Gemarnews.com, Banda Aceh – Ada anggapan dari beberapa orang masyarakat Aceh yang menyatakan bahwa serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh tahun 2021 berjalan lambat. Namun, Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA menjelaskan, jika dibandingkan dengan serapan anggaran pada periode yang sama di tahun sebelumnya, maka serapan anggaran tersebut berada pada batas normal.
Hal tersebut disampaikan oleh Muhammad MTA, saat menjadi salah satu narasumber pada acara Fokus Zoom Discussion yang mengangkat tema Ada Apa dengan Lemahnya Realisasi APBA Tahun 2021? Yang diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pospera Aceh, Sabtu (10/7/2021).
Menyangkut realisasi, hingga 30 Juni 2021, Muhammad MTA menjelaskan, bahwa target serapan keuangan Aceh adalah sebesar 30 persen. Hingga saat ini yang terserap adalah sebesar 25,3 persen atau terjadi deviasi minus sebesar 4,7 persen dari target yang sudah ditetapkan.
Sementara itu, target realisasi fisik juga terjadi deviasi minus sebesar 4 persen. Pemerintah Aceh menargetkan realisasi fisik pada Juni 2021 sebesar 35 persen, namun yang tercapai sebesar 31 persen.
Jika dibandingkan dengan realisasi keuangan tahun 2019, terjadi selisih sebesar 0,7 persen. Dan, jika dibandingkan dengan realisasi keuangan Aceh pada 30 Juni tahun 2020 sebesar 25 persen, maka terjadi selisih sebesar 0,3 persen.
“Dengan demikian, secara umum dalam konteks Aceh hal ini masih dalam batas yang normal. Namun, secara rutin Gubernur Aceh selalu menegur setiap SKPA yang tidak mencapai target. Sebab, target tersebut ditetapkan oleh SKPA sendiri,” ujar Jubir.
Dalam pemaparannya, Jubir juga menjelaskan faktor penyebab terlambatnya proses tender APBA tahun 2021. Sebagaimana diketahui, Pemerintah Aceh bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh telah mengesahkan APBA tahun 2021 pada akhir November 2020. Selanjutnya, pada 5 Februari 2021, Pemerintah Aceh memulai proses tender.
Namun pada tanggal 2 Februari, terbit Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2021, yang berisi tentang perubahan standar dokumen tender, rancangan kontrak, tata cara evaluasi dan beberapa bentuk perubahan lainnya. Poin yang membuat proses tender terhenti sementara adalah, pada Perpres 12/2021 menyebutkan, bahwa pelaksanaan lelang diatur dalam Peraturan Lembaga (Perlem) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Tak ingin realisasi keuangan jalan di tempat, sejumlah cara coba dilakukan Pemerintah Aceh agar proses tender bisa cepat terlaksana dan penyerapan anggaran bisa segera tercapai sesuai target. Pemerintah Aceh sempat berkoordinasi dengan BPKP. Namun, saran dari BPKP tetap sama, yaitu menunggu Perlem LKPP terbit, agar tidak berimplikasi hukum di kemudian hari.
Akhirnya, Pemerintah Aceh mendapatkan angin segar pada 25 Mei, yang menyebutkan bahwa Perlem LKPP akan segera terbit. Untuk mempercepat pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di lingkup Pemerintah Aceh. Gubernur Aceh langsung menerbitkan SE Gubernur nomor 602/9693 pada tanggal 25 Mei 2021 tentang Percepatan Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkup Pemerintah Aceh.
“Akhirnya, pada tanggal 31 Mei 2021 terbit Perlem LKPP nomor 12/2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia. Sesuai dengan Perlem 12/2021 ini, maka semua dokumen rekanan yang sebelumnya telah masuk dikembalikan ke SKPA untuk dilengkapi, agar bersesuaian dengan Perlem terbaru,” ujar Muhammad MTA.
Jubir menjelaskan, sejak 22 Juni lalu proses tender sudah dimulai. “Saat ini, sebanyak 241 paket pengerjaan senilai Rp 179 milir sedang tayang dan sebanyak 46 paket pengerjaan senilai Rp1,1 triliun sudah tanda tangan kontrak.”
