Gemarnews.com , Jakarta - Pemerintah baru saja mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2017 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PMK-82) dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129 Tahun 2023 tentang Pemberian Pengurangan
Pajak Bumi dan Bangunan (PMK-129).
PMK-129 yang diundangkan pada 30 November 2023 dan berlaku 30 hari sejak tanggal diundangkan tersebut bertujuan untuk menyempurnakan tata kelola
administrasi serta lebih memberikan kepastian hukum, kemudahan, dan pelayanan dalam pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).16/12/2023.
“Adapun penyempurnaan yang dilakukan meliputi penyesuaian objek pajak yang dapat diberikan pengurangan PBB, penambahan saluran elektronik dalam pengajuan dan penyelesaian
permohonan, dan pengaturan terkait pemberian pengurangan PBB secara jabatan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti.
Dwi Astuti Menambahkan , Pemberian pengurangan PBB merupakan salah satu bentuk dukungan pemerintah bagi Wajib Pajak (WP) yang mengalami kesulitan melunasi kewajiban PBB atau karena objek pajak yang dimiliki WP terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa. WP yang kesulitan melakukan pelunasan
PBB adalah WP yang mengalami kerugian komersial dan kesulitan likuiditas dalam 2 (dua) tahun berturut-turut.
Pengaturan tersebut bersifat menyempurnakan ketentuan dalam PMK-82 dengan memberikan penjelasan yang lebih memadai mengenai kerugian komersial dan kesulitan likuiditas
sehingga lebih memberikan kepastian hukum dalam pemberian pengurangan PBB. PMK-129 juga memberikan kemudahan bagi WP karena WP yang memiliki tunggakan PBB diberikan kesempatan untuk mengajukan pengurangan PBB.
Dengan demikian, walaupun bertujuan untuk mengakomodasi kesulitan WP, PMK ini disusun secara lebih tepat sasaran serta tetap mendorong partisipasi WP dalam mendukung penerimaan pajak.
Dwi Astuti merincikan Penyempurnaan dalam PMK-129 disajikan sebagai berikut:
PMK-82/PMK.03/2017 PMK-129/2023
Objek Pengurangan
1. Pengurangan PBB dapat diberikan
kepada WP:
a. karena kondisi tertentu Objek Pajak
yang ada hubungannya dengan
subjek pajak.
b. dalam hal Objek Pajak terkena
bencana alam atau sebab lain yang
luar biasa.
2. Kondisi tertentu dalam huruf a disebabkan oleh kerugian komersial da Pengurangan PBB dapat diberikan kepada WP:
a. karena kondisi tertentu Objek Pajak
yang ada hubungannya dengan
subjek pajak..
b. dalam hal Objek Pajak terkena
bencana alam atau sebab lain yang
luar biasa, Kondisi tertentu dalam huruf a
disebabkan oleh kerugian komersial dan kesulitan likuiditas pada akhir tahun
buku bagi WP Pembukuan atau tahun
kalender bagi WP pencatatan sebelum
tahun pengajuan permohonan.
3. Kerugian komersial dimaksud adalah
kerugian komersial dalam laporan
keuangan atau pencatatan yang
dilampirkan pada SPT Tahunan.
4. Kesulitan likuiditas dimaksud adalah
kondisi ketidakmampuan WP membayar
utang jangka pendek dengan kas yang
diperoleh dari kegiatan usaha.
5. Pengurangan PBB untuk kondisi tertentu atas PBB yang tercantum dalam SPPT, SKP PBB, dan/atau STP PBB yang diterbitkan atas dasar surat keputusan keberatan dapat diberikan paling tinggi 75%.
6. Pengurangan PBB untuk bencana alam
atau sebab lain yang luar biasa atas
PBB yang tercantum dalam SPPT, SKP
PBB, dan/atau STP PBB dapat diberikan paling tinggi 100%.
7. Jangka waktu pengajuan untuk kondisi
tertentu: 3 (tiga) bulan sejak diterima
SPPT, 1 (satu) bulan sejak diterima SKP
PBB, 1 (satu) bulan sejak STP diterima,
atau 1 (satu) bulan sejak SK Pembetulan atas SPPT/SKP PBB diterima.
