GEMARNEWS.COM , OPINI - Sepak bola adalah olahraga yang sangat dipopulerkan di dunia (3 miliar lebih peminat), termasuk Indonesia. Bisa dimainkan oleh semua orang, dengan melatarbelakangi agama, warna kulit, Bahasa, Sepak bola bukan sebatas permainan fisik dan skill. Para pemain harus menekuni dengan tupoksi atau tugas masing-masing. Contoh, dengan meninggalkan posisi dapat membahayakan tim. Proses permainan antar satu pemain dengan pemain lainnya harus sama baiknya.
Hal ini sangat mirip dengan politik dimana setiap pemain memiliki talenta masing-masing, dan mereka ditempatkan pada bidang yang mereka kuasai supaya sesuai dengan kebutuhan tim tersebut.
Pada tahun 2024 Indonesia tercinta akan melaksanakan pemilu dan pemilihan presiden (pilpres). Harapan dan Amanah dari kita sebagai rakyat Indonesia supaya parpol dalam mencalonkan kadernya dilegislatif agar melihat dulu kemampuan dan kelayakan mereka jangan hanya dilihat dari uang mereka supaya dapat berguna bagi bangsa kita ini.
Menurut data dari Global Corruption Barometer menyebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menjadi Lembaga yang terkorup di Indonesia.
Itu artinya proses rekrutmen yang dilaksanakan partai politik kurang ketat atau memang partai politik memberdayakan kadernya yang mampu korupsi guna untuk mengisi pundi-pundi rupiah bagi partai politik. Political cost kita memang sangat tergolong mahal namun penyababnya politisi itu sendiri.
Konstituen inginnya dibayar merupakan manifestasi perilaku politisi kita. Mereka sangat sering mengingkar janji-janjinya, tidak Amanah, bahkan sampai dimana ada yang menipu dan korupsi.
Pengkhianatan terhadap konstitusi dibalas dengan pemerasan konstitusi terhadap politisi.
Proses ini masih berjalan dan akan terus berlangsung bila seorang politisi tidak belajar dari para atlet sepakbola. Mereka dibayar dan disayangi oleh para penggemar. Mereka seolah pahlawan yang selalu dinantikan penampilannya dilapangan pertandingan.
Semakin bagus permainannya seorang pemain semakin meningkat harga bayarannya. Demikian pula bila seorang politisi bisa memahami apa itu politk dan fungsi dari politik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Konstitusi pastinya rela memberikan tenaga bahkan materi secara iklas. Permainan sepakbola juga bisa memberikan gambaran bagaimana pentingnya politik mengatur pergerakan. Ada waktunya untuk menyerang, ada waktunya untuk bertahan, kadang bermain cepat dan terkadang menurunkan tempo permainan.
Sepakbola dan politik memiliki ciri khas yang sama dalam menghalangi laju serangan lawan. Itulah sebabnya wasit menyediakan kartu kuning dan merah. Bahkan bapak presiden Jokowi pernah diganjar kartu kuning oleh mahasiswa. Masalah pun terjadi.
Ada yang medukung dan ada juga yang menolak mentah-mentah. Tak sedikit yang menolak kartu kuning. Kontroversial dalam permainan sepakbola juga sering terjadi. Terkadang seorang pemain melakukan diving atau berpura-pura dilanggar pemain lawan agar mendapat hadiah penalty, tendangan bebas atau sekedar memancing emosi lawan.
Sebagai manusia biasa, wasit bisa saja salah dan benar. Satu hal yang pasti, pemain yang sudah terkena kartu kuning rawan dikeluarkan wasit bila mendapat akumulasi kartu atau langsung kartu merah diberikan wasit. Ibarat permainan sepakbola, reaksi berlebihan malah dapat diberikannya kartu tambahan. Penonton butuh Kerjasama tim bukan ajang untuk kekuatan yang tak sportif. Soeharto tidak pernah diberikan kartu kuning akan tetapi langsung diganjar kartu merah.
Mari kita Belajar dari masalah yang sedang dialami untuk menunju kepada kebahagiaan dan Kesehatan jiwa karena uang tanpa kebahagiaan itu bohong. Hanya Sebagian orang yang mampu berpikir dari masalah untuk menciptkan masa depan yang indah ,Mari Kita Sebagai Generasi Bangsa Untuk Belajar Perpolitikan Dari Sepakbola.
Penulis : Rahmad Murdawansyah
Mahasiswa : UIN AR-RANIRY Banda Aceh
Jurusan. : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan