Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Fakultas Fisip UIN Ar - Raniry Bansa Aceh
Gemarnews.com, Opini - Menurut data yang penulis kutip dari Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (Kementerin PPA) hingga Oktober 2022, terdapat 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia, dimana 79,5% atau 16.745 korbannya adalah perempuan.
Selain data tersebut, dapat ditegaskan dari data Kementerian PPPA bahwa KDRT juga menimpa 2.984 korban laki-laki. Oleh karena itu, laki-laki dan perempuan tidak boleh diabaikan, karena setiap orang berisiko menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Banyak sekali kasus KDRT di tahun 2022 dan peningkatannya yang sangat signifikan. Rumah tangga bukanlah arena pencabulan, melainkan tempat saling menyayangi antar anggota keluarga.
perempuan lebih rentan terhadap kekerasan?
Perempuan hampir selalu menjadi korban kekerasan, karena budaya dan nilai-nilai masyarakat kita dibentuk oleh kekuasaan patriarki, dimana laki-laki berhak menentukan kehidupan secara kultural.
Pelaku atau korban kekerasan dalam rumah tangga adalah orang-orang yang memiliki hubungan darah dengan suami dan anak-anaknya, perkawinan, menyusui, pengasuhan, pengasuhan dan bahkan pembantu rumah tangga.
Saya dapat membuat simbol stop kdrt. Karena itu mempengaruhi banyak hal yang berlawanan. Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, rumah tangga tidak berjalan di atas cinta, tetapi di atas
psikologi egois yang membara, yang menyebabkan perubahan besar ini.
Meskipun sudah diatur dalam peraturan, namun muatan kekerasan dalam rumah tangga selalu terjadi
Sesuai pasal dimasukkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 200 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) Republik Indonesia. Undang-undang tersebut memuat sejumlah undang-undang yang berkaitan dengan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga, termasuk ketentuan mengenai hukuman atau sanksi bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga.
Dan Pasal 170 KUHP tentang penyerangan dan ancaman pidana, yaitu. kekerasan terhadap orang atau barang di tempat umum, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
Berikut beberapa tindakan kekerasan dalam perkawinan, yaitu:
1. Menguasai segala urusan keuangan
2. Penghinaan terhadap pasangan
3. Pembatasan kehidupan sosial
4. Kurangnya perhatian
5. Pemaksaan hubungan seksual
6. Pemukulan atau kekerasan fisik lainnya.
Faktor penyebab KDRT, yaitu salah satunya Ketika salah satu pasangan merasakan keinginan untuk mendominasi dan mengontrol yang lain, KDRT dapat terjadi. Memainkan tangan sangat mungkin dilakukan saat kehilangan arah.
Harapan penulis pada akhir tahun 2022 dan sekarang memasuki tahun 2023 semoga kekerasan dalam rumah tangga akan berakhir. Karena dengan adanya kdrt maka fisiologi manusia terganggu dan menimbulkan trauma yang mendalam, sehingga kesehatan jiwa pun dapat terganggu.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak diharapkan dapat meningkatkan keamanan dan memberikan hukuman timbal balik kepada pelaku KDRT sehingga Indonesia terbebas dari KDRT dan menjadika keluarga aman, damai dan tentram.