Mengembalikan Tujuan Produk Hukum Daerah
Masa kini setelah pembaharuan otonomi daerah dan pelimpahan kewenangan terhadap daerah-daerah di Indonesia dari provinsi sampai kabupaten kota di berikan wewenang yang lebih luas melalui undang-undang No 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah. Kewenangan daerah tersebut salah satunya adalah dapat membuat peraturan daerah (PERDA) sebagai produk hukum di daerah.
Negara yang bercirikhas demokrasi konstitusional, undang-undang memiliki fungsi membatasi kekuasaan pemerintah sehingga penyelenggaran kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang dengan demikian hak-hak warga negara terlindungi. Oleh sebab itu peraturan daerah bukan hanya bertujuan untuk mengelola dan dan mengatur suatu darah tetapi juga memberikan dan membatasi ruang gerak pemerintah daerah agar tidak melakukan tindakan semena-mena terhadap rakyatnya.
Pengelolaan daerah yang di legalitaskan oleh perda sesuai dengan penjelasan di atas maka perlu adanya politik hukum yang baik. Politik hukum adalah arah kebijakan hukum (legal policy) yang di buat resmi oleh negara, menggunakan dasar hukum apakah yang akan di berlakukan atau tidak di berlakukan untuk mencapai tujuan negara. Simpel nya hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan negara sehingga perbuatan hukum baru atau pencabutan hukum lama dapat di jadikan langkah langkah untuk tujuan bernegara.
Politik hukum kuat kaitan nya dengan penggunaan kekuasaan di dalam mengatur negara, bangsa dan rakyat. Di kaitkan dengan peraturan daerah (PERDA) politik hukum di daerah di peruntukan untuk membersamai kehidupan masyarkat daerah. Maka perda menjadi ujung tombak sebagai alat politik hukum di daerah. Pun demikian banyak perda perda yang bermasalah di daerah daerah wilayah otonomi di Indonesia baik dari provinsi sampai kabupaten/kota.
Hal ini di karnakan banyak peda Yang tumpang tindih bahkan ada juga perda yang kontenproduktif karena tidak responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Perda yang tumpang tindih ini di sebabkan kurang nya korelasi antara pemerintah daerah itu sendiri antara lembaga legislatif dan esekutif yang tidak sesuai dengan pengertian politik hukum yang semestinya. Misalnya dalam pembentukan perda peluasan lahan perkebunan bertentangan dengan perda kehutanan, perda masyarakat adat, dan lain-lain nya. Hal- hal seperti ini sering terjadi di daerah yang kekayaan sumber daya alamnya luas dan melimpah.
Penyebab regulasi yang melahirkan produk hukum yang tumpang tindih di daerah bisa saja terjadi di sebabkan karena keterbatasan pemerintah daerah dalam membuat produk hukum itu sendiri. Sehingga tidak memberikan dampak terdap kehidupan masyarakat di darah bahkan produk hukum yang di buat hanya menjadi bukti fisik pemerintah daerah agar di anggap bekerja tampa melihat menggunakan metode politik hukum yang jelas membuat tumpang tindih bahkan bentuk perda yang tidak efektif.
Dalam pembentukan perda itu sendiri seyogyanya pemerintah daerah perlu melihat hirarki pembentukan peraturan perundang-undangan. Perlu melihat turunan atas undang undang yang akan di undangkan memandang aspek aspek pemerintahan daerah serta melihat keadaan filosofis, sosiologis serta yuridis agae kesia-siaan dan tumpang tindih itu tidak terjadi.
Kekuasaan negara di pegang penuh oleh pemerintah baik pemerintah pusat dan daerah. Korelasi antara kedua nya perlu berjalan beriringan dan sesuai dengan fungsi yang memang sudah di tentukan oleh undang-undang. Demi kepentingan masyarakat, daerah dan negara.
Penulis :
Mahasiwa tingkat akhir Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara