Gemarnews.com , Banda Aceh - Saat ini Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) sedang menyusun Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Nasional (KSN) KEL, ucap Ir. T.M Zulfikar, ST, MP, IPU, aktivis lingkungan hidup Aceh, Senin (3/1/2022) di Banda Aceh.
Amanah dari UU No. 26 tahun 2007 yang telah diubah dengan UU Cipta Kerja dan pasal 123 ayat (4) Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Selain itu Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA) No 11 Tahun 2006 juga mengatur berbagai upaya perlindungan dan kelola KEL didalamnya, terang Dewan Pakar Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Kabupaten Aceh Besar ini.
Sebagaimana diubah dengan PP No 26 tahun 2008 tentang RTRW Nasional, maka sangat perlu segera ditetapkan dengan Perpres tentang RTR KSN KEL.
Menurut T.M Zulfikar, yang baru saja mendapatkan penghargaan Kasim Arifin Award Universitas Syiah Kuala Tahun 2021 menjelaskan bahwa KEL merupakan kawasan seluas 2.600.000 hektar yang terbentang antara sebagian Aceh dan Sumatera Utara. Kawasan ini terdiri dari 800.000 hektar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), dan dinyatakan sebagai lokasi warisan dunia (World Heritage Site) pada Juli 2004 yang lalu.
Lebih lanjut Dosen Konservasi Lingkungan FT Universitas Serambi Mekkah ini menerangkan bahwa ekosistem Leuser merupakan salah satu kawasan ekologis yang paling kaya di dunia.
Diperkirakan menyediakan manfaat ekologi senilai US$200 juta per-tahun dengan melindungi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berada di sekitarnya, menyediakan air bersih, dan perikanan air tawar. Leuser merupakan tempat perlindungan terakhir bagi berbagai satwa liar, terutama 4 spesies kunci di Aceh yang terancam punah, antara lain Gajah, Harimau, Badak dan Orangutan Sumatera.
Termasuk megaflora lainnya seperti Bunga Rafflesia (bunga terbesar di dunia).
“Ketika berbagai pihak disibukkan dengan upaya pelestarian dan perlindungan Leuser, disaat yang sama banyak masyatakat kita di kawasan ini yang menerima bencana, terutama bencana ekologis seperti banjir, longsor, kekeringan dan berbagai bencana lainnya yang membuat masyatakat semakin miskin. Leuser semakin terancam oleh tangan-tangan jahil yang kurang peduli terhadap upaya perlindungannya”, lanjut TM Zulfikar juga Dewan Daerah WALHI Aceh.
Kita pahami bahwa KEL adalah kawasan strategis nasional (KSN) dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap pelestarian dan perlindungan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat, khususnya di Aceh dan sebagian Sumatera Utara. Pemerintah Aceh pada akhir tahun 2018 yang lalu juga pernah menyurati Kementerian ATR agar segera memproses dan mempercepat proses penyusunan Perpres RTR KSN KEL.
Hal ini sangat penting mengingat Pemerintah dan Pemerintah Aceh perlu menyusun rencana pembangunan di KEL, sehingga perwujudan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah dapat dilaksanakan. Termasuk juga fungsi KEL dalam pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruangnya. Selain itu kita perlu juga dipastikan penetapan lokasibdan fungsi ruang untuk investasi kegiatan bernilai penting dan strategis di KEL. Dan yang terpenting juga bagaimana fungsi KEL dalam perlindungan, pengamanan, pelestarian, pemulihan fungsi kawasan, pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama di sekitar kawasan.
Untuk memastikan bahwa KEL merupakan sebuah ekosistem penting yang harus diselamatkan dan lebih setengah penduduk Aceh menetap di dalamnya, maka Rencana Tata Ruang KEL perlu segera ditetapkan dalam sebuah Peraturan Presiden (Perpres).
“Dengan demikian upaya bersama seluruh pihak dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser dapat dilaksanakan bersama-sama. Semoga dengan komitmen ini lingkungan akan terjaga, hutan lestari dan rakyat akan sejahtera sebagaimana yang menjadi cita-cita kita bersama”, terang TM Zulfikar juga Koordinator YEL Aceh dan Wakil Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Aceh.
Wartawan : Bahagia