Oleh : Nazaruddin Ismail
Gemarnews.com, Opini - Sebuah keniscayaan, Hukum itu dilahirkan untuk diterapkan agar adanya kepastian dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Di belahan dunia manapun, tujuan dari hukum adalah adanya kepastian, kemanfaatan, keadilan dan ketertiban, demikian ungkapan filusuf hukum Amerika Serikat *Lon Luvois Fuller* dalam buku best sellernya * The Morality of Law* yang diterbitkan untuk pertama sekali tahun 1964 dan kemudian menjadi rujukan peradaban hukum modern termasuk Indonesia.
Ketika kita merujuk teori diatas, sangat ironi melihat pembuatan dan penerapan produk hukum Qanun oleh Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya dibawah rezim Pemerintahan sekarang. Dalam konteks ini, Filosofi pembuatan khususnya Qanun No. 4 Tahun 2014 Tentang RT/RW sama sekali tidak tercapai tujuan pembuatannya, bahkan terkesan *Qanun dibuat untuk dilanggar*, analisis ini dapat dipertanggung jawabkan.
Faktanya, hari ini di Pidie Jaya telah berdiri sejumlah bangunan gedung milik Pemerintah melanggar Qanun tersebut, demikian juga dengan bangunan milik warga disamping sejumlah Ruko yang tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Lalu pertanyaannya adalah untuk apa Qanun itu dibuat bila hanya untuk dilanggar?
Lalu, terdapat kesalahan fatal yang dilakukan Pemerintah Pidie Jaya saat ini terkait *penyerobotan hutan lindung* yang telah ditetapkan dalam RT/RW Nasional, Propinsi dan Kabupaten Pidie Jaya sendiri. Padahal Pasal 29 Qanun Pidie Jaya No. 4 Tahun 2014 telah menegaskan kawasan hutan lindung, akan tetapi miris pemerintahan "amatiran" Abuwa - Waled tidak pernah diindahkan apalagi diterapkan. Qanun menjadi mainan dan pelanggaran.
Bukan rahasia pula dimana rakyat Pidie Jaya sudah cukup gerah dengan *kebodohan* yang ada, sebagai wilayah baru hasil pemekaran dan 10 Tahun memimpin Abuwa - Waled belum mampu mewujudkan *pemetaan Ibu Kota Kabupaten dan Kecamatan di Pidie Jaya* yang representatif, bahkan yang ada indikasi korupsi dan ‘ bagi-bagi raseuki keu kroni ‘ yang saban hari semakin berindikasi, masih mau minta ‘ jatah ‘ lima tahun lagi, sungguh tak sadar diri.
Kesalahan demi kesalahan terhadap Qanun RT/RW tersebut terus terjadi tanpa peduli. Representasi rakyat pemilih di parlemen DPRK Pidie Jaya lima tahun terakhir trus bersuara dan minta direvisi qanun tersebut demi menghindari persoalan hukum di kemudian hari, tapi apalah daya mereka hanya bisa bersuara meminta peduli Abuwa - Waled, namun suara mereka sungguh tak berharga lage ta toh geuntot bak punggong leumo.
Penulis Nazaruddin Ismail (Ust. Am)
merupakan Ex. Anggota DPRK Pidie Jaya