Notification

×

Iklan ok

Tujuan Tertinggi Perjuangan Tgk Hasan di Tiro Untuk Keselamatan Dunia dan Akhirat

Rabu, 10 Juli 2024 | 23.54 WIB Last Updated 2024-07-10T16:54:31Z


GEMARNEWS.COM , OPINI - Saat ini cukup banyak para pihak dan masyarakat Aceh yang mengagumi sosok Tgk Hasan di Tiro. Beliau bukan hanya sebagai pelaku sejarah Aceh tetapi juga menulis sejarah, konsep serta tujuan perjuangan yang ingin dicapai. 

Oleh karena itu mari kita kaji, apa tujuan tertinggi perjuangan beliau selama puluhan tahun yang telah mengakibatkan korban jiwa rakyat Aceh yang begitu besar. 

Dr Tgk Hasan di Tiro MS MA LLD, Ph.D menyebutkan tujuan tertinggi perjuangannya sebagaimana disebutkan dalam pidato tertulis di depan Majelis Scandinavian, Associatation of Southeast Asian Social Studies, Gotenborg, Swedia, pada 23 Agustus 1985 menjelaskan: 

“Tujuan yang tertinggi dari angkatan Aceh Sumatera Merdeka adalah keselamatan bangsa Aceh dan Sumatera, dunia dan akhirat sebagai satu bangsa merdeka dan berdaulat di bawah daulat Allah dan sebagai satu jamaah dari pada satu ummah: ini bermakna jaminan keamanan nilai-nilai agama, politik, masyarakat, budaya dan ekonomi bangsa Acheh-Sumatra.” 

Pernyataan ini sebelumnya telah disebutkan Tgk Hasan di Tiro dalam bukunya Indonesia as Model Neo-Colony pada tahun 1984.

Inti dari visi perjuangan Wali adalah untuk keselamatan dunia dan akhirat. Wali ingin rakyat Aceh Sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat. Sebagai Ummat Islam tentunya tidak ada visi yang lebih tinggi dari visi ini dalam menjalani kehidupan ini. 

Kiranya bagi kita bisa menjelaskan kepada para pihak apa tujuan tertinggi perjuangan Wali sehingga tidak disalah pahami, apalagi disabotase oleh oknum pihak tertentu. 

Terutama para eks kombatan GAM yang mengagumi sosok Wali atau para diaspora (keturunan) Aceh seluruh penjuru dunia yang sampai hari terus melanjutkan perjuangan Wali untuk memerdekakan Aceh secara damai menurut hukum internasional. 

Jika kita sudah paham tujuan utama maka cara untuk menggapai tujuan tersebut menurut ijtihad masing masing para pihak. Apa misi yang lebih realistis dan lebih mudah untuk menuju tujuan utama tersebut. Apakah harus ada bendera sendiri dulu baru menjalankan program menyelamatkan rakyat Aceh di dunia dan akhirat? 

Bisa dibayangkan bagaimana masa depan Aceh nantinya jika hari ini generasi Aceh sudah marak dengan mengkonsumsi sabu, perjudian online, pencurian (perampokan), pergaulan bebas, pengangguran (budaya nongkrong diwarung kopi). Ini merupakan bom waktu bagi kehancuran Aceh jika hal ini tidak segera ada solusi kongkrit dan serius.

Jangan sampai Aceh tidak memiliki konsep politik yang terarah dan menempuh jalur yang cukup jauh sehingga tersesat dan berputar putar tidak jelas arah dan tujuannya (meu wet wet man saboh nyan). 

Jika kita salah jalan maka akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai ke tujuan yang kita inginkan. Aceh juga akan terus berada dalam kemunduran seperti saat ini. Yang menikmati cuma segelintir elit politik berjiwa transaksional dan oportunis. 

Harapan paling penting agar rakyat Aceh bisa bersatu dan tidak menciptakan pecah belah karena ini merupakan musuh bersama yang mesti kita hilangkan.

Amanah untuk bersatu sudah ada sejak abad 15 Masehi oleh para pendiri Kesultanan Aceh (para ulama dan kaum bangsawan). Amanah ini juga diulang kembali oleh Sultan Iskandar Muda sebagaimana tertulis dalam Qanun Meukuta Alam Al Asyi. 

