Oleh: Andre Vincent Wenas
Gemarnews.com, Opini - Setelah bilang tidak mau koalisi dengan yang ini atau yang itu (gerak sentrifugal, dinamika politik nasional mulai bergeser jadi gerak sentripetal (mengarah ke pusat). Ada berapa pusat? Sementara ini terpola jadi tiga.
Puan Maharani manyambangi Nasdem, maka Puan pun jadi dipertimbangkan juga oleh Surya Paloh. Apakah Anies bakal mendampingi Puan atau sebaliknya? Proses negosiasi politik belumlah usai. Malah baru mulai (lagi). Nasdem masih menyimpan dua nama selain Anies Baswedan, ada Andika Perkasa dan Ganjar Pranowo sebagai ‘pemain cadangan’. Atau malah bisa jadi kartu Joker yang bisa menganulir Anies Baswedan? Let’s see…
Koalisi Indonesia Bersatu (KIB): Golkar, PAN dan PPP mendaftar di hari baik (Rabu Pon) dan tanggal baik (tanggal 10 Agustus) sesaat setelah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) selesai urusan pendaftarannya dengan KPU. Bahkan Sekretaris Dewan Pembina PSI, Raja Juli Antoni, mengaitkan fenomena itu sebagai “tanda-tanda alam”.
Tak sampai dua minggu, malam tanggal 23 Agustus 2022 kemarin Giring Ganesha beserta Sekjen Dea Tunggaesti, Ketua Isyana Bagoes Oka dan Bendahara Umum Suci Mayang Sari didampingi pasukan Juru Bicara DPP PSI bersilaturahmi ke kantor DPP Golkar. Diterima jajaran elit Partai Golkar yang dipimpin langsung Ketum Airlangga Hartarto. Apakah ‘tanda-tanda alam’ itu sudah jadi ‘sabda-alam’?
“Kicau burung bernyanyi. Tanda buana membuka hari…” begitu lirik pembuka lagu ‘Sabda Alam’ ciptaan Chrisye yang legendaris.
Sebelumnya Prabowo Subianto dan Muhaimin Iskandar sudah saling “pamer bojo anyar neng ngarepe pacar lama”. Retaknya Batutulis serta gosongnya Nasi Goreng sudah dijawab lewat pameran kencan daftar bareng ke KPU oleh Gerindra dan PKB.
Kabar terus bertiup, dari beberapa pertemuan para petinggi mereka, PKS dan Perindo gerak cepat saling menjajagi untuk jadi pendamping Gerindra dan PKB menuju ke pelaminan politik nanti. Walahuallam. Kita doakan yang terbaik buat mereka.
Jadi, poros pertama tentu berpusat ke PDIP, yang kalau “didampingi” oleh Nasdem bakal punya kekuatan politik yang patut diperhitungkan. Tinggal siapa capres dan cawapresnya? Ini persoalan yang masih perlu dinegosiasikan.
Faktanya PDIP adalah parpol besar yang “menguasai” parlemen (lebih dari 20%) dan mendominasi eksekutif. Wajarlah kalau ‘daya tawarnya’ (sebagai parpol) lebih kuat dibanding Nasdem. Tinggallah figur (tokoh) yang bakal diajukan sebagai capres dan cawapresnya.
Ibu Megawati sementara ini masih sebagai tokoh sentral di PDIP, pastilah beliau bakal kerja keras membangun figur (ketokohan) dari Puan Maharani, putri tercintanya. Paling tidak agar jadi sekaliber Ibu Mega sendiri yang mantan wapres dan mantan presiden. Obyektifnya tentu agar Puan bisa mengimbangi aura politik Prabowo Subianto (yang sudah beberapa kali bertempur dalam kancah kontestasi pilpres).
Rencana besar politik PDIP ini mesti dimulai dari sekarang, yaitu dengan mencapreskan Puan Maharani. Mungkin ada semacam semangat ‘kejar tayang’ mumpung Ibu Mega masih menjadi tokoh sentral di PDIP. Ini sebuah ‘long-term plan’ yang strategis juga sebetulnya. Sangat bisa dipahami.
Lagi pula, mesin politik PDIP yang tentakelnya sudah merambah kemana-mana tak bisa diremehkan untuk kerja ‘profiling’ figur Puan Maharani dalam setahun ke depan ini.
Karenanya Nasdem, dalam koalisinya dengan PDIP mesti “agak tahu diri”. Walau gacoannya punya elektabilitas yang – sementara ini – lebih tinggi, namun Surya Paloh tetap mesti memperhitungkan kemampuan mesin politik PDIP itu.
Lalu KIB – PSI sebagai poros kedua nampaknya lebih sederhana peta politiknya. PSI sudah punya program ‘Rembuk Rakyat PSI’ yang mengusung sembilan (9) kandidat penerus kerja Presiden Joko Widodo, yaitu: Ganjar Pranowo, Erick Thohir, Mahfud MD, Ridwan Kamil, Andika Perkasa, Emil Dardak, Najwa Shihab, Sri Mulyani Indrawati dan Tito Karnavian. Santer terdengar di publik bahwa “pilihan Pak Jokowi” ada di dalam daftar itu. Begitu kabar burung yang ramai berkicau di twitter.
Sekedar info, sementara ini Ganjar Pranowo masih memimpin dalam jajak Rembuk Rakyat PSI itu. Disusul Erick Thohir di posisi kedua dan Mahfud MD di posisi ketiga.
Bagaimana dengan Airlangga Hartarto yang Ketum Golkar? Walau tidak termasuk dalam daftar Rembuk Rakyat PSI, namun kita semua faham bahwa Golkar dengan segudang pengalaman politiknya tahu persis tombol-tombol politik mana yang mesti mereka tekan. Bagaimana supaya bisa "tetap berkuasa" walau tidak juara dalam pemilu. Kepiawaian Golkar dalam hal ini tak perlu diragukan.
Dalam hampir setiap periode pasca orba, walau presiden dan wakil presidennya bukan dari Golkar, namun Golkar selalu ada di dalam kabinet maupun di parlemen. Dan peran politiknya pun selalu signifikan. Itu fakta dalam sejarah politik Indonesia kontemporer yang tak terbantahkan.
Lagi pula, mitra koalisinya di KIB (PAN dan PPP) masing-masing Ketumnya juga duduk sebagai anggota Kabinetnya Pak Jokowi. Dengan KIB mendeklarasikan koalisi itu sebagai penerus legacy Presiden Joko Widodo, maka PSI yang kerap dipersepsi oleh sementara publik sebagai Parpol “bayangan” Pak Jokowi pun jadi melirik. Seperti pepatah bijak yang bilang ‘Birds of same feathers flock together’.
Poros ketiga adalah Gerindra dan PKB yang kabarnya bakal didampingi PKS dan Perindo. Foto spanduk “Prabowo Subianto - Muhaiminin Iskandar For 2024” sudah ada, sehingga PKS dan Perindo tinggal tawar-menawar soal derivatifnya saja.
Begitulah tripolarisasi akibat gerak sentripetal politik menuju 2024 yang sementara ini sedang berproses. Sketsanya belum selesai memang, tapi lumayanlah.
Sebagai penutup, ada beberapa pertanyaan terakhir.
Dimana Partai Demokrat? Siapa mau terima AHY sebagai cawapres? Ada yang bisa bantu jawab?
Andre Vincent Wenas, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.