GEMARNEWS.COM, BANDA ACEH - Sejarah Aceh secara luas mewariskan tinta emas terhadap kepemimpinan perempuan diwilayah paling ujung Barat Nusantara ini, para pemimpin Perempuan Aceh tersebut adalah Sultanah Nahrasyiyah(1405 – 1428) memerintah Kerajaan Samudera Pasai, dan empat Ratu yang memerintah Kesultanan Aceh secara berurutan, mulai dari Sultanah Safiatuddin (1641-1675), Sultanah Naqiatuddin (1675-1678), Sultanah Zaqiatuddin (1678-1688), dan Sultanah Zainatuddin (1688-1699).
Selain itu Perempuan Aceh ada yang menjadi Panglima Perang seperti Laksamana Keumalahayati (01 Januari 1550 – 30 Juni 1615), Cut Nyak Din, Cut Nyak Meutia, Teungku Fakinah, Pocdut Meuligoe, Pocut Meurah Intan, Pocut Baren, dan Illiza Sa’aduddin Jamal yang menjadi walikota Banda Aceh, dengan latar belakang historis ini kita mendorong Perempuan Aceh maju pada Pemilukada, demikian disampaikan Rujiyah Hanum, SHI Ketua Majelis Hukum dan HAM PW. Aisyiyah Aceh disela-sela kesibukannya di POSBAKUM PW. Aisyiyah Aceh di Kawasan Merduati – Banda Aceh.
Latar belakang Historis pada era-pemerintahan Aceh sejak dulu kepemimpinan perempuan tidak pernah dipersoalkan sesuai prinsip ”tasharruf al-imam ‘ala ar-ra’iyyah manuthun bi al-maslahah” (kebijakan pemimpin harus didasarkan atas kemaslahatan rakyat).
Rukiyah berpandangan bahwa relasi laki-laki dan perempuan tidak ada superioritas dan subordinasi, karena posisi keduanya sama-sama sebagai hamba dan khalifah yang juga diberi potensi dan kesempatan yang sejajar, dengan dasar ini memajukan peran perempuan sebagai pemimpin harus ditumbuhkembangkan dengan dasar ini kita mendorong para perempuan-perempuan tangguh Aceh berperan aktip dan maju pada pemilukada, rukiyah mengutip surat an Nisa(4) ayat 135 yang berbunyi ”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu.
Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”
Lebih lanjut Rukiyah mengajak kaum perempuan berperanaktip menyalurkan aspirasi politiknya pada pemilukada kali ini dengan menyalurkan suaranya pada kaum perempuan yang maju pada pemilukada. Rukiyah memberikan contoh kaum perempuan yang memimpin di negara-negara Muslim seperti Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto yang menjabat antara tahun 1988-1990 dan 1993-1996, mantan Perdana Menteri Turki Tansu Ciller yang memerintah pada tahun 1993 hingga 1995, mantan Perdana Menteri Senegal Mame Madior Boye yang memimpin Republik Senegal dari tahun 2001 sampai 2002, Cissé Mariam Kaïdama Sidibé yang terpilih menjadi seorang Presiden Republik pada tahun 2011 hingga 2012, lalu Atifete Jahjaga yang merupakan mantan Presiden Kosovo pada tahun 2011 hingga 2016, kemudian dua orang mantan Perdana Menteri Bangladesh adalah perempuan muslim yaitu Begum Khaleda Zia yang memimpin Bangladesh dari tahun 1991-1996 dan 2001-2006 dan Sheikh Hasina Wajed yang menjabat antara tahun 1996 hingga 2001 dan pada tahun 2009 sampai sekarang masih menjabat, lalu mantan Wakil Presiden Iran Masoumeh Ebtekar yang menjabat pada tahun 1997 sampai 2005, dan Megawati Soekarnoputri yang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia pada tahun 2001 hingga 2004 dan sebelumnya pernah menjabat sebagai Wakil Presiden pada tahun 1999 sampai 2001.
Beberapa kerajaan Islam yang pernah dipimpin oleh seorang Sultanah diantaranya adalah Kerajaan Touggourt yang pernah diperintah oleh Sultanah Aïsya. Kerajaan Maladewa juga pernah diperintah oleh beberapa orang sultanah, mereka adalah Khadijah, Raadhafathi, Dhaain, Kuda Kala Kamanafa’anu, dan Amina.
Berdasarkan pakta sejarah kita melihat keberhasilan kaum Perempuan yang berhasil mempin suatu negara apalagi di Aceh, pada Zaman Klasik sejarah Aceh telah mewariskan khazanah peradaban pemuliaan kaum perempuan dan mencatat peran perempuan sebagai panglima perang dan kepala daerah, maka saat ini kita mendorong peran politik perempuan Aceh maju pada pemilukada kali ini ujar Rukiyah mengakhiri pembicaraan.