomi masyarakat dan mampu beradaptasi selama pandemi covid-19 belum berakhir. Otoritas pemangku kebijakan juga dituntut konsisten memberlakuan protokol kesehatan di berbagai sektor dengan cara-cara persuasif dan humanis, sehingga kesadaran patuh terhadap himbauan dan peraturan lebih meningkat.
Kepatuhan Sosial

Kehidupan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, pada dasarnya tidak dapat memisahkan diri dari pengaruh sosial  (sosial influence).  Pengaruh sosial merupakan usaha yang dilakukan seseorang atau lebih untuk mengubah sikap, belief, persepsi, atau tingkah laku dari orang lain. Dalam perspektif psikologi sosial, Baron dan Byrne (2003) menjelaskan tiga bentuk dari pengaruh sosial (sosial influence) yaitu konformitas (conformity), kesepakatan (compliance) dan kepatuhan (obedience).
Pertama, konformitas merupakan suatu bentuk pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial yang ada atau dapat diterima oleh masyarakat. Konformitas menjadi salah satu bentuk kepatuhan sosial yang dapat diterapkan dikalangan masyarakat, agar kesadaran kolektif meningkat dalam mematuhi dan mentaati protokol kesehatan di saat pandemi Covid-19 masih terjadi. Ruang-ruang publik harus dapat dipastikan pada pengelolanya untuk menerapkan panduan  pencegahan dan pengendalian Covid-19 secara terintegrasi. Disamping itu, diperlukan penegakan norma-norma yang berlaku secara tegas dan berkeadilan oleh pihak yang berwenang. Serta dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala, agar usaha yang dilakukan dapat berlangsung efektif dan efisien.
Kedua, kesepakatan yaitu suatu bentuk pengaruh sosial yang meliputi permintaan langsung dari seseorang kepada orang lain. Bentuk kepatuhan ini dapat dilakukan dengan cara melibatkan para ulama, pimpinan perguruan tinggi, pimpinan ormas/okp/organisasi profesi. Mendayagunakan figure tokoh tersebut, membawa pengaruh positif kepada masyarakat untuk meningkatkan kepatuhan sosial.
Ketiga, kepatuhan adalah suatu bentuk pengaruh sosial dimana seseorang hanya perlu memerintahkan satu orang atau lebih untuk melakukan satu atau beberapa tindakan. Bentuk kepatuhan ini cenderung ekstrem, karena seseorang akan taat  dan patuh bila ada orang lain dan bukan dari kesadarannya sendiri. Pada level ini individu berperilaku sepenuhnya berada pada yang memiliki kekuasaan. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapakan di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur merupakan salah satu contoh kongkrit dari bentuk kepatuhan (obedience).
Mencermati meningkatnya kasus Covid -19 di Aceh akhir-akhir ini, sudah selayak Pemerintah Aceh melakukan rekayasa sosial untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat serta menghindari terjadinya pelonjakan kasus, demi menyelamatkan masyarakat Aceh. Pada waktu bersamaan, masyarakat juga dituntut untuk meningkatkan perilaku patuh dan sadar terhadap himbauan dan kebijakan pemerintah. Semoga kepatuhan sosial di Aceh semakin meningkat dan dapat menekan penyebaran covid-19 tanpa harus menerapkan PSBB di Aceh.

Penulis,
HAMDANI, ST., M.Si (hamdanipsi@gmail.com)
Alumni FPsi Universitas Indonesia;  
Anggota FAMe Chapter Aceh Jaya. 
×
Berita Terbaru Update