Aparatur Gampong & Pemerhati Sosial
Gemarnews.com, Opini - Ada dua aktivitas yang sering dilakoni seorang Muslim kala Ramadhan tiba ; puasa dan tidur. Gambaran ini sering kita jalani, alami dan amati dalam keseharian di bulan suci itu.
Umumnya bagi yang berpuasa. Di siang hari kala rasa dahaga lapar menyerang, membuat lambung menggeletar hebat, terlebih bila "lupa" sahur. Sering mereka melakukan satu aktivitas metafisis yang pasti dialami bani adam sepanjang sejarah eksistensinya di muka bumi ini ; Tidur.
Ragam Potret Tidur
Iya, tidur adalah keniscayaan insan. Kebutuhan mendasar bagi tiap manusia tanpa melihat latar belakang agama, ras, bahasa dan warna kulitnya. Yang berbeda adalah ornamen ruang dan durasi waktu tidurnya saja.
Ada orang yang butuh suasana hening untuk bisa tidur, tanpa cahaya lampu, beralaskan bantalan empuk dalam ruangan lebar beralaskan marmar. Di depan layar Tv jumbo lebar dan ditemani perkakas mesin pengatur suhu kamar bernama AC.
Begitu kira-kira langgam ornamen tidurnya kaum borjuis dan para pesohor yang butuh aura ketenangan ekstra usai lelah berjibaku dengan dunia materialis-hedonis- kapitalistik.
Masuk dalam golongan ini kaum jet set, selebritis kakap, para oligarki, petinggi negeri, konglomerat kaya, olahragawan populis, raja-ratu yang masih bertahta dan para pemuja dunia lainnya.
Umumnya mereka baru bisa lelap tidur tengah malam. Ada yang baru bisa tidur usai minum pil penenang akibat insomnia akut. Michael Jackson satu contohnya, jelang hari-hari kematiannya dia terendus kecanduan mengkonsumsi Obat Bius Propofol pemantik tidur.
Sementara tidurnya seorang Rasul paling agung Muhammad bin Abdillah 14 abad lalu cukup beralaskan anyaman tikar berisikan daun pelepah kurma, satu bantal ganjalan kepala, sebuah ranjang kayu di bilik sederhana di sisi Masjid Nabawi.
Begitu elok dan berkualitas tidurnya, dalam mimpi tidurnya beliau juga sering diilhamkan ayat-ayat suci Al-Quran. Matanya terpejam, hatinya tidak pernah tidur. Begitu ungkapan tidur Sang Nabi dalam Kitab al-Wafa' bi Ahwal al-Mustafa karya Abu Al-Farraj ibnu al-Jauzy.
Pernah, sketsa ruangan tidur Sang Nabi membuat air mata menetes deras di pipi Umar bin Khatab ketika melihat beliau sedang berbaring di ranjang yang sangat jauh dari kesan mewah.
Umar berucap "Wahai Rasulullah, engkau penghulu alam kesayangan Tuhan namun tempat tidurmu begitu sederhana sangat jauh berbeda dengan tempat tidur mewahnya Kaisar Persia dan Raja Romawi".
Sang Nabi hanya menjawab singkat "Tidakkah engkau ridha bahwa Allah sudah menyiapkan bagi kita yang lebih baik di akhirat dari pada apa yang mereka miliki di dunia saat ini?".
Umar pun jadi sadar dan mengerti. Kelak potret sederhana tidur Nabi selalu Umar tirui terlebih sejak dia jadi Khalifah menggantikan Abu Bakar, sahabat terbaik Nabi.
Suatu hari kala siang, Umar hendak ditemui oleh sekelompok Diplomat luar negeri yang ingin beraudiensi. Tak dinyana, mereka diarahkan oleh penyambut tamu khalifah untuk menjumpai umar di suatu area kebun terbuka di Kota Madinah nan suci.
Betapa terperanjat jiwa, terbelalak bola mata mereka. Seorang Umar, Khalifah di Madinah penakluk Persia Iran, Irak dan Syam sedang rebahan menghela ritme nafas, lelap tidur siang diatas tanah pasir, dibawah pohon rindang dan seorang diri. Tanpa pengawal, tanpa makanan, tanpa minuman, tanpa permadani.
Begitulah Umar bin Kattab, sang pemberani berhati suci berkarakter tegas menjalani momen tidurnya dengan murah dan berkah, tak butuh banyak prasyarat dan prasarana mahal untuk sekedar nyenyak dalam lakon tidurnya.
Maka ikut hematlah anggaran negara di kas Baitul Mal Kota Madinah masa itu untuk biaya operasional pemerintahan Khalifah Umar.
Ada tidur biasa, ada juga tidur yang tidak biasa. Tidur tidak biasa juga diceritakan Al-Furqan (Sebutan lain dari Al-Quran) 14 abad lalu yaitu tidurnya Ashabul Kahfi dan Nabi Uzair, nabinya Umat Yahudi.
Bila Ashabul Kahfi tidur selama 309 tahun di dalam suatu gua (QS. Al-Kahfi ; 25). Maka Nabi Uzair tidur 100 tahun lamanya (QS. Al-Baqarah ; 259). Ajaibnya, mereka hanya merasakan tidur sehari atau setengah hari saja.
