Dok.foto : Prof. Dr. Gunawan Adnan, Phd.
GEMARNEWS.COM , OPINI - Sebagai salah satu kampus tertua di Aceh, UIN Ar-Raniry (UINAR) merupakan PTKIN tertua di Indonesia setelah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan UIN Syahida di Jakarta. Berangkat dari kenyataan itu, sudah sepatutnya UINAR menjadi panutan terhadap perguruan tinggi Islam lainnya.
Nama besar itu tidak hanya ditopang oleh kharisma sejarah yang panjang. Lebih dari itu, UINAR adalah satu-satunya PTKIN di Aceh yang menyandang level universitas.
Banyak yang mengatakan, bahwa ‘universitas negeri’ dianggap sebagai kampus yang berada pada masa panen, berbeda dengan PTKIN yang masih dalam jenjang STAIN dan IAIN. Adapun alasannya karena universitas dianggap sebagai puncak pencapaian suatu kampus sehingga motivasi untuk berprestasi akan memudar dengan sendirinya. Padahal itu sebuah kekeliruan besar! ‘Semakin tinggi pohon maka semakin kencang pula angin yang menerpanya.’ Ini adalah pribahasa lawas yang bermakna bahwa semakin tinggi status, maka semakin banyak cobaannya.
Saya sendiri menafsirkan pribahasa ini dengan perspektif yang berbeda, ‘semakin tinggi pohon maka semakin besar tanggung jawab dan beban yang mesti diselesaikannya.’ Ia harus kokoh, berdaun lebat, rindang, dan berbuah. Seperti kata pepatah yang lain; ‘Sebaik-baiknya pohon adalah yang berbuah,’ sebab buah adalah etnitas yang lazimnya paling nikmat dan bermanfaat. Begitu juga dengan UINAR, setatusnya sebagai universitas Islam di Aceh mesti disikapi dengan bijaksana dan kontruktif. UINAR harus melahirkan buah-buah (manfaat) dalam berbagai sudut sebagai refleksi dari sayap tridharma yang dikepakkan.
Siapapun itu, apapun posisi dan jabatannya di UINAR tidak boleh merasa berada di zona aman. Semuanya harus berfikir bagaimana memberikan kontribusi terbaik sehingga nama besar UINAR tidak berjalan di tempat. Setiap elemen di UINAR harus mampu melampaui batas dirinya guna menerebos dinding-dinding prestasi gemilang. Bila tidak, seiring berjalannya waktu, UINAR hanyalah sebuah pajangan masa lalu di tengah menjamurnya berbagai PTKIN di Aceh.
Saat ini, UINAR tengah disibukkan dengan momentum pemilihan rektor yang tengah mencapai puncaknya. Rektor sebagai leadership adalah nakoda yang akan mengantarkan UINAR ke arah yang lebih baik atau sebaliknya. Meskipun begitu, ada hal yang lebih urgen dari sosok pemenang itu sendiri. Siapapun rektornya, semua akan sama saja jika elemen di bawahnya terpecah belah karena sentiment politis.
Dukungan boleh beda, namun siapun yang terpilih harus sadar bahwa memajukan UINAR adalah kewajiban kolektif tanpa melihat siapapun oknum yang menjabat. Inilah yang disebut kedewasaan berpolitik di negara demokrasi. Apapun hasilnya, persaudaraan adalah dimensi sakral yang tidak boleh runtuh oleh pesona jabatan yang temporal. Sama seperti ketika Rasulullah Saw hijrah ke Madinah, yang dilakukan pertama kali adalah menyatukan kaum Anshor dan Muhajirin. Itu artinya, persatuan dan persaudaraan adalah fondasi utama dari terbentuknya sebuah kemajuan bangsa.
Karakter Moderat
Selain persatuan dan persaudaraan yang menjadi prioritas, adapun aspek lainnya yang dapat menjadikan UINAR sebagai pusat keunggulan adalah berkarakter moderat.UINAR harus menjadi pelopor moderasi yang rahmatan lil alamin. Artinya, moderasi beragama bukanlah sebuah produk baru melainkan nilai-nilai yang sudah diperaktekkan oleh Rasulullah Saw. Dahulu, Nabi sangat toleran. Nabi tidak melakukan diskriminasi terhadap non-Muslim yang hidup berdampingan di wilayah Islam.
Bahkan, Nabi pernah menyuapi seorang lansia non-Muslim yang buta dan tidak menyukainya. Saat menyuapi lansia itu, Nabi dihina dan dicerca karena dianggap membawa ajaran yang berbeda dari sebelumnya. Namun Nabi tidak membencinya bahkan Nabi memberikan perlakuan terbaik (ahklak) sehingga lansia tersebut merasa nyaman atas prilaku Nabi (dalam memberinya makan).
