Notification

×

Iklan ok

Optimalisasi Gerakan Zakat dan Infak di Masa Pandemi Covid-19

Minggu, 13 Maret 2022 | 20.58 WIB Last Updated 2022-03-14T01:53:42Z

Oleh : Marzuki Ahmad, SHI., MH (Komisioner Baitul Mal Pidie Bidang Sosialisasi & Humas)

Opini - Pandemi covid-19 yang terjadi di seluruh dunia termasuk Indonesia khususnya Aceh menjadikan seluruh aktifitas terhenti. Seketika aktifitas dibuat lumpuh termasuk aktifitas ekonomi. 

Dampak dari covid-19 ini membuat banyak karyawan yang di PHK, para pengusaha mikro harus gulung tikar, para pemberi jasa transportasi online dan ofline harus menahan derita karena tidak ada yang mengorder jasanya.

Hal ini dikarenakan pemerintah membuat berbagai kebijakan untuk menghentikan rantai penyebaran virus covid-19 tersebut. Sehingga perlu adanya perhatian dari semua pihak, baik pemerintah maupun swasta terutama lembaga-lembaga sosial agar ambil bagian dalam penanganan masalah yang timbul sebab adanya pandemi covid-19 ini.

Keberadan Badan Baitul Mal sebagai rumah harta sangat banyak fungsinya salah satunya pengentasan kemiskinan dan memandirikan masyarakat miskin khususnya di tengah-tengah masa pandemi ini. 

Gerakan zakat kontemporer yang dipelopori oleh masyarakat sipil sejak 1990-an, berperan penting dan krusial dalam reinterpretasi dan reformasi pendayagunaan dana sosial Islam untuk kesejahteraan umat. 

Setelah stagnasi panjang sejak era kemerdekaan, zakat secara nasional bangkit di tangan masyarakat sipil melalui gerakan sadar zakat kepada publik secara luas, memperkenalkan pengelolaan zakat secara kolektif dan mendayagunakan zakat secara produktif.

optimalisasi pengelolaan dana sosial Islam secara professional-modern berbasis prinsip-prinsip manajemen dan tata kelola organisasi yang baik, potensi zakat nasional mulai tergali dengan dampak yang semakin luas dan signifikan.

Zakat yang semula hanya sekadar amal karitas, kini telah bertransformasi menjadi kekuatan sosial-ekonomi yang signifikan. Pandemi Covid-19 yang menghantam Indonesia sejak Maret 2020 lalu, telah menciptakan kerusakan ekonomi skala besar. 

Dalam waktu singkat, jutaan orang kehilangan pekerjaan, tidak bisa lagi melakukan pekerjaan rutin mereka. Kemiskinan-pun melonjak, dari 24,8 juta orang (9,22 persen) pada September 2019 menjadi 27,6 juta orang (10,19 persen) pada September 2020.


Di setiap krisis, semangat berbagi dan minat berdonasi masyarakat Aceh diharapkan meningkat tajam, termasuk saat ini di masa pandemi Covid-19. Di berbagai daerah, masyarakat bergerak saling membantu dan membangun solidaritas melawan dampak pandemi tanpa menunggu bantuan pemerintah. 


Sudah seharusnya Badan Baitul Mal, tampil menjadi salah satu garda terdepan dan tercepat masyarakat dalam respon bencana Covid-19 ini. 


Ada beberapa tawaran terhadap Respon Badan Baitul Mal terhadap Covid-19 secara umum terbagi dalam 3 kelompok intervensi. 


Pertama, intervensi kesehatan melawan Covid-19, mulai dari tindakan pencegahan seperti edukasi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), layanan penyemprotan disinfektan, penyediaan disinfection chamber, bantuan hygiene kit, layanan hotline psiko-sosial, dan pembagian masker, hingga tindakan tanggap darurat kesehatan seperti penyediaan APD (alat pelindung diri) dan ventilator, dukungan untuk tenaga medis, layanan ambulan untuk pasien dan jenazah, layanan isolasi mandiri dan pendampingan pasien, hingga pemulasaran jenazah.


Kedua, intervensi sosial untuk ketahanan pangan masyarakat terdampak Covid-19., mulai dari bantuan paket sembako, bantuan makanan siap saji, bantuan uang tunai, hingga mendorong ketahanan pangan melalui inisiatif kebun pangan keluarga. 


Ketiga, intervensi ekonomi, mulai dari skema cash for work dengan melibatkan pelaku usaha mikro terdampak, seperti Buruh, Ojek, dalam kegiatan respon bencana hingga menalangi hutang masyarakat miskin terdampak.  


