Dok.Foto Penulis : Akbar Tanjung
Gemarnews.com , Opini - Ketika kita berbicara soal politik maka tidak akan pernah terlepas dari kepentingan individu maupun golongan. Pasca reformasi kehidupan bangsa indonesia menghadapi tantangan merebaknya politik identitas yang mengedepankan golongan atau symbol tertentu guna mendapatkan pengaruh politik. Apabila hal ini dibiarkan akan mengganggu ketahanan nasional dan kualitas demokrasi di indonesia.
Fenomena ini perlu dicari solusinya, agar keran demokrasi yang ada dapat dipergunakan dengan sesuai koridor hukum di Indonesia. indonesia merupakan negara dengan masyarakat majemuk yang berideologi Pancasila, namun pasca reformasi kehidupan bangsa Indonesia menghadapi tantangan salah satunya adalah merebaknya politik identitas yang mengedepankan identitas golongan atau symbol tertentu guna mendapatkan pengaruh politik. Pada politik praktis, identitas seringkali digunakan yang jauh dari nilai persatuan dan kesatuan, digunakan sebagai alat politik baik itu untuk meraup suara dalam pemilu, mendapatkan dukungan massa maupun dalam rangka tujuan politik untuk memisahkan diri dari NKRI.
Karena pada dasarnya politik identitas merupakan fenomena politik yang menekankan pada perbedaan identitas. Tantangan berat yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah politik Identitas yang menjurus kepada disintegrasi bangsa. Demokrasi yang idealnya menampilkan diri dengan wajah yang inklusif, equal dan mengutamakan kebebasan hak sipil, justru terciderai oleh praktik-praktik politik identitas. Kondisi ini juga dapat ditemukan di Indonesia, dimana demokrasi sebagai pintu bagi kebangkitan politik identitas secara massif melalui bentuk konflik, kekerasaan dan diskriminasi terhadap kelompok lain.
Politik identitas menguat karena growing resentment, akibat pengabaian terhadap kebutuhan akan pengakuan, entrepreneur of identity, yakni peran aktor-aktor kunci yang memobilisasi dan mempolitisasi identitas. Politik identitas mengancam karena Kecenderungan membatasi ketimbang membebaskan.
Adanya ambiguitas klaim representasi dan legitimasi, berpotensi dimanipulasi oleh elit untuk mencapai kepentingannya. Fukuyama menggunakan cara pandang psikologi politik dalam melihat munculnya politik identitas. Secara naluriah, thymos adalah sifat manusia yang mencari pengakuan atas identitas untuk merasa bangga, dihormati dan lain-lain. Sementara Ishotymia adalah tuntutan seseorang untuk mendapatkan pengakuan dan perlakuan sama dengan orang lain.
Sedangkan megalothmymia adalah Ketika seseorang merasa harus mendapatkan pengakuan yang lebih tinggi dibanding orang lain. Pada akhirnya penulis ingin menyampaikan bahwa politik identitas bukan berarti selalu di konotasikan kepada hal yang tidak baik, bahwa setiap manusia pasti memiliki identitas dan kampanye yang paling efektif adalah dengan mengajak orang-orang yang terdekat, kerabat sanak dan saudara, yang jadi permasalahan nya adalah Ketika politik identitas di radikalisasi kan hingga muncul nya sikap fantisme golongan sehingga akan menjadikan saling hujat jatuh menjatuhkan dan lebih dari itu perikaian.
Solusinya Pendidikan politik perlu di gaungkan kepada setiap kontestan politik agar dapat melaksanakan politik yang bijak dan bermartabat tanpa menjatuhkan satu sama lain.