Mahasiswa Ilmu Politik, FISIP, Universitaa Syah Kuala
Gemarnews.com, Opini - Liberalisme adalah paham politik dan ekonomi yang mengusung prinsip kebebasan individu dalam segala hal, termasuk dalam hal ekonomi. Prinsip dasar liberalisme ekonomi politik adalah bahwa pasar harus berjalan secara bebas tanpa campur tangan pemerintah yang terlalu besar, sehingga individu dapat memanfaatkan sumber daya yang ada dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kepentingan mereka.
Dalam sistem liberalisme ekonomi politik, pasar dipandang sebagai mekanisme yang paling efisien dalam mengalokasikan sumber daya secara optimal, karena harga barang dan jasa ditentukan oleh mekanisme pasar (supply dan demand) tanpa adanya intervensi dari pemerintah. Pemerintah hanya berperan sebagai regulator, yaitu untuk menjamin adanya persaingan yang sehat dan mencegah adanya praktik monopoli atau oligopoli yang merugikan konsumen. Paham liberalisme trust atau percaya bahwa kebebasan ekonomi akan mendorong efisiensi dan inovasi, sehingga akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan lapangan kerja yang lebih banyak.
Namun, kritik terhadap liberalisme ekonomi politik mengatakan bahwa sistem ini cenderung menguntungkan kelompok-kelompok yang kuat, dan bisa meningkatkan kesenjangan sosial dan ketimpangan ekonomi. Selain itu, tanpa campur tangan pemerintah, pasar tidak selalu mampu mengatasi masalah lingkungan atau keamanan masyarakat secara optimal. Contohnya pada Pasar Bebas CAFTA (China-Asean Free Trade Agreement).
CAFTA (China-Asean Free Trade Agreement) merupakan perjanjian perdagangan bebas antara Tiongkok dan negara-negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia. Sebagai perjanjian perdagangan bebas, Perjanjian ini pertama kali diusulkan pada tahun 2001 dan ditandatangani pada tanggal 4 November 2002 oleh China, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunei, Vietnam, Laos, dan Myanmar.
CAFTA secara resmi berlaku pada tanggal 1 Januari 2010 dan mencakup berbagai bidang perdagangan, termasuk barang, jasa, dan investasi. Tujuan CAFTA adalah untuk meningkatkan akses pasar bagi produk-produk antara China dan negara-negara ASEAN, serta meningkatkan investasi dan kerja sama ekonomi antara kedua belah pihak. Sejarah CAFTA berawal dari pertemuan antara para pemimpin China dan ASEAN pada tahun 2000, di mana kedua belah pihak sepakat untuk memperkuat kerja sama ekonomi dan perdagangan.
Pada tahun 2001, negosiasi dimulai untuk mencapai kesepakatan perdagangan bebas antara China dan ASEAN, dan pada tahun 2002 perjanjian CAFTA ditandatangani.CAFTA memiliki potensi memberikan dampak positif dan negatif pada perekonomian dan pembangunan negara Indonesia. Salah satu dampak positif CAFTA terhadap perekonomian Indonesia adalah meningkatnya perdagangan dan investasi dengan negara-negara anggota ASEAN dan Tiongkok.
Hal ini dapat memperluas pasar bagi produk-produk Indonesia dan membuka peluang investasi untuk Indonesia. Sebagai contoh, CAFTA dapat membuka peluang untuk ekspor produk-produk pertanian, seperti kopi, sawit, dan karet ke Tiongkok dan negara-negara ASEAN lainnya.
Selain itu, CAFTA juga dapat membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik investasi dari Tiongkok dan negara-negara ASEAN lainnya, dan juga dapat berdampak positif yakni pada Harga produk barang dan jasa semakin murah karena penghapusan bea masuk. Meluasnya pasar ekspor dari komoditas Indonesia.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas produk barang dan jasa, membuat peluang kita untuk menarik investasi. Hasil dari investasi tersebut dapat diputar lagi untuk mengekspor barang-barang ke negara yangtidak menjadi peserta CAFTA. Dengan adanya CAFTA dapat meningkatkan voume perdagangan.
Namun, di sisi lain, CAFTA juga memiliki risiko dan dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Salah satu dampak negatifnya adalah persaingan yang ketat dengan produk-produk Tiongkok yang lebih murah dan berkualitas tinggi.
Hal ini dapat mengancam industri dan pengusaha lokal, terutama di sektor manufaktur. Selain itu, CAFTA juga dapat memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi di Indonesia, karena produk-produk yang diproduksi di wilayah-wilayah yang lebih maju dapat bersaing lebih efektif di pasar bebas regional.
Untuk meminimalkan dampak negatif CAFTA dan memaksimalkan dampak positifnya, pemerintah perlu melakukan berbagai kebijakan yang dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia dan industri lokal.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain adalah meningkatkan kualitas produk Indonesia, meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri, memberikan pelatihan dan dukungan teknis untuk pengusaha lokal, dan mendorong investasi pada sektor-sektor yang memiliki potensi untuk berkembang.
Dengan melakukan berbagai upaya tersebut, diharapkan bahwa Indonesia dapat memanfaatkan peluang yang terbuka dengan adopsi CAFTA dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan berkelanjutan. []