Gemarnews.com, Banda Aceh - Kasus korupsi penyalahgunaan anggaran pada Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) DPRK Kabupaten Simeulue semakin jelas, sejak 14 Juli 2022 sudah diperiksa beberapa orang orang secara maraton.
Hari ini bertempatan dengan peringatan hari Adhyaksa Ke - 62 dilakukan konferensi pers terkait kasus dengan wartawan bertempat di ruang konferensi pers Kejaksaan Tinggi Aceh pada Jum'at (22/07/2022) pagi.
Adapun pertemuan tersebut dihadiri oleh Kajati Aceh, Bachtiar SH. MH yang turut didampingi oleh Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Aceh, R. Raharjo Yusuf Wibisono. SH. MH dan wartawan baik media online, cetak maupun televisi.
Dalam keterangannya, Kajati Aceh, Bambang Bachtiar, SH, MH mengatakan bahwa kasus penyalahgunaan anggaran SPPD fiktif DPRK Simeulue ini sudah ada 6 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka pada kasus tersebut yang mana berdasarkan serangkaian penyelidikan terkait penggunaan anggara APBK pada tahun 2019.
"Para tersangka adalah A (61), MEP (47), R (49), M (64) IR (35), PH (46)" jelas Bambang.
Bambang menjelaskan, perjalanan dinas pada tahun 2019 tersebut sudah dilaksanakan, namun bukti pertanggungjawaban kegiatan perjalanan dinas luar daerah berdasarkan tiket pesawat dan bill hotel fiktif Mark Up tiket pesawat dan bill hotel fiktif yang diinisiasi oleh Tersangka M yakni pada bulan Januari tahun 2021 bertempat di ruang kerjanya mengarahkan Tersangka R dengan diketahui oleh Tersangka A untuk menghubungi Saksi MRL untuk melakukan permintaan Penyediaan tiket pesawat dan bill hotel fiktif.
"Adapun biaya untuk Pembuatan tiket pesawat dan bill hotel fiktif sebesar Rp. 300.000 untuk setiap orang dalam Surat Tugas perjalanan dinas luar daerah. biaya untuk tiket pesawat dan bill hotel fiktif sebesar Rp. 300.000 dinikmati oleh Saksi MRL. Adapun Tersangka M dan Tersangka IR juga melakukan komunikasi dengan Saksi MRL untuk menyediakan tiket pesawat dan bill hotel fiktif / Mark Up tiket pesawat dan bill hotel fiktif." ucap Bambang.
"Kegiatan kursus singkat dan pelatihan berupa bimbingan teknis pada tahun 2019 telah dilaksanakan, namun bukti pertanggungjawaban kegiatan perjalanan dinas luar daerah berdasarkan keterangan Saksi SS selaku ketua umum LKPD yang merupakan penyelenggara bimtek dihubungi oleh Tersangka M, Tersangka IR, Tersangka PH, untuk membantu membuat sertifikat bimtek tanpa ada pelaksanaan bimtek dengan rincian Rp.1.000.000 sampai Rp.1.500.000 untuk pembuatan setiap sertifikat." tambah Bambang.
Pada kasus tersebut ada beberapa saksi yang turut diperiksa, mereka adalah ZD (Airport Manager Wings Air Bandara Lasikin), RN (Staff Ticketing PT. Raya Utama Travel dan PT. Runway Travel), TJ (Komisaris PT Angkasa travel, PT. Global Travel), Keterangan dari pihak hotel, SS (orang yang membuat SPJ Bimtek) dan MRL (orang yang membuat SPJ SPPD fiktif).
"Data manifes perjalanan, surat keterangan konfirmasi dari Kementerian / Lembaga / Dinas, dan LHP PKN dari BPK dan tiket serra bill hotel palsu disimpan oleh Kejati Aceh untuk dijadikan sebagai bukti" jelas Bambang.
Berdasarkan LHP Perhitungan Kerugian Negara BPK No. 25 tgl 27 Desember 2021 ditemukan kegiatan yang tidak dilaksanakan/Mark Up (konsultasi dan koordinasi ke kementerian/lembaga dan Dinas provinsi) namun anggaran tetap dibayarkan sebesar Rp. 2.801.814.016. (dua milyar delapan ratus satu juta seratus delapan belas empat ribu enam belas rupiah).
"Berdasar bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan 6 (enam) tersangka sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap Penyimpangan Penggunaan Dana APBD/APBK untuk Kegiatan Perjalanan Dinas Pada Sekretariat DPRK Simeulue Tahun Anggaran 2019 melanggar Pasal 2 Jo Pasal 3 UU TIPIKOR jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP." tutup Bambang. [C.Ricky]