Oleh: Ridha Maulana
Gemarnews.com
Dewasa ini, banyak sekali permasalahan yang bersumber dari pemuda sebagai pelaku dari permasalahan itu sendiri. Padahal, mereka adalah pewaris nilai-nilai tradisi, kebudayaan, dan kearifan lokal sebagai identitasi suatu bangsa (Pramudyasari dan Cecep, 2016).Oleh karena itu, segenap elemen masyarakat seyogyanya menjadikan pemuda sebagai titik tumpu yang harus diperhatikan dengan baik.
Pemuda bireuen sebagai bagian dari pemuda secara keseluruhan memiliki peran penting bagi lestarinya gelar serambi mekah di Aceh. Tindakan-tindakan yang disinyalir sebagai kenakalan remaja mencerminkan tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai yang terkandung dalam gelar serambi mekah itu sendiri.
Nilai-nilai yang di maksud disini adalah nilai islami yang mengajarkan tentang bagaimana menjadi manusia yang berakhlak mulia sesuai Al-Qur’an dan As sunnah. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu nilai-nilai tersebut mengalami pengikisan yang kemudian hari terus memudar akibat tindakan dan perilaku generasi muda sebagai penerus bangsa.
Bireuen adalah bagian dari provinsi penyandang gelar serambi mekah yang dipercayai memiliki semangat dan etos yang tinggi dalam menegakkan nilai-nilai islami. Tidak hanya itu, Bireuen juga bagian dari satu-satunya provinsi yang menerapkan syariat islam sebagai hukum yang berlaku. Maka dari itu, sudah tidak heran mengapa Bireuen juga diibaratkan layaknya bagian bayangan kota Mekah.
Akan tetapi, pacaran, perzinaan, pencurian, dan pengonsumsian narkotika merupakan bagian tindakan dan perilaku menyimpang yang sudah tidak asing terjadi di Bireuen. Padahal, hal tersebut secara terang-terangan dapat membuat gelar serambi mekah di Aceh luntur.
Terdapat sebuah pertanyaan, mengapa pacaran, perzinaan, pencurian, dan pengonsumsian narkotika terjadi di Bireuen?. Salah satu penyebab individu melakukan hal yang menyimpang adalah adanya sosialisasi tidak sempurna (Elly, 2010).
Sosialisasi tidak sempurna terjadi ketika orang tua tidak menjalankan perannya sebagai agen sosialisasi primer dengan baik. Sehingga, membuat adanya jarak antara orang tua dan anak secara afektif dalam keluarga. Tidak hanya itu, anak juga akan mencari peluang waktu bersama peer group (teman sepermainan) untuk mengisi kekosongan perhatian dan waktu bermain akibat adanya jarak dengan orang tuanya di rumah.
Kekosongan perhatian dan waktu bermain anak memiliki kecenderungan yang dapat mendorong terjadinya tindakan dan perilaku penyimpangan. Terbawa arus pertemanan merupakan faktor mengapa pemuda melakukan tindakan dan perilaku yang menyimpang. Ibarat berteman dengan penjual minyak wangi, setidaknya kita akan mendapatkan bau harum darinya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan kondisi tersebut, usaha mempererat hubungan orang tua dan anak dapat menjadi langkah solutif yang dapat dilakukan melalui penyediaan suatu wadah bagi orang tua dan anak sebagai bentuk proses rehabilitasi terhadap anak yang melakukan penyimpangan.
ORTUNAK (Orang tua dan Anak) adalah terobosan yang menekankan kolaborasi orang tua, pemerintah, dan tokoh agama yang bertujuan supaya anak dapat berubah dan tumbuh menjadi pemuda yang baik sesuai nilai-nilai serambi mekah. Selain itu, ORTUNAK dapat dinilai sebagai terobosan rehabilitasi yang menawarkan sejumlah kegiatan yang dirangkai berdasarkan nilai-nilai islami yang diikuti oleh anak dan orang tua. Secara tidak langsung, Terobosan ini juga sangat efektif sebagai langkah solutif demi melestarikan nilai-nilai serambi mekah di Aceh.
Dalam terobosan ORTUNAK, wadah yang dimaksud hampir mirip seperti pondok pesantren. Dimana, setiap kegiatannya didominasi dengan kegiatan islami. Akan tetapi, setiap kegiatan tersebut diikuti oleh orang tua dan anak secara langsung dalam jangka waktu satu bulan.
