Notification

×

Iklan ok

Hakekat Berpolitik Bagi Seorang Muslim, Untuk Menjaga Umat dan Syariat Islam

Rabu, 19 April 2023 | 13.26 WIB Last Updated 2023-04-19T06:26:54Z
Dok foto Penulis : Dr.Ainal Mardhiah, S.Ag, M.Ag .



GEMARNEWS.COM , OPINI - Melihat perjalanan sejarh dan Fenomena yang terjadi di berbagai belahan dunia saat ini, jika yang berkuasa itu seorang muslim, baik di tingkat daerah,  nasional, maupun International, orang-orang non muslim yang berada di bawah kepemimpinan orang-orang Islam,  mereka aman, damai, terlindungi. 

Namun sebaliknya kita lihat, umat Islam yang berada di bawah penguasa non muslim harus bertaruh nyawa,  harta, jiwa raga untuk dapat bertahan hidup.  Ini adalah kenyataan yang sering kita lihat dan kita  dengar, sangat sedih,  sangat melukai hati dan perasaan orang-orang muslim dimanapun mereka berada. 

Dengan demikian dapat kita lihat,  betapa pentingnya orang-orang Islam itu berpolitik,  bahkan menurut saya, berpolitik bagi umat Islam itu wajib hukumnya. 

Mengingat ada banyak pelajaran sejarah,  negara-negara yang dulu mayoritas muslim,  kemudian berjalan waktu,  menjadi negara yang  minoritas muslim, itu disebabkan umat Islam yang ada dikancah  politik sibuk mengurus tujuan politik partai masing-masing,  lupa dengan tujuan utama,  bahwa berpolitik bagi seorang muslim, "untuk menjaga umat dan syari'at Islam" 

Penyebab lain adalah, umat Islam buta politik,  umat Islam tidak peduli dengan politik,  umat Islam tidak mau terlibat dalam politik,  umat Islam menganggap politik itu kotor,  jadinya umat Islam berusaha menghindari politik praktis. 

Oleh karena itu tidak berlebihan jika kita katakan,  wajib ada sebagian muslim yang terlibat dalam politik praktis, untuk "menjaga umat dan syari'at Islam". Lebih ekstrem lagi  menurut pendapat saya, silahkan umat Islam berada di partai mananapun, termasuk partai politik yang bukan partai Islam. 

Tidak menjadi masalah, dipartai menapun seorang muslim berkiprah, karena partai bukan tujuan,  tapi kendaraan untuk bisa ke tujuan yang sebenarnya yaitu "menjaga umat dan syari'at Islam".  Tidak masalah, dipartai non muslim sekalipun "selama bisa membaur, tidak terbaur" karena yang terpenting apa yang bisa dilakukan nya untuk "menjaga umat dan menjaga Syari'at". 

Jika seorang muslim berada di partai yang bukan partai Islam,  ia dapat mewarnai,  dapat menjadi da'i, bisa menjadi teladan yang baik, dengan akhlak yang baik sebagai seorang tokoh atau figur politik. 

Tidak masalah seseorang memperjuangkan tujuan partai yang mengusungnya, namun tujuan utama seorang muslim berpolitik adalah "Untuk Menjaga Umat Dan Syariat Islam". Partai hanya kendaraannya, bonusnya gaji, fasilitas,  dan lain-lain yang berhak mereka dapatkan dengan posisi yang dimilikinya.  

Yang sangat di sayangkan,  jika melihat praktek politik dilapangan, pemeran politiknya adalah umat Islam,  tapi nilai-nilai Islam tidak di bawa bersamanya dalam berpolitik.  Mereka yang berpolitik itu curang,  mengedepankan sogokan, olah-mengolah dalam berpolitik, membohongi rakyat setelah menjabat dengan janji politiknya agar rakyat memilih, setelah terpilih mereka lupa bahwa janji itu hutang, sehingga yang terjadi kemudian masyarakat melihat politik itu kotor, citra politik menjadi buruk, dan negatif. 

Terlebih lagi, jika melihat orang-orang yang terlibat dengan dunia politik,  ketika butuh rakyat (ketika kampanye) mereka hadir bersama masyarakat,  ketika sudah menjabat mereka lupa dengan orang-orang yang sudah memilihnya, lupa dengan orang-orang yang sudah berkorban untuknya, lupa dengan tujuan orang-orang yang memilihnya. 

Ketika mereka sudah berkuasa, sudah duduk di parlemen, kepentingan rakyat,  kepentingan umat Islam, terutama "untuk menjaga umat dan syariat" tidak menjadi perhatian penting. Ketika pemilihan dilakukan, umat Islam yang memilihnya, ketika sudah sampai di parlemen kepentingan umat Islam terlupakan. 

Apakah ini suatu pertanda bahwa orang-orang yang kita pilih untuk duduk di parlemen atau yang berkuasa, bukan orang yang memiliki loyalitas terhadap Islam? Apakah orang-orang yang duduk di parlemen atau yang berkuasa tidak memahami bahwa berpolitik bagi seorang muslim "untuk menjaga umat dan syari'at Islam?", meski tidak bisa di pungkiri mereka berhak medapat bonus dalam bentuk jabatan,  ketenaran,  materi dan fasilitas lainnya. 