Pesan untuk bersatu bagi rakyat Aceh cukup banyak disebutkan oleh Wali dalam berbagai kesempatan dan ditulis dalam berbagai bukunya. Oleh karena itu, pesan dan amanah para indatu dan Wali jangan dilupakan jika kita ingin selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat. 

*Politik "Manok Syoeh Padee"* 

Gaya "manok syoeh padee" atau ayam mematuk biji padi bisa kita lihat ketika ayam makan padi saat dijemur untuk digiling. Sambil mematuk padi, dengan gerak cepat sekali kali matanya melihat ke kiri dan ke kanan. 

Ayam makan bukan hanya untuk mengeyangkan isi perutnya saja tapi ayam mematuk biji padi sampai memenuhi lehernya. 

Selama prinsip politik perjuangan Aceh masih politik "manoek syoeh padee" atau konsep politik hanya demi "umpeuen takue" saja maka selama itu pula Aceh akan terus tersungkur dalam kemunduran menuju kehancuran.

Banyak bakal calon Gubernur Aceh saat ini yang bermunculan. Mereka cuma terjebak dalam visi dan misi utama untuk memberikan kesejahteraan atau membangun ekonomi rakyat. Mengelola hasil alam Aceh yang melimpah. Tapi mereka mengabaikan visi dan misi utama untuk kemakmuran dan keshalehan jiwa rakyatnya (makanan jiwa). 

Padahal kita tau, Allah menciptakan makhluk ada pasangan atau yang sepadan dengannya. Konsep yang sepadan untuk bisa membangun Aceh sehingga menggapai kemakmuran dan kejayaan adalah dengan menerapkan syariat Islam dalam semua lini kehidupan. 

Islam mengajarkan dengan jelas prinsip keimanan, ketaqwaan, kejujuran, keikhlasan, kesetiaan, keadilan, kecerdasan, kasih sayang (jiwa sosial), serta saling menasehati antar sesama. 

Jika prinsip ini sudah ada dalam jiwa pemimpin Aceh, para pejabat dan juga masyarakat serta para generasi Aceh. Maka ini sebagai pondasi paling kuat untuk menuju kejayaan dan kemakmuran secara berkeadilan karena Allah sudah menyediakan hasil alam cukup melimpah yang harus dikelola dengan prinsip prinsip Islam (kultural). 

Pembangunan Aceh harus dimulai melalui pembinaan untuk melahirkan masyarakat yang kuat keimanannya dan bertaqwa. Karena dengan inilah, Allah akan melimpahkan kemakmuran dan kejayaan bagi Aceh. Jangan ragukan kekuasaan Allah untuk menepati janjinya. 

Intinya, konsep politik yang sepadan untuk membangun Aceh adalah konsep politik "mengetuk pintu langit" dengan memohon pertolongan dari Allah. Bukan konsep politik "manoek Syoeh Padee" apalagi konsep politik sekuler yang jauh dari standar Islam. 

*Syarat pemimpin* 
Seorang pemimpin tidak mesti harus ahli semua bidang. Syarat paling penting adalah seorang alim yang memiliki sifat kecerdasan sehingga cepat memahami segala persoalan dan bisa menempatkan para pejabat yang tepat sesuai bidang keahliannya, pejabat yang loyal kepada atasannya, bukan pejabat asal bapak senang (ABS). Apalagi di depan baik, tapi di belakang mengkhianati pimpinannya

Seorang pemimpin harus punya jiwa kepemimpinan dan memiliki wibawa sehingga dihormati dan disegani para pejabat dan rakyatnya. 

Kewibawaan dan penghormatan itu akan lahir jika bisa memberikan contoh teladan yang baik untuk para stafnya dalam kepemimpinan. Bagaimana bisa para staf dan pejabatnya akan disiplin jika pemimpinnya tidak disiplin. 

Tidak mungkin pejabat akan menyayangi jika pemimpinnya tidak. Tidak ikhlas, tidak jujur, semua sifat buruk akan dicontoh para bawahan dan rakyatnya. 

Budaya korupsi oleh pejabat juga disebabkan oleh pemimpinnya berjiwa korupsi. Jika pemimpinnya dekat dan takut kepada Allah maka ia akan mempengaruhi rakyatnya untuk dekat dan takut kepada azab Allah akibat dari melakukan maksiat. 