Muhammad MTA Jelaskan Apendiks dan isu Rp 500 miliar
Sementara itu, terkait isu liar apendiks dan dana Rp500 miliar, Jubir Pemerintah Aceh itu menegaskan bahwa hal tersebut adalah isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tidak jelas sumbernya. Pemerintah Aceh memastikan hal tersebut hanya sebatas isu.
“Semua proses penyusunan program dan penganggaran di Pemerintahan Aceh dilakukan secara bersama-sama antara eksekutif dan legislatif. Apendiks tidak dikenal dalam sistem penganggaran di Indonesia. Apendiks hanyalah sebuah kode di internal Pemerintah Aceh yang diberikan untuk mempermudah kinerja. Namun segala prosesnya telah dibahas bersama dengan DPRA,” kata Muhammad MTA.
Apendiks adalah kode yang disematkan pada program atau kegiatan yang masih bisa dihentikan, jika di tengah proses pengadaan ada dokumen yang tidak lengkap. Nantinya program tersebut akan menjadi Silpa dan akan diajukan pada anggaran perubahan.
“Apendiks hanya klasifikasi biasa untuk internal pemerintahan, itu bahasa lain dari program tambahan misalnya perbaikan-perbaikan setelah evaluasi Mendagri. Namun demikian semua program itu tetap dibahas bersama DPRA, kalau tidak itu bertentangan dengan aturan,” imbuh Muhammad MTA.
Ketika pihak SKPA meminta petunjuk program-program walau sudah dibahas bersama DPRA, tetapi tidak terpenuhi dokumen, maka harus dibatalkan. Secara otomatis akan masuk Silpa dan akan dibawa ke perubahan.
Program atau kegiatan rutin dan kegiatan prioritas seperti proyek tahun jamak atau multy years contracs tidak termasuk dalam kode apendiks karena kegiatan tersebut adalah harus dan mendesak.
“Kepada SKPA terkait, Gubernur selalu menegaskan, bahwa semua pengerjaan program yang berpotensi melanggar hukum seperti tidak lengkap dokumen harus dibatalkan, karena akan merugikan masyarakat. Jika menjadi temuan, maka pengerjaan akan terhenti dan mubazir. Selain itu, para pihak terkait akan terjerat kasus hukum. Kebijakan Gubernur ini adalah salah satu bentuk perhatian dan perlindungan terhadap perangkat pendukungnya agar tidak terjerat kasus hukum,” sambung Muhammad MTA.
Terkait isu hubungan tidak baik antara Gubernur dan DPRA kurang harmonis, Muhammad MTA juga membantah hal tersebut. Jubir menjelaskan, pengesahan APBA yang diputuskan berdasarkan qanun adalah bukti bahwa hubungan antara Gubernur selaku pimpinan eksekutif dan DPRA berjalan sangat baik.
“Semua berjalan normal dan harmonis. Di masa kepemimpinan Gubernur Nova Iriansyah, setiap tahunnya penganggaran Aceh diputuskan berdasarkan Qanun Aceh, ini membuktikan bahwa hubungan Gubernur dan DPRA berjalan baik. Jika dalam reses atau dalam sebuah sidang paripurna ada anggota dewan yang menyampaikan temuan, maka itu adalah hal wajar. Ini artinya dewan menjalankan fungsi pengawasannya dengan baik dan Pemerintah Aceh tentu akan merespon hal tersebut secara baik pula,” imbuh Muhammad MTA.
Muhammad MTA optimis, dengan kontrol dan keterlibatan semua pihak, maka program pembangunan yang saat ini sedang dijalankan oleh Pemerintah Aceh akan berjalan lebih baik dan sesuai jalur.
Pemerintah Aceh mengharapkan kepada semua pihak untuk terus bisa memantau dan memberikan masukan-masukan yang konstruktif kepada Pemerintah Aceh sebagai cita-cita kita bersama dalam memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat Aceh, mewujudkan Aceh hebat. Muhammad MTA berjanji akan menyampaikan segala masukan dan sumbang saran pada kegiatan zoom meeting ini kepada Gubernur Aceh.
“Apa yang kita bicarakan hari ini, saya catat dan akan saya sampaikan kepada Pak Gubernur, karena pertemuan ini tentu banyak memberikan sumbang saran dan informasi positif yang akan mendukung tata kelola pemerintahan yang baik. Terima kasih,” pungkas Jubir Pemerintah Aceh itu. (*)