Gemarnews.com, Banda Aceh - Ketua Forum Jurnalis Peduli Anak Aceh, Rahmat Fajri, menanggapi isu Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak (KPPA) Aceh terancam bubar karena tidak ada alokasi anggaran. Jika itu terjadi, menurutnya, menandakan Pemerintah Aceh tidak memiliki perspektif perlindungan anak.
"Jika KPPA Aceh dibubarkan akan menunjukkan bahwa sikap Pemerintah Aceh tidak serius melindungi anak di tengah darurat kekerasan seksual terhadap anak di Aceh," kata Rahmat Fajri di Banda Aceh, pada Selasa (25/1/2022).
Pria akrab disapa Bang Frank ini menilai keberadaan KPPA Aceh sangat penting sebagai komisi pengawas kinerja instansi layanan anak milik pemerintah. "KPPA Aceh ini harus diperpanjang untuk mengawasi instansi layanan anak di Aceh betul-betul bekerja, " ujarnya.
Reporter Antara ini menilai instansi layanan anak milik Pemerintah Aceh yang lain juga kurang terbuka dengan jurnalis. Informasi terkait anak di Aceh, menurutnya, lebih banyak diterima dari komisioner KPPA Aceh.
Padahal, kata dia, keterbukaan informasi mengenai berbagai isu perihal anak sangat penting agar memastikan adanya perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak.
Ia menilai perlindungan dan pendampingan anak di Aceh juga belum berjalan baik dan belum sesuai dengan tahapan yang diatur dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 1/2010 tentang Standar Pelayananan Minimal Terhadap Proses Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.
"Bahkan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak juga disebutkan hak dasar yang dimiliki anak korban kekerasan berupa pemulihan fisik dan kejiwaan. Menurut saya ini belum sepenuhnya diterima anak-anak korban kekerasan di Aceh," katanya.
Itu sebabnya, ia meminta KPPA Aceh dilanjutkan supaya pelayanan dan perlindungan anak di Aceh dapat diawasi dengan baik.
*Alasan Anggaran Tak Masuk Akal di Tengah Angka Silpa Besar*
Kepala Divisi Pengawasan Pemberitaan Isu Anak Forum Jurnalis Peduli Anak Aceh, Fahzian Aldevan, mengatakan pembubaran KPPA Aceh jangan berpijak pada alasan tidak cukup anggaran. Sebab, alasan itu tidak masuk akal di tengah angka Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) pada 2021 di Aceh diprediksi sekitar Rp 4 triliun.
"Jangan jadikan anggaran sebagai alasan pembubaran KPPA Aceh yang selama ini gencar mengawasi pelayanan berbagai kasus anak di Aceh, terutama kekerasan seksual. Itu tidak masuk akal," ujar Fahzian.
Di sisi lain, di tengah darurat kekerasan seksual terhadap anak di Aceh, Fahzian mengingatkan media dalam memberitakan isu anak harus mematuhi Peraturan Dewan Pers Nomor 1 tahun 2019 tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak. "Sehingga identitas anak baik anak sebagai pelaku maupun korban tetap terlindungi," katanya.
Sebagaimana diketahui, KPPA Aceh terancam bubar karena pemerintah belum menggelar pemilihan komisioner baru. Komisioner periode 2017-2022 bakal berakhir akhir Januari 2022. Alasan belum digelar pemilihan karena kekurangan anggaran. (*)