GEMARNEWS.COM , JAWA TENGAH – Setiap tanggal 13 Desember, Indonesia memperingati hari Nusantara sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada Bapak Djuanda Kartawidjaja yang telah memperjuangkan kedaulatan Indonesia sebagai Kedaulatan. Namun hari ini,
Masyarakat Pesisir khususnya Perempuan Nelayan Indonesia masih menghadapi
ancaman perampasan ruang hidup dan masih belum diakuinya identitas Perempuan Nelayan sebagai Penjaga Laut.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh Perempuan Nelayan adalah ancaman Krisis Iklim yang menyebabkan banyaknya desa Pesisir yang tenggelam. “ Sampai saat ini PPNI aktif melakukan advokasi atas desa - desa tenggelam, salah satunya yang terjadi di desa pesisir Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Kami melihat Negara sengaja melakukan
pembiaran terjadinya proyek- proyek pembangunan di Pesisir dan Pulau- Pulau kecil.
Hal ini merupakan bentuk dari perampasan yang dihadapi oleh Perempuan Nelayan.” Ujar
Masnu’ah, Sekjen PPNI.
Pada saat bersamaan, Perampasan ruang juga dialami oleh Perempuan Nelayan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Masyarakat Pesisir di Pulau Pari menghadapi pencaplokan 90% dari Pulau yang dimiliki oleh PT. Bumi Pari Raya. Asmaniah, menuturkan” setiap hari kami mengalami ketakutan, ancaman, dan kriminalisasi. Kami Perempuan Nelayan Pulau Pari hanya ingin hidup tenang, merawat Pesisir dan laut seperti Ibu kami”.
Perampasan ruang yang dialami di Pulau Pari juga terjadi di laut Jepara, Jawa Tengah dan di perairan tradisional Spermonde, Makassar. Perempuan Nelayan melihat langsung perairan tradisional dirusak oleh industri ekstraktif di bawah 12 mil.
Di hari Nusantara ini PPNI menuntut para pemangku kebijakan yang harus bertanggung jawab atas tergusurnya Perempuan Nelayan dari ruang hidupnya. Jika pemangku kebijakan berpihak terhadap Perempuan Nelayan maka pemangku kebijakan harus
melakukan hal sebagai berikut:
1. Mengakui Identitas Perempuan Nelayan sebagai subjek penting dalam menjaga
kedaulatan laut Indonesia dan aktor penting dalam rantai produksi perikanan.
2. Pemangku kebijakan segera menghentikan proyek pembangunan yang merusak dan merugikan masyarakat pesisir dan khususnya Perempuan Nelayan.
3. Pemangku kebijakan segera melakukan upaya pemulihan desa - desa pesisir yang
telah tenggelam dan menghadapi ancaman tenggelam
4. Pemangku kebijakan fokus memastikan implementasi mandat dari UU NO 7
tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak garam.
5. PPNI menuntut pemangku kebijakan untuk memasukan krisis iklim sebagai
bencana nasional. Artinya pemangku kebijakan terkait, harus memfasilitasi
anggaran dan kesiapsiagaan, mitigasi bencana.
Masnu’ah mengingatkan, “Pemangku kebijakan seharusnya tidak menghianati apa yang sudah diperjuangkan oleh Bapak Djuanda. Selama ini PPNI melihat pemangku kebijakan diantaranya KKP, KLHK, Kementerian Maritim dan Investasi sering sekali memfasilitasi
dan membiarkan perampasan ruang dan krisis iklim terjadi”. PPNI berharap momentum hari Nusantara menjadi ruang refleksi bagi kita semua untuk kembali kepada cita- cita besar Djuanda dalam memperjuangkan kedaulatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir
khususnya Perempuan Nelayan.
Wartawan : ISKANDAR