Oleh : Ghazali Abbas Adan (Mantan Anggota Parlemen RI)
“Dia lagi, dia lagi”
Inilah akting yang kerap dipertontonkan sementara anggota DPRA di gedung parlemen Aceh ketika menyoroti kinerja Plt Gubernur Nova Iriansyah yang selalu minor. Yang paling akhir adalah usul hak interpelasi dengan muatan menggulingkan/memakzulkan Plt Gubernur Nova Iriansyah dari jabatan dan tugas-tugasnya.
Dengan alasan tidak hadir dalam rapat di gedung perlemen Aceh meskipun ketidak hadirinya itu dengan alasan yang jelas.
Namun sementara anggota parlemen itu tetap menggebu-gebu disertai bahasa yang vulgar menyampaikan tuntutannya. Dengan tetap menutup mata bahwa Plt Gubernur dalam segala ruang dan waktu dengan sungguh-sungguh dan segenap daya upaya, telah dan sedang berusaha melaksanakan program pemerintah Aceh. Yaitu dalam rangka mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat Aceh.
Pada waktu yang bersamaan seingat saya anggota parlemen Aceh itu, dari mereka tidak pernah terdengar suara apresiatif terhadap kinerja dan usaha keras Plt Gubernur dan jajarannya.
Saya kira masalah belum maksimal capaian pemerintah Aceh tidak hanya monopoli pemerintah Aceh saja. Akan tetapi banyak pemerintah daerah-daerah lain di Indonesia, juga belum mampu melaksanakan dan menuntaskan program pembangunan sesuai yang diinginkan rakyatnya.
Apalagi dalam kondisi dan situasa berkaitan dengan musibah dahsyat penyakit corona dalam beberapa bulan terakhir dan tidak dapat diprediksi kapan akan berakhir.
Namun di daerah-daerah itu tidak terdengar dahsyatnya sorotan anggota DPRD setempat yang menggebu-gebu dan berbahasa yang vulgar. Dengan dalih melaksanakan hak dan tanggungjawabnya sebagai wakil rakyat, menyoroti kinerja pimpinan daerahnya.
Apalagi sampai mengeluarkan usulan interpelasi dengan muatan pemakzulan kepala pemerintahan sebagaimana diperlihatkan sementara anggota DPRA itu.
Sejatinya mereka juga melakukan introspeksi terhadap kinerja pemerintah Aceh periode lalu, yang tidak hebat-hebat amat. Banyak juga program pembangunannya yang tidak dapat dilaksanakan, termasuk program Rp 1 juta rupiah bagi setiap keluarga di Aceh dan naik haji gratis.
Juga ketidak jelasan penyaluran, pemanfaatan dan pertanggungjawaban dana hibah Rp.650 miliar alias Rp 650.000 juta yang bersumber dari APBA untuk perbaikan kehidupan ekonomi mantan kombatan GAM di Aceh.
Di mana uang rakyat sebanyak itu bukanlah jumlah yang sedikit. Sejak saat itu sampai detik ini tidak pernah sekalipun terdengar suara mereka mempertanyakannya.
Termasuk juga kinerja Malek Mahmud yang mereka dudukkan sebagai "wali nanggroe" yang setiap tahunnya menghabiskan uang rakyat puluhan miliar rupiah dan itu tidak memberi manfaat kepada rakyat di Aceh.
Namun sekali lagi mereka tetap menutup mata, bahkan terus membela, yang terkadang disertai bahasa caci maki dan ancaman ketika ada suara yang mengkritisi sosok dan kinerja "paduka yang mulia" itu.
Berdasarkan fakta tersebut, saya menduga sementara anggota parlemen Aceh itu dalam dirinya belum padam perasaan dendam terhadap hasil pilkada 2017 yang dimenangkan pasangan Irwandi-Nova. Dan ketika Irwandi Yusuf sebagai Gubernur dapat musibah dan harus meninggalkan jabatannya, maka sesuai konstitusi negara serta merta Nova Iriansyah menjabat sebagai Plt Gubernur Aceh.
Dan sejauh pengamatan saya, Nova Iriansyah telah dan sedang berusaha dengan sungguh-sungguh dan segenap daya upaya bersama-sama jajarannya melaksanakan program Pemerintah Aceh dalam upaya mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat.
Memang belum maksimal pencapaiannya, apalagi seperti halnya di daerah-daerah lain bahkan seluruh dunia sejak beberapa bulan lalu mengalami musibah dahsyat penyakit corona. Yang cukup menyita waktu, pikiran dan kerja-kerja keras menghadapi dan menanggulanginya.
Berdasarkan fakta ini pula, saya mengharapkan kiranya semua pihak di Aceh, wabil khusus anggota Parlemen Aceh yang lain, adalah ketika melaksanakan hak dan tanggungjawabnya sebagai representasi rakyat. Supaya dapat menahan diri dan menggunakan perasaan ketika mengarahkan mengontrol kinerja pemerintahan Aceh. Di mana Nova Iriansyah sudah Allah takdirkan dan realitis politik sebagai Plt Gubernur saat ini.
Adapun Pilkada 2017 sudah berlalu dengan hasilnya yang jelas. Kendati mungkin juga jagonya belum bernasib baik. Maka terimalah dengan jiwa besar dan lapang dada.
Dan kini dengan cerdas fokuslah dan konsisten bekerja profesional sebagai anggota parlemen. Yakni menyusun anggaran (budgeting), membuat aturan (legislasi) dan kontrol anggaran dan kinerja pemerintah.
Insya Allah dengan kesebersamaan, keakraban dan penuh akhuwwah Islamiyah antara pihak legislatif dan eksekutif, di Aceh akan terwujud apa yang disebut dengan kemerdekaan yang hakiki, yakni tenang beribadah, sejahtera dalam kehidupan dan aman dari ketakutan.(Quran, Surat Quraisy, ayat 3-4).
Dan kalau sekiranya diantaranya masih berhasrat dan ingin berkuasa di Aceh, hendaklah bersabar. Karena Pilkada 2022 sudah semakin dekat dan tidak perlu bersikap aneh-aneh serta sodok sana sodok sini. Dari sekarang dengan cerdas, santun dan beradab persiapkan diri.
Dan dalam yang bersamaan kita mengharapkan di tanah Nanggroe Aceh Darussalam, Nanggroe Syariat Islam ini akan terwujud Pilkada halal. Yaitu Pilkada yang berlangsung aman dan demokratis, tanpa "5-P", yakni PEU-YO (intimidasi dan teror), PEUREULOH (merusak kantor, kendaraan, alat peraga kampanye, dll), PEUNGEUT (manipulasi suara), PENG (politik uang) dan POH-MUPOH (membunuh pihak lawan tanding).
Insya Allah. Nashrun minallaahi wa fathun qariib.