GEMARNEWS.COM ,BANDA ACEH - Fraksi Demokrat Aceh sepakat dengan catatan yang diberikan Badan Anggaran DPR Aceh, terkait belum optimalnya realisasi kegiatan pada semua SKPA. Fraksi Demokrat bahkan memperkirakan realisasi tersebut masih di bawah 40% sehingga perlu dievaluasi secara menyeluruh.
“Pj. Gubernur Aceh kiranya juga perlu melakukan evaluasi kepada kepala dinas yang kinerjanya lemah, tidak profesional, realisasi anggaran rendah dan SDM lemah,” kata Juru Bicara Fraksi Partai Demokrat DPR Aceh, Nora Idah Nita, ketika membacakan pendapat akhir Fraksi Demokrat di paripurna terkait Raqan Aceh tentang Perubahan APBA 2022, di ruang sidang utama DPR Aceh, Jumat, 23 September 2022.
Evaluasi ini dianggap perlu lantaran dapat mempercepat realisasi kegiatan dan menekan potensi besaran SiLPA pada Tahun Anggaran di masa mendatang. Selama ini, menurut Fraksi Demokrat, yang menjadi masalah krusial adalah rendahnya penyerapan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) atau SiLPA di setiap tahunnya.
“Seperti SiLPA tahun 2020 mencapai 3,96 Triliun dan SiLPA tahun anggaran 2021 mencapai 3,93 Triliun. Selain itu juga Pemerintah Aceh perlu meningkatkan sumberdaya secara mandiri dengan menciptakan sumber-sumber Pendapatan Asli Aceh (PAA) melalui Intensifikasi pemungutan pajak termasuk pemungutan piutang pajak dan mengoptimalkan peran dan kontribusi serta pengelolaan Badan Usaha Milik Aceh (BUMA),” kata Nora.
Isu penting lain yang menjadi sorotan dari Fraksi Partai Demokrat DPR Aceh adalah menurunkan angka kemiskinan, penyediaan lapangan kerja, penyediaan rumah layak huni, penuntasan pembangunan RS regional, peningkatan jalan kewenangan provinsi, irigasi hingga fungsional dan lain-lain.
“Isu-isu tersebut seharusnya menjadi fokus utama Pemerintah Aceh agar tuntas, sesuai dengan capaian dalam RPJMA,” lanjut Nora.
Selain itu, Fraksi Demokrat bahkan menilai masalah kemiskinan dan minimnya lapangan kerja, serta tingginya angka pengangguran di Aceh ibarat “penyakit kronis”. Fraksi inipun meminta pemerintah untuk dapat segera membenahi permasalahan tersebut.
“Karena itu sebagai bukti Pemerintah Aceh berfungsi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Aceh,” kata Nora lagi.
Fraksi Demokrat juga sepakat dengan temuan Badan Anggaran DPR Aceh mengenai pelayanan pada RSUZA yang dianggap bermasalah. Apalagi RSUZA berstatus akreditasi A, sehingga semua layanan kesehatan yang dianggap berat dan perlu penanganan khusus dirujuk ke rumah sakit tersebut.
“Seharusnya dengan berakreditasi A, masyarakat dapat merasakan layanan kesehatan yang memadai dan memenuhi standar pelayanan optimal. Karena dengan peningkatan layanan RSUZA, kedepan masyarakat tidak perlu jauh-jauh pergi berobat ke luar Aceh yang tentunya menghabiskan biaya besar,” kata Nora.
Fraksi Demokrat juga sepakat dengan Banggar agar pemerintah Aceh melakukan sertifikasi terhadap seluruh aset daerah. Dalam pandangan akhir fraksi tersebut, dia mengatakan, tanah Blang Padang memiliki nilai sejarah yang kuat dengan rakyat Aceh dan notabene sebagai tanah warisan Kerajaan Aceh.
“Tanah Blang Padang sebagai aset Pemerintah Aceh yang diperoleh turun temurun dari Kerajaan Aceh segera mungkin disertifikasi,” kata Nora.
Aset daerah lainnya, seperti tanah kolam renang Tirta Raya, tanah bekas Bioskop Gajah, dan aset lainnya yang berada di seluruh kabupaten/kota maupun di luar Aceh juga tidak kalah pentingnya untuk sesegera mungkin dilakukan sertifikasi. Menurutnya tujuan sertifikasi sejumlah aset Pemerintah Aceh sebagai bentuk kepastian hukum dan untuk menghindari sengketa apabila dikemudian hari ada pihak yang berupaya dan merasa mengklaim aset-aset tersebut sebagai “pemiliknya”.
Fraksi yang diketuai Nurdiansyah Alasta ini juga senada dengan Banggar DPR Aceh terkait pengelolaan aset Pemerintah Aceh dengan cara menginventarisir dalam bentuk e-digital. “Kita kira sistem kerja berbasis E-Digital dinilai lebih tertata dan efisien di era sekarang ini. Dan juga kami Fraksi Partai Demokrat DPR Aceh berharap kepada Pemerintah Aceh agar aset-aset jangan terbengkalai begitu saja, sekiranya perlu menyiapkan program pemanfaatan sehingga dapat meningkat Pendapatan Asli Aceh (PAA).”
Selanjutnya, Fraksi Partai Demokrat tetap konsisten dalam menyuarakan masalah stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak balita di Aceh. Saat ini, menurutnya, masyarakat sedang menghadapi masalah stunting akibat dampak serius tingginya angka kemiskinan di Aceh. “Berdasarkan Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, Provinsi Aceh menjadi satu dari tujuh daerah dengan kasus stunting terparah atau ketiga tertinggi angka stunting di Indonesia,” katanya.
Menurut Fraksi Demokrat, hal itu relevan dengan temuan dari Banggar DPR Aceh yang juga menyebutkan program GISA belum menyentuh subtansi kerja dalam menurunkan angka stunting di Aceh.
“Seharusnya masalah stunting dan imunisasi diselesaikan dari hulu ke hilir. Program imunisasi dan stunting Pemerintah Aceh mampu dijalankan melalui stakeholder terkait (terutama dinas kesehatan dan dinas sosial).
Pihak dinas terkait perlu memastikan warga stunting agar mendapatkan akses layanan kesehatan dan sosial dengan mudah. Secara khusus kami menginginkan Puskesmas sebagai garda terdepan pelayanan masyarakat di level akar rumput (gampong) lebih ditingkatkan kinerjanya,” kata Nora yang mengakhiri pandangan Fraksi Demokrat DPR Aceh dengan menerima Raqan Perubahan APBA Tahun Anggaran 2022 untuk ditetapkan menjadi Qanun Aceh.