Peran serta Badan Baitul Mal Provinsi dan Kabupaten/Kota ada di 23 Kab/Kota dalam penanggulangan Covid-19, baik LAZ berskala Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten-Kota, dipastikan adalah signifikan. Ke depan, dengan situasi pandemi yang masih belum mereda dan tidak dapat diperkirakan dengan pasti kapan akan berakhir, peran serta Badan Baitul Mal adalah krusial. 

Contoh lain terkait dengan Angka kekerasan terhadap anak di Aceh pada tahun 2020 mencapai 485 kasus. Jumlah ini belum termasuk tindak kekerasan yang tidak terdata atau tidak dilaporkan.

Dalam Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak secara eksplisit menyebutkan Baitul Mal Aceh (BMA) sebagai salah satu lembaga kekhususan Aceh yang ikut mengampu tanggung jawab ini.


“Pasal 50 Qanun 9 Tahun 2019 secara spesifik menyebut sekurang-kurangnya tugas dan tanggung jawab Baitul Mal adalah menetapkan kebijakan dan mekanisme pemberian bantuan untuk perempuan dan anak penyintas kekerasan, sesuai minat dan kebutuhan penyintas,” jelas Marzuki.


Terkait program responsif anak Badan Baitul Mal Kabupaten Pidie Khusunya sudah merealisasikan sejumlah program yang ditujukan untuk membantu kebutuhan anak penyintas kekerasan di Aceh termasuk program dari Baitul Mal Aceh.

Apalagi baru-baru sudah dilaksanakan Pelatihan Perencanaan, Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Program Responsif Anak Kerjasama Baitul Mal Aceh dengan Yayasan Aceh Hijau.


“Untuk Tahun 2021 misalnya, BMA berjejaring dengan DP3A, Baitul Mal kabupaten/kota dan berbagai LSM atau pegiat komunitas di Aceh untuk mendata dan memverifikasi perempuan dan anak penyintas kekerasan. Karena dana kita berasal dari zakat, penyintas yang kita bantu wajib memenuhi salah satu asnaf penerima zakat, yaitu berasal dari keluarga miskin, untuk Kabupaten Pidie sendiri Badan Baitul Mal Kabupaten Pidie juga telah menyalurkan Dana Infak untuk Penyandang Disabilitas. 


Merujuk pada Fatwa MUI Nomor 23 Tahun 2020 Tentang Pemanfatan Harta Zakat, Infak, dan Shadaqah untuk Penanggulangan Wabah Covid-19, pengumpulan zakat yang baik akhirnya harus diiringi dengan kinerja penyaluran yang juga baik terutama saat ini, agar dampak yang terjadi bisa diminimalkan. Khususnya Keluarga miskin terdampak sangat tinggi oleh pandemi, mulai dari turunnya penghasilan dan terganggunya kebutuhan pangan keluarga, hingga hilangnya pekerjaan, menurunnya tingkat kesehatan dan terlantarnya pendidikan anak. Selain melakukan berbagai upaya alternatif untuk bertahan (coping strategy), keluarga miskin juga banyak tertolong oleh bantuan sosial yang mereka terima.

Lembaga yang menjalankan fatwa ini adalah Lembaga Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Republik Indonesia. Untuk Aceh di sebut Badan Baitul Mal, untuk penggunaan dana zakat untuk penanganan covid-19 sudah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan. Dimana dana zakat yang disalurkan pada masa pandemi covid-19 ini membuat para penerima manfaat menjadi tertolong. Dan dana zakat yang diberikan sangat besar manfaatnya dan membawa kemaslahatan bagi korban yang terkena dampak dari pandemi covid-19, terutama dampak dari Darurat Kesehatan, Darurat Sosial Ekonomi, Pengamanan Program Eksisting.

Indonesia sebagai negara populasi muslim terbesar di dunia, umat muslim dapat memberikan peran terbaiknya melalui berbagai cara, peran tersebut diharapkan dapat mengatasi dampak yang diakibatkan oleh covid-19, yakni keguncangan ekonomi serta bertambahnya angka kemiskinan. untuk mengatasi hal tersebut diperlukannya penanganan dari semua pihak untuk memulihkan guncangan tersebut. Zakat menjadi pilihan untuk menangani masyarakat yang terdampak virus ini, bahkan MUI sudah mengizinkan  pemanfaatan  dana  zakat  untuk mengatasi pandemi Covid-19. Maka dengan adanya zakat yang memiliki potensi sangat penting dalam pandemi seperti sekarang ini, apabila pengelolaan, pendayagunaan, serta pendistribusian zakat digunakan dengan tepat sasaran dan optimal, maka akan membantu pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi pandemi. 
×
Berita Terbaru Update