 *Politik PA* 
Partai Aceh sebagai salah satu organisasi politik penerus cita cita perjuangan Wali harus kembali ke jalur yang benar jika selama ini sudah salah menempuh jalan agar tidak terus tersesat (meu wet wet) sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke tujuan. 

Untuk menjalankan visi dan misi Wali untuk menyelamatkan masyarakat Aceh di dunia dan di akhirat harus diserahkan kepada Ulama karena Ulama yang lebih paham persoalan ini. 

Oleh karena itu, kita harus memilih pemimpin yang tepat untuk menjalankan tujuan tertinggi dari perjuangan yang telah melahirkan korban puluhan ribu rakyat Aceh. Orang alim sebagai sosok yang paling tepat menakhodai Aceh ke depan. Wali sudah menitipkan amanah untuk menegakkan agama Islam. Baca opini: "Kriteria Gubernur Menurut Wali Neugara Tgk Hasan di Tiro" (Serambinews, 1 Juli 2024).

Dan bisa saja Calon Gubernur kita serahkan kepada Mualem sebagai Ketua Umum Partai Aceh tapi harus mengangkat Ulama Dayah (HUDA) yang cerdas sebagai Wakilnya dan inipun harus ada komitmen yang kuat dan pembagian kewenangan yang jelas untuk Wakil Gubernur sehingga tidak ada yang dijadikan "ban serap" jika terpilih nantinya. 

Jika PA pada Pilkada Aceh tahun 2024 tidak mengusung Ulama maka mereka tidak menjalankan amanah Wali dan memilih pemimpin sesuai standar Islam. Dan sudah pasti mereka akan menghianati amanah Wali untuk menjalankan syariat Islam. 

Jika ini yang terjadi maka sudah saatnya PA "ditenggelamkan" karena PA yang lahir dari rahim perjuangan dengan korban rakyat cukup banyak dan mengatasnamakan Wali tetapi disisi lain mereka dianggap sudah mengkhianati Wali dan ini telah menghambat kebangkitan Aceh ke depan. 

*Ulama HUDA* 

Ketua Umum Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Tgk H Muhammad Yusuf (Tu Sop) seorang calon pemimpin yang sangat visioner, memiliki karakter yang kuat dan sangat berkapasitas memimpin Aceh. 

Visi dan misi terbesar Tgk H Muhammad Yusuf ( Tu Sop ) untuk maju dalam Pilkada Aceh adalah menyelamatkan masyarakat Aceh di dunia dan di akhirat dengan menegakkan ajaran Islam dalam semua lini kehidupan yang dimulai dengan pembinaan, bimbingan serta pendidikan Islam. 

Tgk H Muhammad Yusuf (Tu Sop) dalam ceramah peringatan tahun baru Islam 1446 H kampus STAI Tapaktuan menyebutkan: 
Dalam sejarah Islam, Kerajaan-kerajaan Islam justru mendapati kehancurannya setelah mereka meninggalkan Islam dan berjaya ketika mereka bersama Islam, menjadikan Islam sebagai bagian dari kehidupan mereka yang tidak terpisahkan antara Islam dan kehidupan dunia (Rakyat Aceh, 10 Juli 2024).

Misi paling penting adalah upaya ke depan untuk meletakkan pondasi yang kuat menuju kebangkitan Aceh lebih baik dalam semua kini kehidupan sesuai konsep Islam. Dan Tu Sop satu satunya Ulama dan bakal calon kontestan Pilkada Aceh yang memiliki komitmen yang kuat dan memiliki konsep pembangunan yang jelas untuk itu. 

Jika rakyat sudah beriman secara sempurna dan bertaqwa. Maka jangan ragu dengan janji Allah dalam Alquran akan menurunkan keberkahan dari langit dan dikeluarkan dari bumi sebagaimana disebutkan dalam Surat Al A'raf ayat 96.

Dan tentunya, sosok Tu Sop yang memiliki kecerdasan membangun komunikasi politik dengan para tokoh elit sayap kanan (elit PB-NU) di lingkaran kekuasaan di pusat menjadi modal terbesar untuk pembangunan Aceh ke depan.

Penulis : Tgk Mukhtar Syafari MA,
Ketua Umum Gerakan Intelektual Se-Aceh (GISA)
Alumnus Dayah MUDI , PPs UIN Ar Raniry 
Pengkaji Pemikiran Politik Tgk Hasan di Tiro. 
×
Berita Terbaru Update