Penulis : Muhammad Rissan, S.Sos
(Aktivis Kemanusiaan)
Gemarnews.com, Opini - Pemerintahan Pidie Jaya dibawah kepemimpinan Abuwa - Waled kembali mendapat sorotan publik, hal itu karena dibawah kendali duet ini pemerintahan di daerah pemekaran Pidie dinilai lambat dan tertinggal jauh dari daerah-daerah lain di Aceh. Bukan hanya Infra struktur dan pembangunan, namun juga sumber daya manusia yang memiliki skill, kompetensi dan berdaya saing pun tidak dimiliki oleh daerah ini sehingga pengelolaan tata pemerintahan di bawah kendali duet yang dijuluki sebagai Asli tergolong abal-abal, salah urus hingga salah kaprah.
Dekadensi kompetensi Pemerintah Pidie Jaya yang sangat mencolok adalah tenaga skill di bidang hukum, hal ini salah satunya dapat terlihat dari fakta dalam kasus gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Majlis Permusyawaratan Ulama (MPU) Pidie Jaya yang sedang diadili oleh Pengadilan Negeri Meureudu, betapa tidak Kuasa Pemerintah Pidie Jaya yang diwakili oleh Bagian Hukum ditolak mentah-mentah oleh Majlis persidangan, karena tidak memiliki legal standing terhadap yang diwakili di muka persidangan, tentunya ini sangat miris disamping sebagai preseden buruk terhadap tata kelola pemerintahan di Indonesia.
Sumber di DPRK Pidie Jaya yang diterima media ini juga menyebutkan bahwa terlalu banyak persoalan hukum di Pidie Jaya yang mangkrak, termasuk di Sekretariat Dewan sendiri, Sekretariat Daerah dan SKPD. Akan tetapi semua persoalan ini tertutup dengan rapi, pemerintahan Asli dikenal dengan jago menutupi masalah internal dan pencitraan secara eksternal sehingga yang muncul ke publik adalah penerima WTP, padahal indeks prestasi korupsi sangat berindikasi, penerima Award, dan sebagainya.
Walhasil, rakyat Pidie Jaya minta pemimpinnya introspeksi diri untuk tidak terlalu bergoyang dalam pencitraan, kita butuh kebenaran dan kesejahtraan dan bukan pencitraan yang menghanyutkan, pencitraan hanya berkepentingan bagi penguasa dan lingkarannya, sementara rakyat hidup dalam derita dan nestapa.