A Monochrome Place
“Living in a world that has a flat atmosphere is very uncomfortable, every soul encountered does not interact with each other’s. I wish this world had a very colorful life, but i was very wrong about it. All of that is just war, power struggles, drugs are everywhere, pollution compaction and many other thing’s. I really love peace, but it is very difficult to make it happen. We were living in fear, they just silently enjoy this view with a cup of coffee and comfortable chairs. My brother’s, we live in a world where there is no peace. Many people suffer out there, they want justice and peace.but no one really care about them. We stand here as proof that many witnesses are out there. Therefore, let us speaking about the peace that we never feel it before. ”
Isi pidato itu langsung disampaikan oleh salah seorang aktivis yang sangat menentang terhadap sistem para pemerintah, aktivis itu bernama Karl Frieden. Dia adalah seseorang berdarah Amerika-Jerman yang sangat membenci pemerintahan, dan memiliki kenangan masa lalu yang amat pahit.
Bagaimana tidak, saat dia masih kecil saja ibunya mendapatkan perilaku tidak mengenakkan karena berdarah Jerman. Ayahnya juga mendapatkan hal yang sama meskipun berdarah Amerika.kakaknya dan juga Karl juga sering menjadi sasaran Bullying di sekolahnya. Alhasil, Karl memiliki masa lalu yang kelam.
Pada suatu hari, dia mendapati bahwa kakak perempuannya dilecehkan saat bekerja oleh bosnya sendiri. Melihat hal itu, Karl langsung mendatangi dan langsung menghajar bosnya sendiri hingga koma. Karl yang tersulut emosinya tidak sadar bahwa yang dia hajar adalah seseorang yang sangat berpengaruh, sehingga dia dijatuhi hukuman penjara yang cukup lama. dia memberikan kesaksian bahwa kakaknya telah dilecehkan tepat di depan matanya sendiri. Namun karena dia hanyalah seorang rakyat biasa, kesaksiannya tidak diterima dan dia ditetapkan sebagai seorang tersangka. Dari situ timbul-lah rasa kebenciannya terhadap pemerintah yang tidak adil.
Setelah keluar dari penjara dia mendapatkan fakta yang sangat memilukan, kakak yang sangat dia sayangi telah bunuh diri. Karl yang mentalnya belum pulih setelah keluar dari penjara, merasakan kesedihan yang teramat dalam. Selain fakta tentang kematian kakaknya, Karl juga mendapat kabar dari ibunya bahwa ayahnya sudah meninggal karena terjadi sebuah perampokan bersenjata di saat dia sedang berbelanja. Karl harus kehilangan dua orang sekaligus yang sangat dia sayangi. Karl sangat depresi terhadap hal itu dan berencana melakukan kudeta.
Hari-hari dia lewati dan banyak pula peristiwa yang dia alami. Korupsi merajalela, polisi menerima suap, tindakan rasis, diskriminasi ras secara besar-besaran, perang antar geng penguasa, narkoba menyebar dengan luas, dan masih banyak peristiwa yang dia alami itu. Namun, pemerintah sama sekali tidak turun tangan sehingga banyak korban yang berjatuhan di setiap peristiwa itu.
Karl hanya bisa terdiam memandangi peristiwa kelam itu. Sebenarnya, dirinya ingin sekali untuk melakukan sebuah perlawanan. Namun, dia tidak bisa melakukannya karena kekurangan orang.
Suatu hari, dia sedang berbelanja kebutuhan hidupnya di sebuah pasar tradisional dekat rumahnya. Suasananya sangatlah tenang dan juga damai hingga datangnya sekelompok geng yang berkuasa di daerah itu.
Mereka hendak mengacaukan pasar itu. Tiba-tiba, muncul geng lainnya yang ingin merebut wilayah kekuasaan. Alhasil, terjadilah perang antar geng besar-besaran yang menyebabkan banyak korban yang berjatuhan.Karl sangat kesal terhadap polisi yang tidak kunjung hadir untuk mengamankan situasi itu. Karl berinisiatif membantu warga yang terjebak di tengah perang antara kedua geng itu, di situasi ini Karl terkena tembakan dari salah satu anggota geng. Walaupun terkena tembakan, Karl tetap menolong banyak warga disana.
