Selalu ada kata yang terangkai indah dalam setiap Peringatan Hari Guru Nasional.
Keberadaannya, Posisi nya sangat di mulia kan sangat dihormati sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, yang memiliki peran sentral dalam memajukan bangsa ini, mempersiapkan generasi bagi Ibu Pertiwi menyongsong Indonesia Emas 2045.
Lain lubuk lain ikannya..
Indah kata terangkai saat HGN namun sangat menyedihkan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, ancaman jeruji besi selalu mengintai, dengan dalil kekerasaan di sekolah terhadap anak. Sedikit saja guru bertindak dalam memperbaiki ke bobrokan moral, memperbaiki akhlak, menanamkan Etika maka sang guru harus siap menghadapi tuntutan meja hijau dari para orangtua dan masyarakat, se akan guru melakukan kekerasan diluar batas kewajaran dan pelanggar Hak Azasi Manusia.
Disudut lain guru masih dituntut menuntaskan semua tugas aplikasinya selain administrasi wajib guru, siang malam berburu sertifikat, membuat video, Zoom online, menjawab Serta mengisi modul modul dalam aplikasi yang katanya Punggawa Memintarkan Murid atau PMM jika tidak tuntas maka rapot merah yang akan diterima sekolah, se akan pemerintah tutup mata atas efek semua itu terhadap siswa.
Belum lagi soal diskiminasi Guru, sebut saja Guru Pendidikan Agama Islam tingkat SMA di Aceh, situasinya lebih pelik lagi. Untuk mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) saja sangat sulit, karena terjebak dalam aturan dan tarik ulur kepentingan antara Kementerian Pendidikan Dasar & Menengah ( KeMendikdasmen) dengan Kementerian Agama (Kemenag). Guru PAI di bawah Dinas Pendidikan (Disdik) harus menghadapi birokrasi yang berbelit-belit.
Belum lagi soal kesejahteraan Guru sebagai kasta terendah dalam ASN padahal karena tangan dingin mereka lah lahir pejabat pejabat negeri ini. Guru pun seperti dibuat dalam kelompok kelompok tertentu ada Guru Penggerak (yang punya golden tiket untuk meraih banyak hal), Guru ASN, Guru Honorer, Guru Bakti, guru sekolah negeri, guru sekolah swasta yang kesempatannya dibatasi untuk bisa ikut tes PPPK.
Guru Sertifikasi pun tidak serta Merta nyaman dalam mendidik anak, mereka harus berburu 24 JTM untuk bisa menghalalkan sertifikasinya, sementara jumlah rombongan belajar sangat terbatas di sekolahnya akibat menumpuknya jumlah siswa disekolah Favorit walaupun sudah dibuat Zonasi.
Tidak cukup sampai disitu sesungguhnya masih banyak soal soal peluk yang dihadapi Guru dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Walau begitu Guru Tetap Sang Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, apa jadinya negeri ini tanpa mu wahai para guru.
Catatan :
Guru PAU AMA Negeri 4 Langsa
Ketua PGRI Cab. Langsa Kota.