8. Jangka waktu pengajuan untuk bencana
alam atau sebab lain yang luar biasa:
paling lama 6 (enam) bulan sejak
terjadinya bencana alam atau sebab lain
yang luar biasa.
9. Syarat pengajuan:
a. 1 permohonan untuk 1
SPPT/SKP/STP PBB:
b. diajukan tertulis dalam bahasa
Indonesia;
c. ditandatangani WP.
d. tidak memiliki tunggakan PBB
atas objek pengurangan kecuali
yang disebabkan oleh bencana
Alam.
2.sebab lain yang luar
biasa kesulitan likuiditas selama 2 (dua) tahun berturut-turut.
3.Kerugian komersial dimaksud adalah
kondisi ketidakmampuan wajib pajak
untuk menghasilkan laba operasi bersih
karena jumlah beban operasi melebihi
jumlah laba kotor.
4. Kesulitan likuiditas dimaksud adalah
kondisi ketidakmampuan wajib pajak
dalam membayar kewajiban jangka
pendek dengan aktiva lancar.
5. Pengurangan PBB untuk kondisi tertentu
atas PBB yang masih harus dibayar
dalam SPPT atau SKP PBB dapat
diberikan paling tinggi 75%.
6. Pengurangan PBB untuk bencana alam
atau sebab lain yang luar biasa atas PBB
yang tercantum dalam SPPT, SKP PBB,
atau STP PBB dapat diberikan paling
tinggi 100%.
7. Jangka waktu pengajuan untuk kondisi
tertentu: 3 (tiga) bulan sejak diterima
SPPT, 1 (satu) bulan sejak diterima SKP
PBB, atau 1 (satu) bulan sejak SK
Pembetulan atas SPPT/SKP PBB
diterima.
8. Jangka waktu pengajuan untuk bencana
alam atau sebab lain yang luar biasa:
diajukan pada tahun
terjadinya bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
9. Syarat pengajuan:
a. 1 permohonan untuk 1
SPPT/SKP/STP PBB;
b. diajukan tertulis dalam bahasa
Indonesia;
c. ditandatangani wajib pajak; dan
d. dilampiri dokumen pendukung.
Saluran Penyampaian Permohonan
a. Langsung;
b. Melalui pos; atau
c. Jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat.
a. Langsung;
b. Melalui pos, jasa ekspedisi, atau jasa
kurir dengan bukti pengiriman surat;
atau Pencabutan atas Permohonan,
Tidak diatur WP dapat mengajukan permohonan pencabutan atas permohonan pengurangan
PBB sepanjang SK Pemberian
Pengurangan PBB belum diterbitkan.
PemberianPengurangan PBB Secara Jabatan Tidak diatur.
a. Pengurangan PBB secara jabatan
hanya diberikan kepada WP dalam hal
objek PBB terkena bencana alam
paling tinggi 100%, sepanjang
terdapat penetapan status bencana
alam oleh pemerintah pusat atau
pemerintah daerah.
b. Direktur Jenderal Pajak melimpahkan
kewenangan pemberian pengurangan
PBB kepada Kepala Kanwil DJP
melalui delegasi untuk meneliti dan
memberikan keputusan pengurangan
PBB secara jabatan.
Perlu diperhatikan bahwa PBB yang dimaksud dalam peraturan ini adalah PBB P5L yaitu PBB selain PBB perdesaan dan perkotaan (PBB-P2). Pengelolaan atas PBB-P2 dilakukan oleh pemerintah
daerah.dalam paparnya.
“Dengan telah diterbitkannya PMK ini, peraturan sebelumnya yakni PMK-82 dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku,” ujar Dwi.
Ketentuan selengkapnya dapat dilihat di salinan PMK Nomor 129 Tahun 2023 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan. Salinan tersebut dapat diunduh di laman landas
www.pajak.go.id.
Terkait PBB yang dikelola Pemerintah Pusat (DJP) bukan PBB yang dikelola Pemerintah Daerah , PBB yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dikenal dengan PBB P5L. Pungkasnya.