GEMARNEWS.COM , OPINI - Mengenang salah satu pesan yang pernah disampaikan oleh Allahyarham alm. Prof Farid Wajdi Ibrahim, “Menyo ta tèm ayon ngen ta antök, lam bak jok itubiet sira. Menyo taduek metumpok-tumpok sampe puteh oek han kaya-kaya”. Singkat, tapi maknanya luas dan elegan. Sebuah nasehat yang mengingatkan betapa pentingnya memiliki rasa untuk arah masa depan yang lebih baik. Tentu dengan semangat dan tekad yang berani, jauh dari frasa gengsi.
Pemuda merupakan bagian penting dalam masyarakat dan memiliki peran yang sangat strategis dalam membentuk masa depan bangsa. Pemuda sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam pembangunan nasional. Pada sisi yang lain, pemuda juga dipandang sebagai anak panah yang melesat kedepan. Terlebih Indonesia akan menghadapi puncak bonus demografi pada tahun 2030 mendatang. Itu berarti, jumlah penduduk produktif akan mencapai jumlah tertinggi. Sedangkan generasi tua akan "fade away" atau menghilang.
Faktor pendidikan adalah kunci paling ampuh untuk mengubah banyak hal. Hal ini akan menjadi kemampuan pemuda dalam menyaring informasi apa saja yang mereka terima. Di Aceh sendiri setiap tahunnya lahir beragam lulusan sarjana dari berbagai wajah akademik dan universitas. Tentu ini menjadi salah satu "positive vibes" dalam membentuk kualitas SDM rakyat Aceh itu sendiri.
Namun dari sudut pandang yang lain, penting untuk kita cerna bagaimana peluang dan kesempatan kerja pasca menjadi seorang sarjana. Ada banyak hal yang menentukan seorang pemuda akan mampu bersaing atau tidak, mampu mengubah keadaan atau tertinggal dalam eksistensi sosial. Apalagi era sudah berubah di mana gelar tak menjamin kompetensi.
Memahami persoalan ini, penting bagi kita pemuda untuk terus berkreasi sekaligus berinovasi dalam menciptakan karya-karya, berani menjadi pengusaha maupun menjadi seorang petani yang milenial. Sebagai yang dominan, kaum muda tentu memegang peranan penting di era bonus demografi. Generasi ini akan menguasai roda pembangunan khususnya di bidang ekonomi. Dalam rentang usia produktif ini, sudah tampak bahwa kaum muda dimotori oleh milenial.
Seorang Ilmuwan Amerika bernama David McClelland, pernah menjelaskan bahwa suatu negara disebut makmur jika mempunyai jumlah wirausahawan minimal 2% dari jumlah penduduknya. Namun, saat ini jumlah pengusaha Indonesia hanya 0,24% dari jumlah penduduk. Jika jumlah penduduk Indonesia sekitar 240 juta, maka negeri ini membutuhkan setidaknya 4,2 juta pengusaha untuk mencapai minimal 2% jumlah usahawan.
Sektor yang hingga kini dipercaya dapat menopang pertumbuhan ekonomi adalah ekonomi digital. Keberadaan ekonomi digital ditandai dengan menjamurnya perkembangan bisnis serta transaksi dan aktivitas perdagangan yang memanfaatkan medium internet dalam berkomunikasi antar perusahaan ataupun individu satu ke lainnya. Ekonomi digital dipercaya oleh banyak kalangan dapat menjawab berbagai tantangan pembangunan dan perekonomian Indonesia yang hingga kini belum stabil.
Bentuk ekonomi ini hadir dengan inklusif, dan memberikan banyak kesempatan di saat empat era ekonomi pendahulu sebelumnya, yakni masyarakat pertanian tradisional, era mesin pasca revolusi industri, era perburuan minyak, dan era kapitalisme dari korporasi multinasional, yang dianggap belum ampuh untuk menjawab permasalahan yang ada.
Untuk memahami kondisi dan era yang semakin canggih, setidaknya ada tiga investasi SDM yang dapat difokuskan dalam pengembangan ekonominya. Ketiganya ialah education, employment, dan engagement. Pertama, education atau pendidikan sangat penting dalam meningkatkan kapasitas intelektual.
Sehingga penting juga untuk mencari tahu skill yang membedakan dengan para pemuda lain. Kedua, employment atau pekerjaan berfokus terhadap pengembangan mental karakter dimana ini mengajarkan cara bersosialisasi. Terakhir yaitu engagement atau keterikatan menunjukkan perlunya terhubung dengan orang lain untuk memperluas jejaring sosial.
Sudah saatnya kita pemuda menjadi role model penggerak kekuatan ekonomi, dengan bertumpu skill dan daya berfikir yang masih jernih. Berwawasan serta mampu bersaing dalam meningkatkan produktivitas sosial ekonomi. Sebagaimana kata pepatah, sekali lebih baik menjadi harimau daripada menjadi kambing selamanya. Semangat aneuk muda.
Penulis : Muhammad YS,
Dosen UNIGHA - Sigli, Aceh.