Notification

×

Iklan ok

Memaknai Kemerdekaan Hakiki Dalam Momentum Muharram

Rabu, 03 Agustus 2022 | 18.28 WIB Last Updated 2022-08-03T11:28:32Z
Dok.foto Penulis : Afrizal Refo, MA
,Wakil Ketua Parmusi Kota Langsa bersama Ketua Parmusi Aceh .


GEMARNEWS.COM , OPINI - Muharram memiliki arti yang diutamakan atau dimuliakan, karena beragam peristiwa bersejarah dan sangat penting bagi peradaban, perkembangan dan kemajuan Islam, salah satunya Hijrah Nabi Besar Muhammad SAW, terjadi di bulan yang penuh rahmat ini.

Keutamaan Bulan Muharram khususnya tauladan Hijrah Nabi Besar Muhammad SAW, menyiratkan pelajaran hidup mengenai perubahan yang selalu menjadi impian dan harapan, yang seyogianya harus disertai dengan usaha dan tekad kuat dalam menjalankan amar ma'ruf nahi munkar, agar kita menjadi pribadi yang berbudi, sederhana, jujur dan istiqomah menjaga integritas sebagai hamba-Nya.

Meskipun di beberapa tempat dan daerah, terdapat peringatan tahun baru Islam 1444 Hijriyah secara sederhana. Namun, yang lebih penting dari itu semua adalah bagaimana memaknai muharram, yang di dalamnya terdapat peristiwa hijrah manusia yang Agung dan Mulia, Nabi Muhammad Saw, beserta umatnya.

Pada saat yang sama, bangsa Indonesia, beberapa hari lagi ke depan akan dihadapkan pada tanggal 17 Agustus 1945, sebagai titik keabsahan sebuah bangsa yang berdaulat ke dalam dan ke luar. Sebagai warga negara yang baik, tentu tidak ada larangan memperingati dan sekaligus memaknai kemerdekaan bagi masyarakat Indonesia.

Berjuang melawan penjajah dengan senjata, barangkali sudah selesai. Sekarang berjuang untuk mengisi kemerdekaan dengan ragam aktivitas dan sekaligus memaknai kemerdekaan di era pasca pandemi ini. Di sinilah pentingnya, bagaimana antara peristiwa bulan Muharram dan Kemerdekaan saling berdialog di satu sisi.

Di bulan Agustus 2022 ini ada dua momentum penting yang kita alami. Yang pertama adalah peringatan tahun baru Islam (Hijriyah) yang sering kita sebut dengan bulan Muharram. 

Sedangkan yang kedua adalah peristiwa kebangsaan yang diperingati sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Negera Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang ke 77.

Dua hal tersebut merupakan peristiwa yang penuh hikmah dan makna berharga jika kita renungkan sebagai bentuk syukur kita kepada Allah SWT. Keduanya menceritakan tentang sejarah yang dapat kita ambil beberapa pelajaran penting untuk diamalkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
 
Setidaknya ada dua semangat yang harus ada dalam pribadi kita sebagai umat Rasulullah SAW dan warga negara yang baik.

1. Semangat Tahun Baru Islam
Tahun baru Islam bukanlah sekedar peringatan seremonial, akan tetapi harus kita renungkan bahwa dunia ini sudah mulai tua dan pikun, umur kita juga semakin berkurang. Maka supaya kita tidak menjadi manusia merugi, kita harus sering intropeksi diri. Bulan Muharram yang menjadi awal tahun baru Hijriyah tidak ada artinya jika kehidupan kita tidak ada peningkatan alias jalan ditempat.

Ada dua Gerakan yang harus kita laksanakan didalam semangat tahun baru Islam tersebut.

Pertama, gerakan perubahan menjadi lebih baik, Kenapa saya sebut gerakan? Itu artinya dilakukan secara bersama-sama. 

