Penulis : Rizki Maulizar Yusuf
GEMARNEWS.COM , OPINI - Sebagaimana dapat didefenisikan kebijaksanaan merupakan sikap keseimbangan dalam menghadapi situasi, mana yang pas dalam bersikap, dapat diibaratkan dalam suatu berlaku tak hanya sampai membenarkan suatu kebenaran, namun bagaimana dapat bijak dan pas dalam menyampaikan serta bersikap akan kebenaran yang dianut tersebut.
Jika bersikap tidak bijak dalam berlaku, bernalar, ataupun berpikir maka kemelesetan dan mencederai akan kebenaran yang absolut dan kokoh sebagai kesepakatan manusia tersebut. Mengapa harus memahami filsafat kebijaksanaan?,
Hal ini berdalih pada filsafat bagaimana menimbulkan suatu kebijaksanaan yang dapat menimbulkan suatu cara dalam bernalar dan bersikap.
Kebijaksanaan tak serumit seperti apa yang kita dipikirkan, apalagi dalam hal-hal yang berbau merealisasikan sebuah konsep bijak memanglah tidak mudah dan hanya akan menjadi wacana belaka dalam berkehidupan.
Dalam aliran marxist yang di kembangkan oleh Karl Marx sendiri dengan filsafat praksis didalamnya, bagaimana filsafat dalam bentuk praktek, dimana seseorang yang berfilsafatpun mendapatkan referensi dari pengalaman nyata dari hidup mereka sendiri, mereka menalarkan dan dari nalar tersebut mampu menentukan sikap terhadap objek maupun subjek itu sendiri.
Kebijaksanaan sebuah paradox kehidupan, orang-orang yang tidak mampu menafsirkan dengan rasional maupun spiritual maka mereka akan terjebak dalam paradox kebijaksanan itu sendiri. Manusia yang menanyakan segala hal yang berbau eksistensi, hakikat, ataupun sebuah kehidupan yang mereka agungkan, namun tidak memikirkan secara holistik.
Kita perhatikan cinta ataupun nafsu belaka, bagaimana kebijaksanaan berupa nalar tidak secara dominan menguasainya. Jika di kupas mengenai cinta dan kebijaksanaan hal ini merupakan suatu yang kesinambungan walaupun bijak tadi berakar keseluruh aspek kehidupan.
Cinta berakar dari filsafat begitupun kebijaksanaan, namun jika sebuah cinta dan kebijaksanaan tadi berujung negatif, maka pasti ada kesalahan dalam penggunaan kontrol emosi, subjek sebagai objek cinta yang dikelabuinya, maka jika tidak diseimbangkan dengan rasionalitas kebijaksanaan maka akan sia-sia, memaknai cinta, mana yang pembodohan dan bijaknya terhadap penggunaan cinta sebagai objek. ( * )
Penulis : Rizki Maulizar Yusuf
Pengurus PW IPM Provinsi Aceh