Hal ini dikarenakan orang tua adalah agen sosialisasi primer sekaligus orang yang memiliki ikatan batin dengan anak. Sehingga, proses rehabilitasi dapat dengan mudah dijalankan dan diserap oleh anak dengan baik.
Selain faktor ikatan batin, kehadiran orang tua sebagai bentuk pendampingan dalam proses rehabilitasi dapat membuat anak jauh lebih tenang dan terhindar dari rasa ketakutan dan kesendirian.
Hal ini disebabkan oleh adanya bentuk visualisasi dalam pemikiran anak yang menganggap bahwa rehabilitasi adalah momok yang menakutkan. Sehingga, membuat anak menjadi pribadi yang semakin “tertutup” dan enggan terbuka kepada siapapun.
Dalam ORTUNAK, orang tua yang dimaksud adalah ayah, ibu, ataupun kerabat yang dapat dijadikan sebagai wali selama menjalani kegiatan rehabilitasi. Sehingga, walaupun terdapat anak yang sudah tidak memiliki orang tua proses rehabilitasi secara afektif tetap dapat berjalan dengan baik. Selain itu, usaha mempertemukan anak dengan orang tua dalam suatu wadah selama jangka waktu satu bulan merupakan bagian terpenting dalam ORTUNAK.
Masa waktu satu bulan dinilai sebagai jangka waktu yang berproses, dalam artian tidak memakan waktu yang panjang dan juga pendek. Sehingga, sangat efektif dan efisien apabila diterapkan dalam proses rehabilitasi ORTUNAK.
ORTUNAK sebagai sebuah terobosan kolaboratif menawarkan waktu satu bulan yang umumnya terdiri dari empat minggu sebagai jangka waktu yang dapat digunakan untuk menjalani kegiatan rehabilitasi. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa setiap minggu yang terdiri dari tujuh hari memuat 168 jam. Akan tetapi, dalam 168 jam tersebut berisi berbagai rangkaian kegiatan yang memiliki nilai edukatif dan inovatif. Dimana, kegiatan yang bernilai disinyalir yang memiliki manfaat bagi perkembangan karakter baru anak supaya terciptanya karakter generasi serambi mekah yang ideal.
Setiap jenis kegiatan dalam terobosan ORTUNAK merupakan faktor determin yang seyogyanya memiliki daya tarik kuat dalam menyesuaikan minat anak guna menunjang keberhasilan terciptanya generasi serambi mekah yang diharapkan. Kegiatan keagamaan, sosialisiasi, dan minat dan bakat merupakan kegiatan yang dapat dikolaborasikan secara edukatif dan inovatif bersama orang tua sebagai pendamping. Sehingga, secara tidak langsung orang tua sebagai sosialisasi primer yang memiliki ikatan batin dengan anak telah membawa anak ke dunia baru yang lebih cerah dan ceria.
Pada hakikatnya, ORTUNAK menawarkan efektivitas dan efesiensi bagaimana menciptakan generasi muda yang ideal melalui kolaborasi orang tua sebagai pihak sosialiasi primer.
Efektivitas dan efesiensi ORTUNAK memiliki hubungan timbal balik dengan harapan akan lahirnya generasi serambi mekah yang sesuai dengan nilai-nilai islami, serta bijak dalam menanggapi setiap perubahan yang masuk dari luar.
Selain itu, ORTUNAK akan menjadi sebuah terobosan yang jauh lebih efektif apabila didukung dari berbagai kalangan, seperti pihak orang tua, pemerintah daerah, dan tokoh agama. Sehingga, secara tidak langsung hal tersebut akan memengaruhi setiap efektivitas dan efesiensi kegiatan dalam ORTUNAK itu sendiri. Baik itu dari jenis kegiatan, biaya, sarana dan prasarana, sumber daya manusia, dan lain-lain.
Sinergitas (kerja sama) yang baik antara orang tua, pemerintah, dan tokoh agama sangat dibutuhkan untuk menjadikan ORTUNAK sebagai terobosan kolaborasi yang efektif dan efisien untuk melahirkan pemuda serambi mekah yang berakhlak mulia dan bijak sesuai nilai-nilai islami. Dimana, secara tidak langsung melalui pemuda Bireuen yang berakhlak mulia dan bijak dapat melestarikan dan memulihkan gelar serambi mekah sebagai identitas Islam bagi Aceh di masa sekarang dan yang akan datang.