Oleh Muhammad Zaldi*
Hari ini tepat 3 tahun kepemimpinan Abusyiek dan Bang Fad menahkodai Pidie sejak di lantik pada 17 Juni 2017 silam. Visi kebanggaan Pidie Meusigrak yang di yakini mampu membawa kabupaten penghasil emping melinjo ini kembali berjaya ternyata hanya ilusi semata. Hingga kini penampakan Pidie masih seperti 3 tahun lalu sebelum Abusyiek memimpin, tentu merubah wajah Pidie tak serta merta seperti membalik telapak tangan, Abusyiek bukanlah Dedy Combuzier yang bisa bermain sulap. Tetapi dengan semangat yang membara saat kampanye tempo dulu itu membuat semuanya yakin bahwa di bawah komando Abusyiek Pidie akan dibawa ke arah perubahan secara signifikan.
Meusigrak! Begitu gelagat pergerakan yang diimpikan masyarakat kala Abusyiek mencalonkan diri. Pembangunan yang merata, perbaikan proses administrasi di kabupaten, hingga kesejahteraan kian didambakan oleh masyarakat. Apalagi dengan semangat wacana membangun gle, blang, laot yang di yakini mampu membuat Pidie menjadi paling unggul dari wilayah lain di Serambi Mekkah. Pidie yang merupakan wilayah dengan luas persawahan sangat luas di yakini mampu menjadi lumbung pangan bagi Aceh.
Tetapi kini semua itu semerbak seperti wangi mawar yang kian layu disebabkan oleh panasnya iklim. Pemerintahan Pidie di bawah komando Abusyiek diam seribu kata tanpa terobosan apapun. Meusigrak hanya tinggal kekuatan saat kampanye lalu, dan tak ada karya hingga tiga tahun kepemimpinannya kini. Hingga tepat di hari ini timbul pertanyaan dalam benak penulis, "Se-Meuigrak apa Pidie sekarang?"
Apakah setelah 3 tahun ini Abusyiek baru bekerja di 2 tahun sisa masa kekuasaannya? Atau Abusyiek akan memenuhi janjinya yang lain, salah satunya adalah ia akan mundur ketika sudah 3 tahun masa kekuasaanya. Entah, mungkin hanya sekedar bergurau saja, tetapi cadaan semacam itu rasanya tidak pantas di lontarkan oleh seorang pemimpin, karena disitulah integritasnya diuji. Pada 2019 lalu juga ia pernah mengatakan, jika Jokowi memenangi Pilpres maka ia akan mengundurkan diri. Tetapi buktinya hingga kini, Abusyiek kian nyaman menduduki kursi kekuasaannya.
Masyarakat Pidie punya harapan besar pada Abusyiek dalam Pilkada 2017 silam, dengan keinginan agar mampu melahirkan pemimpin yang merakyat, dengan gemerlap sederhana namun tetap berwibawa. Kini cenderung malah sebaliknya, abusyiek jarang tampil ke publik. Ada sumber yang mengatakan ia lebih sering ke kebun (Lampoh), sesekalinya tampil ia malah membuat blunder. Sebut saja misalnya informasi bahwa covid-19 dapat menyebar dari listrik, covid-19 adalah konspirasi, dan listrik harus di padamkan. Ada-ada saja, di zaman semoderen ini masih kita dapati pendapat seperti ini hingga Pidie di cemooh oleh banyak kalangan. Generasi muda justru yang menjadi paling merasakan dampak blunder statemen beliau ini. Di bully, ia generasi muda mendapat bullying akibat ulah pemimpinya.
Kini saatnya berbuat untuk Pidie di sisa-sisa masa jabatannya. Setelah sukses atas pelaksanaan MTQ Aceh tempo lalu, yang menyisakan kebanggaan. Kini Pidie di hadapkan pada pelaksanaan event Pekan Olahraga Aceh (PORA) dan Pekan Olahraga Wilayah ( PORWIL ) , namun hingga kini proses pelaksanaan pembangunan Sport Center masih terkatung-katung. Jangan sampai event ini jadi penambah catatan kegagalan Abusyiek.
Memang sejak awal bukan berarti Abusyiek gagal, dari sekian banyak event besar. Di masa Abusyiek kita mampu membawa pulang MTQ Aceh, PORA dan Porwil. Bagian ini menjadi nilai plus bagi kepemimpinan Abusyiek. Konon kesuksesan atas hal ini juga harus berbanding sama dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam hal ini sektor Pertanian masih mendominasi, berdasarkan Sekretaris Dinas Pertanian dan Pangan Pidie, Sofyan Ahmad mengatakan, jumlah petani penggarap atau para buruh tani di Pidie persentasenya sekitar 50 hingga 60 persen. (Sinarpidie.co, Selasa, 05 maret 2019). Disepakati bersama BPN Pidie, Pemerintah kabupaten Pidie menetapkan luas lahan pertanian di kabupaten Pidie mencapai 25.660 hektare (Serambinews.com, Selasa, 26 Maret 2019). Di masa kepimimpinan Abusyiek ada harapan agar para 'teungkulak' tidak seenaknya. Abusyiek harus jadi 'reman' dalam hal ini, toh Abusyiek juga mantan KPA Pidie. Pasti hal ini bukan hal sulit untuknya. Kesejahteraan petani harus menjadi harga mati bagi kepemimpinan Pidie Meusigrak, agar ke depan Abusyiek tak di anggap gagal total.
Permasalahan di Pidie yang kian kompleks ini semakin membuat pupus generasi Pidie di masa mendatang. Pidie yang notabene punya banyak sektor unggulan tetapi tak mampu di manfaatkan secara maksimal. Bonus demografi di Pidie juga tak di lirik oleh kepemimpinan ini, "Aneuk miet hanjeut meupolitek" mungkin begitu mindset kepemimpinannya, bebal. Sehingga generasi di buat gerah dengan gelagat pola pikirnya, menjadi apatis adalah cara untuk merasa tidak kecewa. Namun sering teringat atas asa itu yang sering menimbulkan pertanyaan, "Se-Meusigrak Apa Pidie Sekarang?".
Penulis adalah Founder Political Institute, penikmat kopi pancong di Taufik Kopi Sigli.