Mahasiswi Fisip UIN Ar - Raniry Banda Aceh
Gemarnews.com, Opini - Memiliki tradisi yang unik dalam penyambutan bulan suci Ramadhan.tradisi ini di namakan dengan “uroe makmeugang”atau “meugang”.tradisi ini sudah di lakukan turun temurun sejak ratusan tahun lalu oleh para kerajaan aceh.tradisi meugang dapat di definisikan sebagai makan danging Bersama Bersama,daging yang di makan berbahan dasar seperti daging sapi,kerbau dan lain sebagainya.
Tradisi meugang ini di lakukan sekali dalam setahun yakni dalam peyambutan bulan suci Ramadhan, penyambutan hari raya idul fitri dan penyambutan hari raya idul adha.tradisi meugang ini sudah seperti kewajiban yang ada pada diri masyarakat aceh.
Jika tidak di lakukan tradisi meugang maka akan terasa hambar dan patut di pertanyakan dikalangan masyarakat aceh.hari meugang sudah menjadi wadah besar bagi masyarakarat aceh dalam meningkatkan kebersamaan dan memperkuatkan tali silaturrahmi sesama masyarakat dan keluarga.
Ada moment yang sangat mengharukan yang di tunggu-tunggu oleh sang ibu yaitu menunggu anaknya pulang ,ada Sebagian anak yang sedang berada di perantauan,atau yang sedang menuntut ilmu yang jauh dari orang tuanya.ketika hari meugang inilah menjadi moment kebersamaan.
dan juga ada Sebagian anak yang berhalangan atau terkendala untk menghadiri kebersamaan ini,tapi hal ini akan menjadi tangis haru dari hati orang tuanya,lazim setutur kata yang di ungkapkan oleh hati Nurani seorang ibu yaitu “uroe geut,buleun geut,sieu mak taguen hana metemueng rasa” yang berarti “hari baik , bulan baik,daging yang mama masak tapi tidak sempat untuk di cicipi”.hal ini sangat familiar bagi setiap orang tua yang telah sekian lama menunggu nya .
Dari mana asal mula MEUGANG?
Tradisi meugang sudah ada sejak masa kesultanan aceh Darussalam pada masa alaidin Iskandar muda meukuta alam pada tahun 1607-1636 di kerajaan aceh Darussalam.
Pada saat itu sultan sedang mengadakan acara penyembelihan secara massal dengan penyembelihan sapi/ kerbau kemudian di bagikan kepada rakyatnya dan tidak di perkenankan siapapun ia (masyarakat)sehinnga semua dapat merasakannya.
Proses atau aturan meugang ini juga telah tercantum dalam qanum meukuta alam al-asyi (undang-undang kesultanan) tata cara pelaksanaan meugang di masa kesultanan yaitu mendata seluruh rakyatnya,baik itu kurang mampu dan di sertakan dengan anak yatim piatu.sehingga data tersebut di rilis Kembali dan di tujukan ke siapa yang lebih berhak untuk mendapatkannya.
SARAH SALSABILA mahasiswi ilmu administrasi negara FISIP UIN AR-RANIRY ,beranggapan bahwa tradisi ini mengajarkan akan nilai-nilai sosial dalam berinteraksi dalam lingkungan. sehari-hari,dan juga untuk mempereratkan tali silaturahmi sesama umat muslim.
Meskipun, tidak ada anjuran dalam islam itu sendiri dalam melaksanakan tradisi ini ,masyarakat juga menganggap sebagai tanda rasa penyambutan kepada bulan suci Ramadhan dan juga rasa tanda penghormatan kepada para leluhur yang telah memperjuangkan agama islam.
Sehingga proses adat dan budaya yang terus menerus berkembang di kalangan masyarakat aceh sebagai simbol penting dalam berkehidupan masyrakat aceh dalam penyambutan bulan Ramadhan. []