Untuk melakukan kebaikan jika bisa dilakukan secara bersama atau berjamaah kenapa harus sendiri. Maka dari itu kita sebagai makhluk sosial harus mampu bergotong-royong, bersatu, bahu-membahu melakukan perubahan yang lebih baik. Sesuatu yang dilakukan bersama-sama akan terasa ringan jika dibandingkan dengan sendirian. 

Banyak hal yang bisa kita lakukan, diantaranya adalah menghidupkan kembali organisasi yang lama vakum dengan kegiatan-kegiatan sosial keagamaan.

Kedua, melakukan gerakan kepedulian terhadap sesama, serta menggerakkan segala potensi yang ada agar menjadi manusia yang bermanfaat untuk sesama. Maka, semangat Muharram harus kita gunakan untuk tetap belajar bersama dan sama sama belajar dalam menyikapi kehidupan dengan berbagai masalah dan peristiwa yang ada. 

Karena sesungguhnya setiap peristiwa ada pelajaran berharga yang Allah berikan agar kita mampu untuk merenungkan dan hakikat tujuan hidup yang sebenarnya.

2. Semangat kemerdekaan,
Kata merdeka tentu sering terdengar ditelinga kita. Namun pernahkah kita membayangkan betapa sulitnya memperoleh sebuah kemerdekaan yang haqiqi. 

Seperti halnya yang diperoleh Bangsa kita yang sebelumnya selama 350 tahun dijajah oleh bangsa lain (Belanda). Sebuah peristiwa yang penuh dengan penderitaan, penindasan, tantangan, perjuangan dan kebersamaan untuk mencapai sebuah puncak kemerdekaan yang berhasil disampaikan lewat sebuah teks proklamasi 77 tahun yang silam. 

Para pahlawan dan pendahulu kita berjuang mengangkat senjata dengan berkeringat darah dan air mata, sepenuh jiwa raga demi mendapatkan kedaulatan negara yang berkeadilan.

Setiap memasuki bulan Agustus, selalu diiringi dengan penyambutan hari kemerdekaan bangsa Indonesia yang bertepatan pada tanggal 17. Semarak menyambutnya telah terlihat dari jauh-jauh hari. Itu dapat terlihat dengan adanya spanduk, bendera, umbul-umbul, dan baliho-baliho yang bertuliskan “Dirgahayu Kemerdekaan” menghiasi jalanan.

Namun, dalam kesemarakannya, terdepat beberapa pertanyaan yang terbesit dalam benak kita; apakah arti kemerdekaan itu? Bagaimana seharusnya kita menyikapi makna kemerdekaan yang sebenarnya? Bagaimana memahami Islam dan kemerdekaan?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologi merdeka berarti bebas. Kemerdekaan artinya kebebasan. Sedangkan secara terminologi, merdeka dapat diartikan dengan bebas dari segala penjajah dan penjajahan.

Kemerdekaan juga dapat dimaknai sebagai keadaan rohani yang tidak terpaut oleh segala sesuatu yang berkenaan dengan rasa tertindas, yang menindih, sehingga dapat mempengaruhi jiwa, pikiran dan perilaku seseorang. Dilain sisi, kemerdekaan diartikan denngan keadaan hati yang tentram.

Menurut Islam, manusia adalah makhluk yang bebas/merdeka sejak ia dilahirkan. Dalam lain paradigma, manusia adalah makhluk merdeka ketika ia berhadapan dengan sesamanya. Karena manusia diciptakan oleh-Nya, maka manusia akan menjadi hamba ketika ia berhadapan dengan Rabb-Nya. Dengan begitu dapat dipahami bahwa, manusia tidak bisa dan tidak boleh menjadi budak orang lain. Perbudakan antar manusia sama artinya dengan melanggar hak Allah.

Kemerdekaan manusia dalam Islam sudah diperoleh semenjak ia dilahirkan dari rahim seorang ibu. Maka dari itu tidak dibenarkan seseorang memperbudak sesamanya atas dasar kekuasaan apapun. Pendapat inipun diimplementasikan oleh para Nabi utusan Allah melalui perintah-perintahnya kepada manusia untuk membebaskan sistim perbudakan dengan berbagai cara.

Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwa Islam memandang kemerdekaan tidak dari satu sisi saja, melainkan dari beberapa sisi yang mencangkup lahiriyah maupun batiniyah. Sehingga makna kemerdekaan yang sesungguhnya ialah ketika seseorang mampu berada dalam fitrahnya (Islam dan tauhid).

Maka dari itu, setiap individu seoserang muslim kiranya dapat memaknai arti kemerdekaan sebagai bentuk melepaskan segala sesuatu yang berkenaan dengan kesyirikan. Lalu, perlu dipahami juga adalah kemerdekaan seorang muslim ketika terbebasnya hamba dari segala dinamika kehidupan yang tidak berlandaskan atas aturan yang sudah ditentukan oleh Islam.

Islam juga memandang kemerdekaan dengan tunduk atas kuasa Tuhan dan melepaskan diri dari jeratan nafsu. Seorang hamba dapat menemukan arti kemerdekaan yang sebenarnya, jika ia mampu terbebas dari semua belenggu yang berasal dari godaan setan dan hawa nafsu, dan mengembalikan segala sesuatu kembali kepada aturan Allah

Orang yang terjerat oleh nafsu dipastikan sudah menyimpang dari jalan yang telah diberikan oleh Allah, karena ia sudah menjadi budak nafsu. Maka dari itu, memerdekakan diri sendiri dari belenggu nafsu merupakan kemenangan dan kebebasan terbesar.

Hari ini kita harus bersyukur bisa menikmati kemerdekaan tersebut. Selain untuk menghargai jasa para pahlawan dan mendoakan mereka agar kelak mendapatkan tempat terbaik disisi Nya, maka semangat kemerdekaan ini harus kita isi dengan hal hal positif.

Lalu bagaimana cara kita mensyukuri nikmat ini? Caranya yaitu kita mensyukurinya dengan hati, lisan, dan perbuatan.

Mensyukuri dengan hati yakni dengan meyakini bahwa nikmat kemerdekaan itu datangnya dari Allah SWT. Mensyukuri dengan lisan yakni dengan mengucapkan bahwa nikmat itu datangnya dari Allah SWT, bahwa kemerdekaan ini adalah hasil perjuangan dan tetesan keringat para syuhada, alim ulama, asatidz, dan para santri.

Adapun mensyukuri dengan perbuatan yaitu dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah SWT. Bukan mengisinya dengan kemaksiatan tapi justru dengan amalan ketakwaan. Maka perlu kita evaluasi bagaimana cara bersyukur kita selama ini, jangan sampai ada cara-cara keliru yang kita lakukan.

Agar seluruh aktivitas manusia dapat bernilai ibadah di mata Allah SWT seperti dalam bidang sosbud, pendidikan, ekonomi, dan politik, maka haruslah semua aktivitas tersebut diatur dengan aturan-aturan dari Allah SWT bukan dengan menggunakan aturan buatan manusia.

Maka dari itu, perjuangan kita saat ini adalah berjuang untuk bisa meraih kemerdekaan hakiki dengan dapat menerapkan aturannya dalam seluruh aspek kehidupan, sehingga kita dapat menjadikan negeri ini baldatun toyyibatun ghafur (negeri yang penuh dengan berkah dan ampunan Allah SWT).

Caranya tiada lain yakni kita sebagai umat Islam harus saling membantu dan menguatkan dalam kebenaran, bukan malah menjadi penjegal atau penghalang kebenaran.

Selain itu, kita harus siap dan ikhlas dalam mengorbankan apa pun yang ada pada diri kita untuk memperjuangkan Islam ini agar tegak di muka bumi menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam bish-shawab.

Penulis : Afrizal Refo, MA
• Wakil Ketua Parmusi Kota Langsa 
• Dosen PAI IAIN Langsa
×
Berita Terbaru Update