Gemarnews.com, Pidie Jaya - Wakil Ketua DPRK Pijay H. Syahrul Nurfa, SH menyorot ketimpangan dalam pemerataan pembangunan di Pidie Jaya dan ini terbukti dari alokasi anggaran pembangunan yang terlihat tidak adil dan merata.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh H. Syahrul Nurfa, SH dalam rapat Paripurna terhadap pandangan umum Laporan Badan Anggaran, tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Tahun Anggaran 2020 di Ruang Sidang DPRK setempat, Selasa (29/9/2020).
Syahrul menyebutkan, ketidakadilan pembangunan dan pendistribusian anggaran yang terjadi di Kabupaten Pidie Jaya ini mulai terasa sejak tahun 2014 sampai saat ini, kurun waktu tersebut merupakan masa dimana Pasangan Bupati/Wakil Bupati H. Aiyub bin Abbas dan H. Said Muliyadi, S.E, M.Si. memimpin Kabupaten ini.
“Hal tersebut dapat kita lihat dari perimbangan pembangunan di tiap-tiap kecamatan dalam Kabupaten Pidie Jaya, yang selama kurun waktu 5 tahun tidak merata dan tidak secara proporsional dan profesional diberikan kepada masing – masing kecamatan,” katanya.
Itu bisa dilihat dari porsi anggaran yang selalu didominasi oleh 2 Kecamatan yakni Kecamatan Bandar Baru dan Kecamatan Bandar Dua, yang kebetulan bahwa kedua Kecamatan tersebut merupakan daerah asal Bupati dan Wakil Bupati. Hal ini dapat di membuktikan dengan pagu anggaran dalam APBK di setiap tahun berjalan.
“Kondisi semacam ini masih terus terjadi di tahun 2020, dimana sejak penetapan APBK murni sampai dengan perubahan anggaran yang sedang dalam proses ini masih terjadi ketimpangan antar Kecamatan,” kata Syahrul.
Sebagaimana diketahui bahwa, Kecamatan Bandar Baru memperoleh Rp45 miliar sebelum perubahan dan Rp38,5 miliar setelah perubahan, Banda Dua Rp23,7 miliar sebelum perubahan dan Rp18,3 miliar setelah perubahan.
Kemudian Trienggadeng Rp20 miliar sebelum perubahan dan Rp12,6 miliar setelah perubahan, Meuredu Rp15,8 miliar sebelum perubahan dan Rp11,4 miliar setelah perubahan, Meurah Dua Rp10,6 miliar sebelum perubahan dan Rp8 miliar setelah perubahan.
Selanjutnya Ulim Rp6,8 miliar sebelum perubahan menjadi Rp3,2 miliar setelah perubahan, Kecamatan Jangka Buya Rp5,9 miliar sebelum perubahan menjadi Rp2,4 miliar setelah perubahan, Pante Raja sebesar Rp1,6 miliar sebelum perubahan menjadi Rp1,8 miliar setelah perubahan dan Pidie Jaya sebesar Rp13,3 miliar sebelum perubahan menjadi Rp9,7 miliar setelah perubahan.
“Berdasarkan data di atas terlihat jelas juga bahwa ketidakadilan semakin mengkhawatirkan, dimana Kecamatan Bandar Baru dam Kecamatan Bandar Dua lebih mendominasi. Sementara yang paling menyedihkan dirasakan oleh Kecamatan Pante Raja dengan pagu Anggaran hanya 1,8 miliyar, hampir sama dengan Anggaran1 buah pembangunan mesjid di Kecamatan Bandar Baru dengan pagu Anggaran mencapai 1 miliar rupiah,” bebernya.
Syahrul juga menyebutkan hal yang sama dirasakan oleh Kecamatan Jangka Buya, dengan pagu Anggaran hanya Rp2,4 miliar, padahal pada APBK murni Rp5,9 miliar lebih, dan setelah APBK perubahan kehilangan anggaran mencapai Rp3,5 miliiar lebih. Maka Kecamatan Jangka Buya 55% kehilangan anggaran dan yang paling menyedihkan bahwa kehilangan anggaran tersebut merupakan satu-satunya proyek andalan di Kecamatan Jangka Buya yaitu proyek peningkatan jalan Blang Dalam-Jurong Teungeh dengan pagu anggaran Rp3,2 miliyar.
“Oleh karna itu saya selaku Anggota DPRK Pidie Jaya yang satu-satunya dari Kecamatan Jangka Buya meminta kepada saudara Bupati melalui pandangan umum ini untuk mengembalikan kegiatan tersebut dalam APBK perubahan ini. Dengan cara melakukan perimbangan pagu anggaran antar Kecamatan secara proporsional,” ungkapnya.
Tak hanya itu, hal yang sama juga terjadi pada Otsus 2020, bahwa dari dana APBK murni sebesar Rp100 miliar, tidak satusen pun dari dana Otsus itu dianggarkan untuk masyarakat Kecamatan Jangka Buya dan hal ini sudah berulang kali terjadi.
“Sedangakan sama-sama kita ketahui bahwa masyarakat yang paling miskin di Kabupaten Pidie Jaya adalah di Kecamatan Jangka Buya dan pendidikan yang paling rendah juga ada di Kecamatan Jangka Buya, apakah ini sebuah keadilan atau sebuah kezaliman yang terus berulang-ulang,” bebernya.
Begitu juga dengan permasalahan abrasi pantai Pasi Aron Kecamatan Jangka Buya yang sudah berlangsung lama. Hal ini telah dilaporkan kepada Pemkab baik secara lisan maupun secara tertulis oleh aparatur Gampong dan para nelayan.
Namun, kata Syahrul, sampai saat ini abrasi itu belum pernah ditangani oleh Pemerintah secara serius, dimana kondisi ini sanga memprihatinkan karna telah merambah pada lahan perkebunan dan tambak masyarakat serta telah mendekati perkarangan rumah penduduk.
“Oleh karna itu saya sangat mengharapkan agar Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya segera menangani permasalahan Abrasi tersebut,” harapnya. (nas)