Muhammad Zaldi, Founder Political Institute & Mahasiswa Ilmu Politik. (Dok. Foto/ist).
Oleh Muhammad Zaldi*
Gemarnews.com, Aceh selalu saja ada pemberitaan yang menarik untuk di bahas, tidak hanya terkenal dengan kejayaan tempo dulu, syari'at Islam, Wisata Halal, dan lain sebagainya. Dunia perpolitikan Aceh juga menarik jika ingin di bahas. Bagaimana tidak, baru-baru ini tersiar kabar seperti yang termuat dalam LPSE bahwa ada revitalisasi ruang kerja Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh berkisar Rp. 4,3 Milyar lebih. Tentu ini bukan angka yang kecil, jika di bagikan untuk bantuan selama covid-19 mungkin bisa menjadi pelipur lara bagi masyarakat yang belum kebagian dan kehilangan penghasilan.
Sedikit kembali ke tempo dulu, tepatnya di Florence Italia ada karya-karya Niccolo Machiavelli meninggalkan warisan berupa kontroversi yang luas (tentang topik sangat beragam, dari tuduhan mengenai peniadaan etika dalam berpolitik, hingga konsep teori yang dianggap tujuan menghalalkan cara). Pada tahun 1513, Niccolò menyelesaikan beberapa karya dan diantaranya adalah Il Principe dan tidak dipublikasikan hingga kematiannya, di tahun 1532. Pemikiran Niccolò meninggalkan kesan beragam bagi pembacanya.
Salah satu sumbangsih pemikirannya dalam sejarah pemikiran dunia adalah kejujurannya dalam mengungkap realitas secara vulgar. Ia menuliskan narasi dan analisis keadaan mengenai konteks keadaan dunia yang dia diami pada saat itu. Ide-ide yang lahir dalam potret bingkai kekuasaan didiskusikannya dengan suatu peristiwa pencapaian dan mengelola kekuasaan politik. Sumber utama rujukannya mengenai tokoh yang mampu mencapai dengan ideal digambarkannya pada sosok Cesare Borgia. Teorinya dianggap menyingkirkan aspek-aspek etika dalam berpolitik yang menjadi rujukan pada masa itu (khususnya pemikiran Plato dan Aristoteles). Rujukannya bahkan membuka tabir kekuasaan Gereja Kristen Katolik. Pada masanya, membuka dinding istana Vatikan yang dipenuhi intrik politik dalam mengelola kekuasaan Gereja dan Negara. Dalam catatan Henry C. Schmandt, Saturday Review, penulis mencatat bahwa “politisi hidup dalam dunia setengah kebenaran, kompleksitas, dan ketidakmurnian bukan karena dia adalah pembohong atau penipu tetapi karena itulah cara dia menemukan dunia.
Dulu dalam cerita yang di tulis oleh Niccolo Marchiavelli, ia mengambarkan tentang bagaimana buruknya prilaku orang-orang di dalam istana. "Menghalalkan segala cara", begitu katanya. Iya orang-orang di dalam Istana di Florence kala itu terkenal sangat buruk. Marchiavelli mengatakan itu agar orang diluar istana paham apa yang di lakukan oleh para wakilnya. Itu artinya, teori tersebut bukanlah sebuah teori yang mengajarkan orang agar menghalalkan segala cara, Marchiavelli sebagai orang di dalam istana atau bahasa sekarang namanya people in (ureung dalam), bukan sebagai orang yang mempelopori cara-cara licik semacam itu.
Mungkin salah tafsir ini yang membuat Pak Sekda Aceh khilaf dalam revitalisasi ruang kerjanya, ia menghalalkan segala cara di tengah pandemi agar ruang kerjanya berdiri selayaknya ruang kerja di Istana Florence. Penulis berpendapat bahwa pada setiap jengkal ruang Sekda nantinya ada banyak ornamen indah yang di beli dengan angka-angka besar, hasil menyengsarakan rakyat Aceh di tengah lemahnya ekonomi selama pandemi.
Beliau di labeli dengan sapaan "Sekda Bereh", begitu. Label bereh itu sesuai dengan kinerja beliau yang keliling Aceh dengan menghabiskan anggaran yang juga tidak sedikit. Padahal hingga kini dari hasil keliling Aceh itu tidak ada manfaatnya sama sekali, malah cenderung ada pemberitaan yang mengatakan bahwa itu bukan tugas sekda. Tetapi Sekda Aceh memang bereh, beliau beda. Buktinya ruang kerjanya saja bak Istana, mengalahkan Plt Gubernurnya.
Penulis sebagai generasi muda Aceh turun berduka cita atas pemberitaan yang sangat menyayat hati seperti ini, uang rakyat 4,3 milyar di gunakan secara cuma-cuma hanya untuk rehab ruang kerja sekda. Apa ini sebagai pertanda agar sekda betah di kantor setelah lelah keliling Aceh? Atau inikah salah satu dari program "BEREH" itu? Jika memang iya, maka pemerintahan sekarang berhasil dengan merealisasi programnya.
Jika filsuf dan praktisi politik seperti Niccolo Machiavelli (1469-1527) menulis drama komedi La Mandragola pada 1518, ketika dirinya terbuang sejak 1512 dari gelanggang politik, dan dipentaskan secara amatir oleh komunitasnya sendiri, Orti Oricellari, pada 1520 di Florence, seberapa sahihkah komedi itu menjadi representasi gagasan politiknya?
Kini Sekda Bereh sedang memainkan komedi politik atas skenario yang sudah di selesaikannya, bahkan segala peran sudah terisi dengan tepat. Kini rakyat Aceh sedang di pertontonkan dalam sebuah intrik yang di perankan sedemikian rupa. Maka kita akan menonton sebuah komedi yang di beri judul "BEREH!" di perankan oleh Sekda dan di produksi oleh Pemerintah Aceh. Bereh!
Penulis adalah Founder Political Institute & Mahasiswa Ilmu Politik.