Notification

×

Iklan ok

Harapan 15 Tahun Lalu Untuk Aceh Tercinta

Rabu, 12 Juni 2024 | 23.16 WIB Last Updated 2024-06-13T18:04:31Z
Dok. Foto Penulis : Tgk Mukhtar Syafari MA. 



GEMARNEWS.COM , OPINI - Ketika para tokoh aktivis senior 1998 sudah duduk semeja dan membicarakan agenda mempersatukan dua elemen terbesar rakyat Aceh yaitu Ulama dan eks GAM, rasanya hati saya begitu bergetar. Dan ini menjadi pemantik untuk bergabungnya elemen Aceh yang lainnya. 

Bersatunya Ulama Dayah dan eks GAM serta berbagai elemen rakyat Aceh merupakan suatu impian dan harapan terbesar bagi saya selama belasan tahun untuk masa depan Aceh yang lebih baik. 

Sejak sebelum Pemilu 2009, sebagai seorang mahasiswa biasa yang belajar di dayah MUDI Samalanga. Hati saya terus bergejolak dan bertanya. Apa yang bisa saya lakukan untuk bisa menyuarakan agar berbagai elit Aceh ketika itu, terutama Ulama (PDA) dan Eks GAM (PA) bisa bersatu di tengah eskalasi politik yang begitu tinggi dan menegangkan. 

Di sisi lain, saya juga sadar diri bahwa saya bukan siapa siapa. Apalagi misi mempersatukan dua kutub yang sangat memanas pasca pernyataan bernada fitnah oleh seorang Jenderal TNI yang diduga untuk membenturkan Ulama dengan GAM dengan menyebut Partai Daulat Aceh (PDA) yang didirikan para Ulama Aceh merupakan bentukan atau pro pusat. Dan pernyataan ini kemudian dikutip dan dipercaya oleh elit PA sehingga benturan antara PA dan PDA tidak bisa dihindari. 

Setelah berpikir sekian lama, akhirnya muncul ide menulis opini dan ingin mengirim ke Harian Serambi Indonesia. 

Pagi itu di awal tahun 2009, selesai pengajian setelah subuh di Balee Beuton bersama Abu MUDI. Saya seorang diri memberanikan mengikuti Abu dari belakang menuju ke arah kantor Abu. 

Sebagai santri junior dan mengemban misi tertentu. Sudah pasti, hati saya gugup dan tubuh saya sedikit bergetar. Dengan perasaan yang berkecamuk dalam hati saya, bagaimana ini dan apa apaan ini, hati saya terus bertanya. 

Namun gugup itu mulai hilang ketika Abu dengan santai dan senyum khasnya mempersilahkan saya duduk di sofa kamar tamunya. Allahurabi, Abu sangat memuliakan tamunya walaupun santri junior yang baru naik tingkat untuk bergabung dengan para guru senior belajar langsung bersama Abu MUDI. 

Saya mulai mengutarakan niat mengirim opini ke harian Serambi Indonesia. Abu lagi lagi tersenyum dangan gaya khasnya mendengar pernyataan ini. Saya tidak tau apa maksud senyuman itu. 

Dengan sedikit gugup saya menyerahkan 2 lembar kertas HVS dan Abu membacanya dengan sangat pelan pelan. Berbeda kontras dengan cara Abu membaca kitab fenomenal Tuhfatul Muhtaj karya Ulama besar Ibnu Hajar Alhaitami. 

Setelah membacanya, Abu kembali tersenyum dengan sedikit mengangguk angguk dan masih melihat tulisan itu. 

"Bagus isinya" Kata Abu singkat. Sambilan menyarankan agar saya sering sering menulis opini dan mengirim ke Serambi (media). Dan diiringi sedikit pembicaraan lainnya dengan santai tapi sangat bermakna. 

Saya keluar dari kantor Abu dengan perasaan gembira. Tidak lama kemudian setelah sampai di kamar. Pikiran saya mulai bingung, bagaimana saya mengirim opini pertama saya ini ke Harian Serambi, sebagai media mainsteam paling besar di Aceh. Jangankan ada link orang yang saya kenal di Serambi. Mengirim menggunakan email saja saya tidak bisa dan tidak pernah. 

Singkatnya opini itu telah terkirim dengan judul: "Politik Ulama". Tiga hari kemudian opini saya pun dimuat Harian Serambi. 

Alhamdulillah entah bagaimana riangnya hati saya. Tidak makan seharianpun rasanya kenyang. Saya yakin Abu juga membacanya karena ada langganan koran di kantornya. 

Beberapa hari kemudian, dalam pengajian di Balee Beuton. Abu kembali menyarankan agar sering sering menulis opini. Entah apa lagi yang Abu jelaskan di majlis pengajian para guru itu. Saya tidak begitu fokus lagi mendengarnya karena pikiran saya sejenak hanyut dalam hayalan dengan perasaan berbunga bunga.