Apakah,  mereka yang duduk diperlemen atau yang berkuasa adalah orang-orang yang ingin mencari nafkah karena selama ini kehidupan mereka serba kekurangan? Atau  ingin mencari penghidupan  yang lebih baik, karena tidak memiliki pekerjaan yang tetap? Atau orang-orang yang duduk di parlemen adalah orang yang tidak cukup secara keilmuan untuk bisa berfikir untuk kepentingan umat dan syariat Islam. Atau mereka yang duduk di parlemen atau yang menjabat hanya untuk mengumpulkan materi dan ketenaran. 

Hal ini, penting menjadi perhatian umat Islam,  karena "Politik Bagi Umat Islam Untuk Menjaga Umat Dan  Syariat", sehingga umat Islam tidak menjadi tamu di rumah sendiri,  sehingga umat Islam tidak menjadi minoritas secara kuantitas dan kwalitas nantinya. 

Meski dari sekarang sudah nampak kita lihat bahwa umat Islam mayoritas,  namun minoritas dalam kualitas untuk bisa bicara dan bisa berbuat dipanggung  politik,  untuk menjaga umat untuk membuat masyarakat sejahtera. Banyak umat Islam yang duduk di kursi dewan atau yang berkuasa,  namun sedikit dari mereka yang dapat menghadirkan kebijakan  "untuk dapat menjaga umat dan menjaga syariat Islam, untuk mensejahterakan rakyat,  hanya sedikit yang punya kepedulian yang tinggi terhadap rakyat dan umat Islam yang sudah memilihnya. 

Banyak permasalahan umat,  yang membutuhkan kehadiran mereka yang berkuasa, hadir secara fisik dengan tindakan tegas dan nyata  atau hadir dalam bentuk kebijakan untuk menjaga dan membela umat. 

Sebagai contoh " perkembangan narkoba semakin hari,  semakin merajalela, membeli narkoba sudah sama seperti membeli rokok, banyak remaja, orang tua, sudah terjebak narkoba, ganja.  Karena begitu mudahnya saat ini mendapatkan ganja dan narkoba, tentu ini pelan- pelan tapi pasti, dalam waktu dekat,  generasi Islam akan hancur. 

Contoh lain, disetiap kafe, di waktu shalat,   generasi muda, generasi tua, menghabiskan waktu di diwarkop,  di kafe untuk main judi on line, untuk main game atau lainnya, sampai mereka kehilangan waktu shalat, tidak bekerja untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, lalu mesjid-mesjid kosong,  kafe-kafe penuh sepanjang waktu, adakah  ke khawatiran yang dituangkan oleh penguasa di legislatif maupun eksekutif untuk membuat aturan atau tindakan tegas, terhadap urusan tersebut? 

Lalu sekarang ini, kita mendengar adanya LGBT merajalela lela di negeri Syari'at Islam,  kita berharap ada tindakan nyata,  dari yang berkuasa untuk ikhtiar menjaga generasi,  menjaga negeri ini dari murka Allah SWT. Karena kelompok LGBT ini, anggotanya ada dalam jumlah  ribuan dan ada hampir disetiap sudut daerah.  

Lalu, hasil penelitian saya terbaru tahun 2022,  banyak terjadi perceraian di Aceh,  padahal Aceh adalah daerah syariat Islam. Jika rumah tangga hancur,  generasi akan banyak yang rusak,  lalu bagaimana negara bisa kokoh,  jika di topang oleh generasi seperti ini. Kokohnya negara,  karena keluarga yang kokoh,  keluarga yang sehat akan lahir generasi penerus bangsa, yang mampu menjaga agar negeri ini kokoh,  makmur dan tenteram InsyaAllah. 


Apa yang bisa dilakukan oleh orang biasa, tentu sangat terbatas,  tentunya perlu hadir para penguasa negri,  para dewan terhormat dalam hal ini. 

Kita berharap hadir para penguasa dan dewan yang kita hormati, hadir secara fisik atau hadir dalam bentuk kebijakan atau tindakan tegas,  sebagai rasa kekhawatiran, dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat. 

Untuk apa sebenarnya kita pilih pemimpin,  dan dewan, tujuannya tidak lain adalah "untuk dapat menjaga umat dan syari'at Islam dari segala hal yang hendak menghancurkannya, untuk dapat memikirkan kepentingan masyarakat " 

Untuk apa kita pilih pemimpin dan dewan, untuk dapat berfikir tentang bagaimana mensejahterakan rakyatnya, sebagaimana yang mereka janjikan pada masa sebelum berkuasa ( masa kampanye). 

Ini janji seorang muslim, ini amanah rakyat yang memilihnya,  bagi seorang muslim janji adalah hutang  yang harus di bayar tentunya.


Penulis : Dr. Ainal Mardhiah, S.Ag, M.Ag, Dosen Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Ar-Raniry
×
Berita Terbaru Update