Setelah perang itu usai, terlihat banyak korban jiwa antara kedua geng itu dan juga beberapa warga. Salah seorang warga yang berprofesi sebagai dokter, turun tangan membantu Karl mengobati para warga yang baru saja Karl selamatkan. Setelah menyelamatkan para warga, luka Karl segera diobati oleh dokter yang ikut turun tangan membantu Karl itu. Saat dia tengah diobati, banyak orang yang berterima kasih atas aksi Karl tersebut.
Atas insiden itu, Karl dianggap sebagai sesosok penyelamat dalam keadaan genting seperti itu. Disela-sela warga berterimakasih kepada Karl, datanglah pasukan polisi anti-terror. Mereka datang kesini hanya untuk melihat keadaan sekitar saja. Karl yang melihat para pasukan anti-terror itu, langsung melepaskan amarahnya terhadap para pasukan polisi itu yang baru tiba.
“KALIAN POLISI ATAU REPORTER SIH !? KALIAN SADAR ATAU TIDAK? BANYAK WARGA YANG TIDAK BERSALAH MENJADI KORBAN KARENA PERISTIWA INI .” Ucap Karl dengan nada marah sambil menunjuk ke arah mayat warga yang tewas. Polisi itu mengabaikan ucapan Karl, Karl yang kesal langsung mendatangi dan menghajar polisi itu. Sambil menggenggam erat kerah baju polisi itu, Karl mengatakan “Kenapa kalian melakukan hal terkutuk ini? KENAPA?” ucap Karl yang sudah muak. Polisi itu dengan santainya menjawab “Tidak ada perintah, tidak ada yang bisa kami lakukan. Sekarang lepaskan kerah baju ku, atau aku akan memerintahkan mereka untuk menembakmu.” ancam polisi itu, Karl pun terpaksa melepaskan genggamannya.
Setelah selesai berdebat dengan polisi itu,datanglah para petugas medis untuk menjemput para korban akibat insiden itu untuk dibawa ke instalasi kesehatan terdekat. Sebelum mereka dibawa pergi, salah seorang warga mengatakan kepada Karl bahwa mereka siap membalaskan jasa Karl kapan saja. Para petugas medis yang mendengar ucapan salah satu warga itu, salut terhadap Karl dan dokter itu karena berhasil menolong para warga tepat pada waktunya. Mereka juga menambahkan, kalau mereka lambat memberikan pertolongan kepada mereka walau sebentar saja mungkin mereka sudah tidak bisa terselamatkan lagi.
Setelah para petugas medis pergi membawa warga yang selamat itu, Karl berkenalan dengan orang yang ikut membantunya menyelamatkan warga sebelumnya. Dokter itu bernama Karen DeSante, seorang dokter berdarah Inggris-Prancis yang baru saja lulus 2 hari sebelum insiden ini terjadi.
Karl mengajaknya ke kedai kopi terdekat untuk beristirahat setelah memberikan banyak pertolongan pertama kepada para warga, Karen yang lelah menyetujui ajakan Karl. Saat di kedai kopi itu, Karen bercerita bahwa dia adalah seorang mahasiswi pindahan dari London karena mengikuti ayahnya sekaligus melanjutkan pendidikannya.
Karen juga bercerita bahwa ayahnya adalah seorang menteri kedutaan besar Inggris di sini, ementara ibunya tetap bekerja di London. Karl yang mengetahui bahwa Karen adalah anak seorang kedutaan besar Inggris, menanyakan apakah ayahnya ada menceritakan tentang politik disini kepadanya. Karen mengakuinya dan menceritakan apa saja yang dia ketahui.