Disinilah sisi sains kelak membuktikan secara ilmiah bahwa "lorong waktu" itu berkemungkinan benar adanya lewat teori Black Hole. Seperti para Malaikat butuh waktu satu hari yang sebanding dengan 50.000 tahun kehidupan dunia kita untuk berjumpa melaporkan kondisi penghuni dunia pada Allah. (QS. Al-Ma'arij : 4).
Dan Rasulullah Muhammad Al-Mustafa dalam suatu teori sains disebut mengalami proses "nihilisasi" melebur dalam kecepatan cahaya malaikat Jibril menembus tempat tertinggi Sidratul Muntaha berjumpa Allah hanya dalam hitungan beberapa jam saja di malam hari. Menjemput hadiah kewajiban shalat lima kali sehari, medium teragung penerang hati seorang Muslim.
Tidak ada yang berat dan susah bagi Allah. Dia berbuat sekehendakNya semudah Dia menciptakan Adam tanpa ayah-ibu atau menciptakan Nabi Isa tanpa pernah ibundanya Maryam "disentuh" oleh pria manapun.1
Tafsir Puasa & Tidur
Bila ditilik dari perspektif fisika. Baik puasa maupun tidur sama-sama ditafsir dalam bahasa Arab Lughawi mengandung aktivitas "Imsak" yaitu menahan diri dari melakukan sesuatu.
Manakala Puasa menahan diri dari hal-hal yang membatalkan syarat sahnya yaitu aktivitas fisik-biologis berupa makan, minum, hubungan seksual dalam waktu tertentu dari fajar sampai terbenam padamnya sinar matahari di ufuk senja dari permukaan bumi.
Maka tidur adalah aktivitas menahan dirinya seorang bani adam dari gerak sadar di atas bumi berjalan kesana kemari tanpa batas waktu tertentu.
Kenapa tertahan? Karena dalam tidurnya, "Roh" manusia itu ditahan oleh Allah. Yang terbangun, artinya Allah lepaskan lagi Rohnya. Sementara yang akan mati Allah tahan/tarik rohnya selamanya dari badannya.
"Allah memegang jiwa orang ketika matinya dan Allah memegang jiwa orang yang belum mati ketika tidurnya. Maka Dia tahanlah jiwa orang yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang telah ditetapkan" (QS. Az-Zumar ; 42)
Di ayat tersebut, Allah menahan roh/jiwa (nafs) dengan memakai bahasa "yumsiku". Dalam tashrif (gramatikal) bahasa arab susunannya terdiri dari
"Amsaka - Yumsiku - Imsaakan". Barangkali di sinilah irisan antara Puasa dan Tidur secara lughawi dan leksikal. Sama-sama mengandung muatan aktivitas imsak (baca ; menahan diri).
Korelasi Puasa & Tidur
Ada satu hadis terkenal dan masyhur di kalangan umat muslimin, bahwa di bulan Ramadhan tidur pun menjadi ibadah. Hal ini berasal dari Hadis Nabi
"Tidurnya orang puasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan dan dosanya diampuni" (HR. Baihaqi)
Titik tekannya bukan pada aktivitas tidur. Tapi lebih pada status orang yang tidur itu sendiri yaitu orang yang sedang berpuasa, terlebih tidurnya di bulan Ramadhan. Tidur bisa jadi ibadah bila memang diniatkan untuk melepas lelah dalam rangka recharge ulang energi untuk beribadah.
Begitu juga bila tidur jadi sarana untuk menghindarkan diri dari hal-hal kotor dan tidak bermanfaat selama bulan Ramadhan misalnya ; main game, melototin gagdget sepanjang hari, ngerumpi ghibah sana-sini, jelalatan melihat aurat lawan jenis penuh birahi dan seabrek aktivitas syaitani lainnya.
BIla itu terjadi, maka tidur justru lebih baik, malah bernilai ibadah karena jadi sarana (wasilah) untuk dimensi ibadah itu sendiri yaitu menjaga diri dari hal ihwal yang mengotori nurani.
Hal ini sesuai dengan salah satu ungkapan dakwah Gus Baha yang wara-wiri di media digital kiwari "Di jaman serba penuh fitnah ini, tidur malah bisa jadi tirakat (metoda) untuk menghindari maksiat". Nah, maka tidurlah bila itu untuk menghindari maksiat dan mencari berkah.
Namun, bila tidurnya selama Ramadhan sepanjang hari sampai terlewatkan shalat apalagi sampai sengaja meninggalkannya malah tidur itu jadi berdosa karena menyebabkan mudharat berujung kualat.
Kualat karena meninggalkan shalat, walaupun berpuasa pastinya akan tiada berpahala karena shalat itu tiang agama. Bila tak ada tiang maka runtuhlah perisai/dinding puasa itu. Tak bermakna, sekadar dahaga dan lapar jua.
Mereka yang banyak tidur di siang hari bulan Ramadhan dinasehati oleh Imam Al-Ghazali "Sebagian dari tata krama puasa adalah tidak memperbanyak tidur di siang hari, sehingga seseorang merasakan lapar, haus dan lemahnya kekuatan. Dengan demikian hati akan menjadi jernih" (Ihya Ulumuddin. Juz 1. Hal 246).
Maka cukupkanlah tidur seperlunya untuk jadi sarana memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan mulia. Jangan tidur sebanyaknya, sehingga sedikit waktu beribadah kehilangan pahala.