Gemarnews.com, Lhoksukon - Sebanyak 60 santri dari sejumlah dayah dalam Kabupaten Aceh Utara mengikuti pelatihan Community Development yang diinisiasi oleh Dinas Pendidikan Dayah setempat.
Pelatihan itu bertujuan untuk melatih masyarakat atau santri secara transparansi, demokrasi dan ikut berpartisipasi dalam mewujudkan kemandirian pesantren atau dayah yang nantinya akan menghasilkan santri-santri yang berkualitas intelektual dalam bidang agama.
Pelatihan itu dibuka oleh Pj Bupati Aceh Utara diwakili oleh Plt Asisten I Dr Fauzan, MPA, berlangsung di aula Hotel Lido Graha Lhokseumawe, Senin, 5 Juli 2024. Turut hadir di antaranya Plt Kepala Dinas Pendidikan Dayah Kabupaten Aceh Utara Muhammad Yunus, SHI, para Kepala Bidang pada Dinas Pendidikan Dayah, Rais Am dan Pengurus Hathar Aceh Utara, serta sejumlah pejabat terkait lainnya.
Dalam sambutan tertulisnya Pj Bupati Aceh Utara antara lain mengatakan bahwa mayoritas pesantrena atau dayah didirikan oleh komunitas setempat, sebagai perwujudan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Oleh karena itu pesantren (dayah) dapat disebut community centered educational institution atau institusi pendidikan yang berbasis masyarakat.
Pesantren (dayah) bertujuan mempersiapkan generasi muda muslim dengan pendidikan agama yang lebih baik dan membekali mereka komitmen terhadap jaran-ajaran Islam. “Dayah merefleksikan kolektifitas kehidupan dan spirit masyarakat gampong,” kata Fauzan dalam sambutan tertulis tersebut.
Salah satu tujuan dari community development (pengembangan masyarakat) ini juga adalah membangun sebuah struktur masyarakat yang didalamnya memfasilitasi tumbuhnya partisipasi secara demokratis ketika terjadi pengambilan keputusan, sehingga masyarakat mempunyai akses yang nyata terhadap ketertinggalan pemahaman agama.
Dikatakan, secara garis besar terdapat 5 prinsip community development, yaitu partisipasi, di mana masyarakat terlibat aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan pembangunan dan secara gotong royong menjalankan perubahan menuju ke arah yang lebih baik; kesetaraan dan keadilan gender, di mana laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan serta dalam menikmati manfaat dari kegiatan tersebut secara adil.
Selanjutnya demokratis, setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada suatu kepentingan masyarakat; transparansi dan akuntabel, di mana masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggung jawabkan baik secara moral, teknis, legal maupun administratif.
Dan terakhir adanya keberlanjutan, yakni setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya saat ini tapi juga di masa depan, dengan tetap menjaga kelestarian agama.
Kepala Dinas Pendidikan Dayah Kabupaten Aceh Utara Muhammad Yunus, SHI, dalam laporannya mengatakan kegiatan itu bernilai sangat strategis dalam upaya kita meningkatkan kemampuan para santri atau thalabah dalam pemberdayaan dan kecakapan hidup atau lifeskill santri.
“Mereka diharapkan mampu melestarikan tradisi kreatif santri sejak masih mondok di dayah hingga terjun di dalam masyarakat kelak. Fungsi Dayah saat ini semakin luas tidak hanya sebagai lembaga agama, melainkan juga menanggapi soal-soal kemasyarakatan yang hidup dan berkembang di zaman yang serba modern dan global,” kata Yunus.
Dinas Pendidikan Dayah, lanjutnya, bekerjasama dengan Harakah Thalabah Aceh Utara (Hathar) mengadakan pelatihan Community Develoment bagi santri, dimaksudkan untuk memfasilitasi dan mendorong santri agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama untuk mencapai kemandirian.
“Harapan kita agar para santri memahami metode yang berbasiskan pemberdayaan, partisipasi dan kemandirian hingga akhirnya dapat diimplementasikan dan membantu lembaga dayah menuju kemandirian dayah di Aceh Utara,” kata Yunus.
Ditambahkan, bahwa jumlah santri sebagai peserta pelatihan sebanyak 60 orang, dibagi dalam dua gelombang pelatihan. “Waktu pelaksanaan dari pukul 08.00 hingga 16.30 WIB selama empat hari.Kita mengundang narasumber dari akademis Unimal, pemerhati pendidikan dari Lembaga Tanda Seru Indonesia, pimpinan Himpunan Ulama Dayah (HUDA) dan juga pendiri Hathar Aceh Utara,” ungkapnya.(Red)