Gemarnews.com, Opini - Nasir Jamil dalam diskusi “Bongkar Mafia Tambang di Aceh” yang diselenggarakan oleh Forum Jurnalis Lingkungan tanggal 9 Maret 2023 di Banda Aceh, menyatakan kebijakan pertambangan perlu dikaji ulang dan dibutuhkan keterlibatan masyarakat untuk membasmi mafia pertambangan. Pernyataan Nasir Jamil yang juga anggota Komisi III DPR-RI, sangat relevan dengan situasi actual iklim pertambangan secara nasional khususnya di Aceh.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa dalam diskusi tersebut tidak secara gamblang menunjuk batang hidung “siapa sesungguhnya mafia tambang itu” dan bagaimana solusi menghadapi para mafia tambang. Kita harus berani jujur dan transparan untuk mengatakan bahwa regulasi ivestasi pertambangan minerba yang berlaku saat ini secara nasional, adalah bentuk pengingkaran dari pasal 33 UUD 45, faktanya jelas para investor minerba telah memiskinkan asset sumber alam Indonesia dan rakyat Indonesia. Lantas siapa sesungguhnya mafia minerba, tidak lain adalah para investor swasta dan asing di bidang pertambangan, pejabat yang terkait serta oknum aparat hukum dan
keamanan yang membackup kegiatan tersebut.
Mari kita buka bagaimana Pasal 33 UUD 45 ditabrak oleh kebijakan investasi pertambangan minerba, saat ini para investor memiliki kekuasaan yang amat besar atas asset sumber alam, sehingga mereka dengan leluasa bisa menjaminkan asset sumber alam kita untuk mendapatkan modal, lalu mereka beroperasi mengeruk kekayaan alam kita, kemudian menjualnya. Sementara kita hanya mendapat pajak dan retribusi yang jumlahnya amat kecil dan dana Corporate Social Responsibility yang juga amat kecil.
Oleh sebab itu di daerah-daerah dengan kandungan sumber kekayaan alam yang melimpah, pasti rakyatnya melarat dan terjadi kerusakan lingkungan yang dasyat. Rakyat selaku pemilik warisan kekayaan sumber alam hanya jadi penonton dan objek dari pembangunan.Sekarang saatnya kita lawan atau jika perlu kita lakukan class action terhadap regulasi investasi pertambangan yang hanya menyuburkan praktek mafia minerba. Sudah saatnya memposisikan para investor pertambangan minerba sebagai Kontraktor Tambang yang bekerja mengangkat kekayaan alam kita ke permukaan, karena hasil tambang adalah milik negara dan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat.
Diharapkan Aceh dapat menjadi pelopor pertambangan minerba berbasis syariah (bagi hasil) dengan nama Mawah Minerba.Konsep regulasi Mawah Minerba sesungguhnya sedang disusun oleh Kakanwil Pajak Aceh dan dibarengi dengan proyek percontohan dilaksanakan oleh salah satu investor pertambangan di Aceh Tengah yang saat ini baru pada tahap memperoleh ijin. Regulasi Mawah Minerba menjamin keterlibatan penyertaan modal masyarakat yang berada disekitar lokasi tambang serta penyertaan modal UMKM dan Koperasi ASN, TNI dan Polri maupun Perusda dan koperasi rakyat lainnya.
Khusus penyertaan modal masyarakat akan dibebankan kepada investor yang jumlahnya akan diatur dalam peraturan.Konsep Mawah Minerba tentunya akan mengeliminir terjadi konflik social yang terjadi antara masyarakat dan investor. Terpenting adalah kehadiran proyek pertambangan dapat mengangkat ekonomi masyarakat, sebagaimana semangat Pasal 143 UU Pemerintahan Aceh Tahun 2006 yang berisi “Pembangunan Aceh dan kabupaten/kota dilaksanakan secara berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kemakmuran rakyat.”
yang relevan dengan pasal 33 UUD 45 yang mengandung nilai kesejahteraan dan rasa keadilan. Pada kesempatan ini, dihimbau kepada para mafia tambang untuk segera bertobat, karena sesungguhnya kalian hanya kontraktor tambang yang mengerjakan proyek tambang milik pemerintah dan rakyat Aceh . Bukan saatnya lagi menikmati sendiri kekayaan alam Aceh, karena sesungguhnya keuntungan yang kalian peroleh, ada bagian hak milik pemerintah dan rakyat Aceh. []