Gemarnews.com , Takengon - Seminar Didong yang digelar oleh Taradita Group dan didukung oleh puluhan komunitas seni pada Sabtu 5 Agustus 2023 di Ball Room Lut Tawar Parside Hotel Takengon dihadiri oleh ratusan tokoh budaya, seniman Didong dan berbagai unsur serta pimpinan daerah dari 3 Kabupaten Gayo serumpun (Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Bener Meriah).
Dalam sesi seminar yang pertama dalam sejarah dan seminar ilmiyah terbesar seniman Gayo itu berlangsung dari pagi hingga menjelang magrib, menaghadirkan narasumber Drs. H. Ibnu Hajar Lut Tawar, Mukhlis Gayo, SH., M.Si, Tgk. Irwansyah M.Pd, Ir. Fikar W. Eda., M.Sn, dr.Eddi Junaidi S.POg,SH., M.Kes dan Dr. Salman Yoga S.,S.S.Ag.,MA.,CPM dan LK. Ara.
Diantara komunitas yang mendukung acara ini adalah Taradita Group sebagai sponsor utama, Komunitas Ceh Didong Keramat Mufakat, The Gayo Institute (TGI), Sanggar Oloh Guel, Komunitas Teater Reje Linge (TRL), Sanggar Devies Matahari, Komunitas Sastra Bukit Barisan (KSBB), Linge Antara Institut, Sanggar Pegayon, Komunitas Desember Kopi, Komunitas Gayo Prasejarah, Dewan Kesenian Bener Meriah, Himpunan Seniman Muda Gayo (HSMG), Ikatan Sarjana Seni Gayo (IKASGA), Dewan Komunitas Seni Gayo Aceh Tengah, Ceh-Ceh Didong Melenial, Komunitas You Tuber Gayo.
Salah seorang narasumber Salman Yoga S yang juga Dewan Pakar Bidang Seni Budaya Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Provinsi Aceh ini tampil mempersentasikan makalahnya dengan topik khusus dan utama tentang Didong Sebagai Peradaban Gayo.
Dalam pemaparannya Salman mengatakan Didong merupakan elemen terpenting dalam peradaban Gayo.
”Didong merupakan elemen terpenting dalam peradaban Gayo. Kata peradaban berasal dari Bahasa Arab yang dapat diartikan sebagai nilai, adab, sopan santun, akhlak mulia dan berperikemanusiaan. Dalam Didong segala hal dapat muncul dan diaktualisasikan, termasuk menyangkut nilai budaya, agama, fenomena sosial, adat, sistem dan berbagai bidang kehidupan, teknologi, filsafat, agama bahkan politik.
Semua diekspresikan, diaktualisasikan dan ditransformasikan melalui kesenian Didong diluar eksisistensi utamanya sebagai media hiburan. Karenanya selagi syair-syair Didong mengangkat hal-hal tersebut maka dapat dikatakan Didong merupakan peradaban Gayo.
Ditambahkan mengingat peran dan fungsi Didong yang demikian besar dalam kehidupan masyarakat Gayo sudah saatnya seniman dan pelaku (ceh) Didong kembali kekhittah esensi Didong itu sendiri sebagai media komunikasi sekaligus sebagai penjaga gawang nilai-nilai ke-Gayo-an.
“Hal utama yang menjadi rekomendasi saya dalam seminar penting ini adalah: 1. Setiap group dan Ceh Didong harus mampu mengangkat nilai sejarah, agama, kearifan dalam setiap karya-karyanya. 2. Menetapkan tanggal HARI DIDONG sebagai momentum kebudayaan. 3. Membangun GEDUNG DIDONG yang refsentatif, artistik dan permanen sesuai dengan filosofi ke-Gayo-an. 4.
Menyelenggarakan even-even Didong secara bertingkat/berjenjang dan berkala. 5. Mengabadikan nama-nama Ceh berjasa menjadi nama-nama jalan.
Menjadikan Didong sebagai muatan pendidikan kearifan dalam segala jenjang pendidikan. 6. Mendorong terkonsepnya regulasi yang berpihak kepada pelestarian, pengembangan, penghargaan dan pendokumentasian kebudayaan”, tambah Salman yang juga dosen UIN Ar-Raniry dan Pimpinan lembaga The Gayo Institut (TGI).
Seminar yang dihadiri lebih dari 200 seniman Didong dan berbagai unsur lainnya ini pada sesi terkahir mensepakati sejumlah poin rekomendasi dan terselanjutnya mendeklarasikan tagl 5 Agustus sebagai Hari Didong. Deklarasi dibacakan oleh dr. Eddi Junaidy yang diikuti seluruh peserta.(Agusnaidi B)