Karen bercerita bahwa pemerintah disini sengaja tidak membantu para warga agar negara lain membantu menyumbangkan dana untuk perbaikan ekonomi dan pemulihan warga, namun uang itu malah digunakan para petinggi untuk mengisi perutnya sendiri tanpa memikirkan kondisi rakyat yang semakin hari semakin berkurang. Karl yang mendengarkan hal itu terkejut, karena dia tidak pernah menduga kebusukan pemerintah itu sendiri. Karena hal itu, Karl sekarang berencana melakukan kudeta ke pada pemerintah. Seketika.
Karl teringat dengan pesan warga yang pernah dia tolong sebelumnya dan segera menuju rumah sakit tempat mereka dirawat bersama Karen.
Karl langsung memberitahu rencananya tepat di depan Karen, sambil menuju ke arah rumah sakit tempat para warga itu dirawat. Karen yang mendengarnya terkejut dan menilai bahwa Karl sudah gila.
Setibanya di rumah sakit, Karl langsung menjumpai para warga dan meminta bantuan mereka untuk melakukan perlawanan kepada para petinggi negara. Para warga awalnya tidak berani, Karl langsung mengatakan kebusukan pemerintah di depan para warga itu.
Alhasil, warga itu menjadi marah dan menyetujui untuk bergabung dalam aksi kudeta yang dilakukan oleh Karl.
Karl bertujuan untuk mencari banyak warga yang membenci pemerintah untuk mendukung aksinya tersebut. Setelah cukup banyak terkumpul, Karl langsung melakukan kudeta.
Tepat sebelum melakukan aksinya itu, Karen meminta maaf karena tidak bisa mengikuti rencana Karl itu karena dia sudah berjanji kepada ayahnya untuk tidak membuat masalah di negara lain. Dengan bijaknya, Karl mengatakan “Yang melakukan perlawanan adalah kami yang sudah tersiksa sejak dini, sementara kau hanyalah seorang pindahan.
Turuti saja perkataan ayahmu.” Setelah mengucapkan itu, Karl langsung mengucapkan kata perpisahan dan segera melakukan aksi kudetanya itu.
Mereka memulai aksinya dengan membakar seluruh uang hasil korupsi para petinggi dan juga menculik beberapa petinggi negara yang korupsi dan sudah kelewatan batas. Alhasil, presiden yang mengetahuinya sangatlah marah dan langsung mengutus seluruh agen kepolisian untuk menetapkan Karl dan para pengikutnya sebagai buronan.
Satu per satu pengikutnya berhasil dilacak dan ditangkap. Walaupun sudah banyak yang ditangkap, mereka tetap melanjutkan perlawanan itu sampai mereka semua tertangkap.
Mereka semua dijatuhi hukuman gantung karena aksi nekat mereka itu. Bukannya takut, Karl malah balik mengancam bahwa setelah dia tewas video kebusukan pemerintah akan di sebar luas. Mereka menganggap bahwa Karl hanya berpura-pura saja agar dirinya dibebaskan dan melanjutkan aksinya lagi. Mereka pun memutuskan untuk mengeksekusi Karl beserta pengikutnya. Sebelum Karl dieksekusi mati dia menyampaikan pesan terakhirnya .
Karl menyampaikan “Aku tidak memiliki pesan terakhir apapun untuk sekarang, tunggu saja setelah aku tewas. Disitulah terdapat pesan terakhirku.” Ucap Karl yang tidak takut mati. Pada akhirnya, Karl beserta pengikutnya dieksekusi.
Karen yang melihatnya hanya bisa bersedih dan menyesal tidak bisa tewas bersama Karl. Ternyata, ucapan Karl bukan sekedar ancaman palsu, video yang berisi tentang kebusukan pemerintah langsung tersebar secara luas. Para petinggi langsung panik dan ketakutan akan hal itu, rencana busuk akhirnya terbongkar di depan publik dan media internasional secara massal. Akhirnya negara yang diduduki Karl hancur dan dimusuhi oleh banyak negara,sementara Karen dan ayahnya kembali ke London dengan selamat.