Mahasiswi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Fisip UIN Ar-Raniry
Gemarnews.com, Opini - Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang kaya akan budayanya. Seperti saling menghargai satu sama lain, sopan santun, gotong royong dan akuntabilitas.
Walaupun banyak sekali budaya indonesia yang terkenal akan budi baiknya, namun ternyata di Indonesia ada beberapa budaya yang kurang baik untuk dilestarikan. Salah satunya yaitu stereotip gender.
Banyak sekali stereotip gender yang beredar di negara kita salah satunya pada kaum perempuan.
Contoh stereotip yang melekat pada perempuan.
Pertama, perempuan harus pandai masak. Banyak yang mengatakan bahwa memasak adalah salah satu kodrat perempuan. Bagi perempuan yang mau menikah pasti diwajibkan bisa memasak, dengan alasan itu adalah tanggung jawabnya. Padahal, pandai memasak bukan kodrat perempuan.
Jika ada laki-laki yang pandai memasak itu tidak masalah. Tapi mengapa jika perempuan yang tidak pandai masak itu akan menjadi masalah ?
Padahal memasak dan mengurus urusan rumah tangga itu bukan hanya tugas perempuan saja. Kita harus mempunyai skill hidup tanpa melihat jenis kemalin.
Ketika suatu saat seorang pria ditinggal oleh istrinya maka pria tersebut juga siap untuk melakukan hal pekerjaan tersebut. Skill kehidupan merupakan tolak ukur yang harus dicerna dan tidak menjadikan perempuan sebagai budak, melainkan kerja sama. Saling kerja sama merupakan kunci dari sebuah kehidupan.
Kedua, perempuan tidak perlu bersekolah tinggi-tinggi. Padahal perempuanlah yang perlu berpendidikan tinggi. Karena suatu saat perempuan yang akan menikah akan mempunyai anak. Pada dasarnya jika perempuan yang berpendidikan tinggi maka iya akan menjadi ibu yang cerdas. Ibu yang cerdas itu tentunya akan menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya kelak. Karena kelak perempuanlah yang akan menjadi guru sekaligus madrasah pertama bagi anak-anaknya.
Ketiga, perempuan tidak boleh berkarir dan harus menjadi ibu rumah tangga. Perempuan yang telah menikah sering sekali dikekang kebebasannya setelah menikah. Stereotip gender membuat masyarakat berpikir bahwa seorang perempuan memiliki kodrat menjadi ibu rumah tangga, tanpa perlu membangun karier di luar rumah.
Perempuan yang bekerja dan sukses membangun karier seringkali mendapat sebutan ibu yang tidak baik atau ibu yang gagal. Padahal dengan berkarir diluar rumah, bukan berarti tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga terabaikan.
Ketika suatu saat perempuan ditinggal suaminya maka perempuan tersebut dapat menafkahi anak-anaknya karena ia telah memiliki pekerjaan.
Justru banyak dari perempuan yang hanya berdiam diri di rumah tidak menjalankan tanggung jawabnya. Misalnya, terlalu sibuk dengan handphone atau bahkan terlalu sibuk menggosip dengan tetangga. Dan jika perempuan tersebut ditinggal oleh suaminya ia pasti berpikir bagaimana caranya ia harus menafkahi anak-anaknya. Sedangkan dia tidak memiliki keahlian atau pekerjaan apa pun.
Sesuai regulasi Pasal 28I ayat 1, Setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk mempunyai hak milik pribadi, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan baik pikiran maupun hati nurani, hak untuk beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, serta hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut ialah hak asasi manusia atau HAM yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan atau situasi apa pun. Di sini jelas bahwa setiap orang itu mempunyai hak.
Jadi baik buruknya seorang perempuan yang sudah menikah bukan dari dia tidak pandai masak, dia bersekolah tinggi, dan dia berkarir. Tetapi dari bagaimana ia melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang istri dan ibu.
Setiap manusia memiliki hak asasi manusia yang harus dihargai dan dihormati oleh setiap orang. Terlepas dari jenis kelamin dan hal lain yang dapat membatasi seseorang dalam membuat pilihan hidupnya.
Harapan penulis semoga stereotip gender ini bisa dihapuskan dari Indonesia. Kita harus mulai berpikir terbuka, jangan sampai pemikiran sempit yang beredar di masyarakat merugikan sebagian orang.