Apa yang dilakukan Nabi tersebut adalah nilai-nilai moderasi yang patut dicontoh. Bagaimana agama Islam ditebarkan melalui prilaku sosial. Ahklak adalah kunci utama suksesnya dakwah Nabi hingga saat ini. Maka tidak berlebihan jika misi utama Rasulullah Saw diutus ke muka bumi adalah untuk menyempurnakan ahklak manusia. Sebab melalui pendekatan itu akan diterima baik meskipun berbeda prinsip.
Begitu juga UINAR saat ini, ahklak dan prilaku sosial harus menjadi landasan dalam membangun sendi-sendi moderasi di berbagai aspek. Baik itu dalam pangung akademis maupun sosial-kemasyarakatan.
Saya sendiri menilai bahwa moderasi beragama adalah pilar vital yang harus ada dengan toleransi beragama sebagai produk utamanya. Lebih dari itu, bagaimana antara Muslim dan non-Muslim saling membantu satu sama lain selama tidak masuk pada wilayah praktek ibadah (aqidah). Sebagai contoh, ketika sholat Idul Fitri dan Idul Adha. Ada pihak-pihak yang berkorban (tidak ikut sholat berjamaah) karena menjaga parkir, mengatur ketertiban, dan menjadi pengaman. Andai saja moderasi beragama sudah maksimal.
Tentu bagian-bagian itu bisa diisi oleh non-Muslim dengan profesi masing-masing. Begitu juga sebaliknya, ketika non-Muslim sedang melakukan ibadah hari besarnya, tidak ada salahnya pihak Muslim yang menjaga keamanan.
Menuju PTKIN-BU
Sebagai kandidat rektor, saya yakin bahwa UINAR perlu bertransformasi dari PTKIN-BLU menjadi PTKIN-BU. Hal tersebut bukanlah mimpi indah semata, UINAR memiliki potensi untuk itu dengan menjadikannya kampus yang berorientasi pada pengembangan ekonomi kreatif. UINAR tidak boleh menjadi PTKIN konsumtif di tengah pesatnya eksistensi entrepreneur dibelahan dunia. Meskipun menyandang sebagai kampus Islam, justeru itu adalah modal penting bagaimana UINAR menjadi role model dari implementasi ekonomi kreatif berbasis syariah dan halal.
Paradigma itu saya fikir bisa digapai dengan manajemen dan pengelolaan yang baik terhadap aset-aset UINAR yang tertidur. Lahan dan properti misalnya, masih banyak yang tidak produktif dan terbengkalai begitu saja. Padahal, aset-aset itu bisa dikemas menjadi sumber penghasilan UINAR dengan membangun rumah kos, pom bensin, swalayan, dan gedung serba guna untuk berbagai acara resepsi dan pernikahan yang tengah populer belakangan ini. Selain itu, UINAR berkapasitas mendorong berbagai SDM di dalamnya untuk aktif dalam mengelola usaha travel, bengkel otomotif, doorsmer, distribusi dan produksi air mineral. Pada bagian jasa juga tidak kalah menarik, UINAR melalui elemen yang ada juga dapat membuka pusat pelatihan, bimbingan belajar (bimbel), konseling, TPA dan TPQ, konsultan politik, konsultan entrepreneur, dan masih banyak lagi.
Tentu saja, demi menuju mimpi besar itu dibutuhkan agent of change (SDM) yang unggul, kreatif dan kompetitif. SDM yang berdedikasi, serius, dan fokus dalam mewujudkan keunggulan UINAR.
Pembangunan kampus bukan hanya sebatas pembangunan fisik, material, atau peningkatan kuantitas dan kualitas aset semata, lebih dari itu adalah bagaimana mengikis habis tembok tebal yang menyekat antara kalangan akademis dan masyarakat. Uin Ar-raniry harus menjadi menara air bukan menara gading (ivory tower) yang mampu mengairi dan menghidupi wilayah dan masyarakat sekitarnya.
Ia harus dapat memberikan added values (banyak nilai tambah) kepada masyarakat (agama, negara dan bangsa), sebagaimana pernah disabdakan oleh Rasulullah Saw. bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yg paling banyak dapat memberikan nilai manfaat kepada manusia lainnya. Wallaahul muwaffiq ilaa aqwamiththariiq.
Penulis : Prof. Dr. Gunawan Adnan, Phd. Wakil Rektor I UIN Ar-Raniry Banda Aceh