Untuk menyelesaikan S1 saya menulis skripsi dengan tema Politik Ulama. Saya tidak menyangka dan merasa tersanjung karena saya dibimbing langsung oleh yang mulia guru kami Rektor IAl Aziziyah yang saat ini berkembang menjadi Universitas Islam Al Aziziyah Indonesia (UNISAI) ayahanda Dr Tgk H. Muntasir A Kadir MA. 

Saat ini beliau merupakan pimpinan dayah Jam'iyyah Al Aziziyah Batee Iliek, cabang dayah MUDI yang diketahui memiliki puluhan guru bergelar Doktor dan calon Doktor. 

Bawaan guru kami yang adem dan tegas dalam membimbing. Saya ditantang untuk bisa menulis argumen yang ilmiah bahwa Ulama seharusnya terlibat politik praktis. Saya ditantang untuk mengutip pendapat Ulama dan kajian pendekatan sejarah Aceh dan dunia Islam untuk memperkuat penelitian tersebut dan Alhamdulillah saya bisa menyelesaikan S1 di akhir tahun 2009.

Tidak hanya itu, kebingungan saya berlanjut pasca Pemilu 2009 dan menjelang tahun 2013. Saya "dipaksa" dan ditantang harus menulis lagi oleh Profesor saya di PPs UIN Ar Raniry. 

Ketika itu saya meneliti dengan tema Politik Eks GAM di pemerintahan Aceh. Sudah pasti saya ditantang untuk mengkaji pemikiran politik Tgk Hasan di Tiro sebagai tokoh pendiri dan ideolog GAM. 

Karena saya berangkat dari penelitian Politik Ulama (politik Islam) dan mengkorelasikan dengan pemikiran politik Dr Tgk Hasan di Tiro LLM MA Ph.D sehingga menjadi tidak nyambung. 

Karena selama ini Hasan di Tiro dianggap telah berpemikiran sekuler, termasuk oleh guru besar saya itu setelah puluhan tahun Hasan di Tiro menetap di Amerika dan Eropa. 

Hampir saja tema penelitian saya diubah oleh Profesor pembimbing saya karena saya tidak menemukan referensi Pemikiran Politik Islam versi Tgk Hasan di Tiro. 

Alhamdulillah setelah pencarian panjang yang sangat melelahkan akhirnya saya mendapatkan referensi primer langsung dari beberapa buku yang ditulis Wali Neugara itu. Ternyata pemikiran politik Wali sangat kental dengan Islam. Dan saya menyelesaikan sekolah lanjutan di PPs UIN Arraniry pada pertengahan 2013.

Sampai hari ini, saya terus mengkaji dan menulis pemikiran politik Islam Tgk Hasan di Tiro. Semoga nanti bisa menjadi disertasi doktoral bagi saya atau ditulis menjadi sebuah buku kecil sederhana. 

Suatu harapan dan impian saya selama belasan tahun agar Ulama dan Eks GAM serta berbagai elemen lainnya bisa benar benar bersatu dan menyatu di Pilkada 2024 demi memantik kembali menuju kejayaan Aceh. 

Sebagai mana diberitakan media, Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab, Ketua Umum Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) yang lebih dikenal Tu Sop didaftarkan oleh elemen sipil rakyat Aceh yang dipimpin Zukfikar SH MH ke Partai Aceh sebagai salah seorang kontestan Pilkada 2024. Dan ini mendapat sambutan yang luar biasa dari rakyat Aceh di berbagai platfon media sosial. 

Saatnya kita mesti harus bersatu. Pilkada 2024 tidak hanya untuk kita menangi tapi bisa mendapatkan pemimpin terbaik dengan suara signifikan sebagai wujud legalitas dari rakyat Aceh agar bargaining kita kembali kuat di mata pusat agar kita tidak lagi dipandang sebelah mata sehingga Aceh bisa bangkit dari keterpurukan. 

Sudah cukup selama ini kita berpecah belah karena ego sektoral. Sudah saatnya kita bersatu untuk masa depan Aceh yang lebih baik. Jangan sampai orang lain menikmati dan bertepuk tangan melihat Aceh terus berpecah belah dan sangat sulit untuk bisa bersatu.

Di akhir tulisan ini saya mengutip pernyataan Wali Neugara saat memberikan materi untuk para tentara elit GAM saat pendidikan militer di kamp Tajura Libya sekitar tahun 1986 sebagaimana rekaman dikutip dari You Tube. Tgk Hasan di Tiro menyebutkan bahwa: 

Politik Agama Islam Aceh hari ini juga seperti itu. Kita mesti menjaga agar rakyat Aceh bisa bersatu. Kita mesti berdiri dengan tegak untuk memperjuangkan perkara perkara yang penting untuk agama Islam. 

Kita tidak boleh tidak untuk memperjuangkan kepentingan nasional Aceh dan kepentingan Islam di Aceh. Tidak mungkin itu bisa terwujud kalau kita tidak bersatu. Mari kita bersatu. 

Penulis : Tgk Mukhtar Syafari MA. 
Alumnus Dayah MUDI 
Pengkaji Pemikiran Politik Islam Tgk Hasan di Tiro
×
Berita Terbaru Update