Oleh : Taufik Riswan Aluebilie
Direktur Koalisi Advokasi dan Pemantau Hak Anak-KAPHA Aceh
Gemarnews.com - Korban suatu tindak Pidana kejahatan seksual terhadap Anak, sering sekali dibuat kecewa oleh praktik-praktik hukum selama ini, penyelenggaraan hukum dalam beberapa kasus kekerasan sesuai terhadap anak di Aceh, yang ditangani melalui penerapan hukum Qanun Jinayah, condong memperhatikan bahkan melindungi hak-hak asasi tersangka, sedangkan hak-hak asasi anak atau korban kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan, dan atau Anak, banyak terabaikan.
Lemahnya penegakan hukum, atau kesulitan penerapan hukum positif yang semestinya melindungi hak-hak asasi anak akan berdampak pada lemahnya kesadaran masyarakat terhadap penghormatan dan perlindungan hak asasi Anak.
Trens kasus Kasus Kekerasan seksual terhadap anak di Aceh terus meningkat, Data SIMPONI yang dikelola oleh UPTD PPA pada DPPPA Aceh, melaporkan 697 kasus Kekerasan Seksual perseptember 2021.
Tingginya Kasus Kekerasan Terhadap Anak, dibutuhkan perhatian semua pihak, terutama pemerintah daerah, pemerintah propinsi serta stakeholder terkait, terutama pada status Darurat Kekerasan Seksual seperti yang terjadi akhir-akhir ini.
Peristiwa kejahatan seksual yang dilakukan oleh 14 Pemuda terhadap 1 korban usia Anak perempuan di Nagan Raya, Perlu penetapan Status Darurat Kekerasan Seksual, dan Bupati Kabupaten Nagan Raya harus mengambil ahli memimpin pelaksanaan langkah-langkah Perlindungan Khusus Bagi Anak.
Langkah-langkah perlindungan khusus sebagaimana diamanatkan dalam UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 yang telah diubah menjadi UU No. 35 Tahun 2014.
Ada banyak faktor yang mendorong terjadinya kekerasan terhadap anak. Selain kurangnya mendapatkan pengawasan dari kedua orang tuanya, keluarganya dan juga minimnya kesadaran masyarakat, serta kurang peran sinergi kelaboratif pemerintah dalam upaya mencegah terjadi kekerasan seksual terhadap anak, untuk itu Pemkab Nagan Raya, dalam hal Bupati harus segera memberikan Ratas (Arah Terbatas) agar masing-masing SKPK dan Instansi Terkait berkerja dalam standar layanan khusus bagi Anak korban kekerasan seksual, termasuk usia anak yang diduga sebagai pelaku.
Perhatian serius lainnya adalah terkait tingginya angkan anak-anak yang terpapar pornografi, prilaku sosial tanpa norma, minimnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi (Sex Education), serta dampak penggunaan teknologi yang tidak terdampingi oleh orang tua, serta los kontrol dari masyarakat dan pemerintah, berakibat pada mudahnya anak-anaknya mengakses film pornografi, prilaku sosial menyimpang, dan game online yang berkekerasan. []