BSI dan Qanun Aceh Tentang Lembaga Keuangan Syariah
Awal februari kita disuguhkan oleh aksi korporasi dengan penggabungan 3 Bank Syariah besar di Indonesia, yaitu Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah dan Bank BNI Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI). Penggabungan 3 Bank ini menghasilkan bank dengan aset per Juni 2020 sebesar 214 triliun (kumparan) dan menjadikan BSI menempati peringkat ke 7 bank terbesar di Indonesia (Kompas).
Mengacu pada Qanun Aceh tentang Lembaga Keuangan Syariah, Qanun ini berlaku sejak tanggal 4 Januari 2019 dimana Lembaga Keuangan yang beroperasi di Aceh wajib menyesuaikan dengan Qanun ini paling lama 3 (tiga) tahun sejak Qanun ini diundangkan (dlhk.acehprov.id). Jika pelaksanaan Qanun ini berhasil hingga awal tahun 2021 Aset Perbankan Syariah di Aceh minimal Rp. 68 triliun berdasarkan data posisi Oktober 2020 (OJK via Antara).
Komposisi perbankan syariah besar di Aceh akan didominasi oleh BSI dan Bank Aceh Syariah. BSI akan mendapatkan konversi aset dari BRI, Mandiri dan BNI. Bank yang lain seperti BCA Syariah juga mendapatkan konversi aset yang besar, sebanyak Rp. 1 triliun akan masuk ke BCA Syariah (bisnis.com).
Perbankan syariah yang ada di Aceh secara penuh pada tahun 2021 menimbulkan efek yang positif dan negatif yang perlu diantisipasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Efek positif tentu akan menjadikan Aceh sebagai pusat dari Ekonomi Syariah di Indonesia, dimana bukan hanya perbankan yang beroperasi secara syariah, namun entitas bisnis yang lain seperti Asuransi, BPR, Koperasi maupun Lembaga Keuangan Syariah yang lain harus menggunakan sistem yang operasionalnya berdasarkan syariah.
Sisi yang perlu dibenahi dari perbankan syariah salah satunya adalah Aqad. Dengan begitu cepatnya perkembangan bisnis saat ini, nasabah memerlukan adanya layanan perbankan syariah yang dapat menopang bisnis mereka, sehingga dibutuhkan adanya akad yang dapat diterapkan untuk memenuhi kebutuhan nasabah.
Efek negatif lain pemberlakuan Qanun ini, sistem perbankan syariah belum dapat mengimbangi dan memenuhi secara maksimal dari kebutuhan dan keinginan nasabah. Misalkan transaksi yang menggunakan kartu kredit, perbankan syariah belum begitu maksimal dalam melayani nasabah di segmen ini , walaupun ada Bank Syariah yang telah menerbitkan kartu kredit, yaitu BNI Syariah, sekarang menjadi BSI.
Sisi yang lain untuk sektor pembayaran non tunai yang menggunakan layanan toko online, perbankan syariah belum begitu berperan dalam model pembayaran digital ini. Pembayaran dari toko online dari berbagai toko online masih didominasi oleh perbankan konvensional.
Dimana ada masalah disitu ada peluang (Jack Ma). Efek negatif yang ada dari belum maksimalnya kemampuan perbankan syariah dalam melayani nasabah bukanlah hal yang membuat bank syariah tidak dapat bersaing. Inovasi dan kreatifitas dalam mengejar ketertinggalan dari perbankan konvensional adalah kemutlakan, sehingga nasabah akan merasakan kepuasan dari hadirnya perbakan syariah, bahkan jika memungkinkan, inovasi dan kreatifitas dari perbankan syariah dapat mengalahkan perbankan konvensional, mengapa tidak.