Penulis: Dr. Abd. Wahid, M.Ag. Putra Pidie/Dosen Ilmu Hadis UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Hasan Dick adalah seorang pahlawan dari Pidie, Aceh, yang dikenal karena keberanian luar biasanya dalam melawan penjajah Jepang. Ketika dibawa ke Jepang untuk menunjukkan kekuatan negara tersebut, Hasan Dick tidak gentar. Sebaliknya, dia langsung menantang penguasa Jepang, menunjukkan semangat perlawanan dan keberanian yang menginspirasi banyak orang. Kisah keberaniannya tetap diingat sebagai simbol perlawanan terhadap penjajah dan kebanggaan bagi masyarakat Aceh. Sehingga seorang penulis dari Aceh bernama Dr. Ahmad Fauzi menerbitkan sebuah buku tentang tokoh ini dengan judul: Harimau Sumatera Mengaung di Jepang, demi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Di sisi lain, Kevin Dick adalah pahlawan modern di lapangan hijau. Dia adalah pemain sepak bola berbakat yang memperkuat tim nasional Indonesia dalam kualifikasi Piala Dunia 2026. Kevin, dengan keterampilan dan dedikasinya, menjadi harapan bagi banyak penggemar sepak bola Indonesia. Keberadaannya di timnas diharapkan dapat membawa Indonesia meraih prestasi yang lebih tinggi di kancah internasional, menunjukkan bahwa semangat kepahlawanan tidak hanya ada di medan perang tetapi juga di arena olahraga.
Kedua tokoh ini, Hasan Dick dan Kevin Dick, meskipun dari bidang yang berbeda, memperlihatkan keberanian dan semangat juang yang luar biasa. Hasan Dick dengan keberaniannya melawan penjajah Jepang, dan Kevin Dick dengan ketekunan dan dedikasinya di dunia sepak bola, keduanya menjadi inspirasi bagi masyarakat Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan. Mereka menunjukkan bahwa semangat pahlawan ada dalam setiap perjuangan yang dilakukan dengan sepenuh hati dan keberanian. Pemerintah Aceh sudah memberi penghargaan kepada Hasan Dick melalui penamaan sebuah jalan yang terletak di Simpang Jambo Tape Kota Banda Aceh yaitu jalan Hasan Dek.
Sekalipun nama Hasan Dick sudah ditabalkan sebagai sebuah nama jalan di Kota Banda Aceh, diyakini bahwa tidak banyak masyarakat Aceh yang mengetahui secara detil siapa sebenarnya Hasan Dick ini. Padahal perannya dalam melawan penjajahan Jepang tidak tertandingi, beliau bukan saja seorang pemberani yang siap mati di negeri penjajah, tetapi juga seorang ulama yang memiliki kharismatik di masanya. Ia memiliki nama lengkap Teuku Muhammad Hasan Geulumpang Payong.
Hasan Dick lahir di Geulumpang Payong, Kabupaten Pidie (Sekarang Pidie Jaya) tahun 1892. Gelar lengkap kebangsawanannya adalah Teuku Bentara Seumasat Muhammad Hasan. Dia tinggal di Bukittinggi selama lima tahun (1906-1911) guna belajar di sekolah raja Kweeksschool. Ini berarti ia kakak kelas Teuku Nyak Arief yang belajar di perguruan sama tahun 1908- 1913. Sukses dalam belajar di Kweeksschool dengan nilai baik, Hasan Dick pulang ke Aceh dan diangkat menjadi Pegawai Negeri yang diperbantukan (Ambtenarter Beschikking) pada Kantor Gubernur Aceh. Ia kemudian mendapat tugas belajar ke Sekolah Pamong Praja (Beestuurschool) di Serang, Jawa Barat tahun 1917-1921. Sekembalinya dari Serang, ia tetap ditempatkan di kantor Gubernur Aceh. Karena kecakapan, loyalitas dan bersikap luwes dengan kolega kerja, di kalangan Belanda dikenal dengan sebutan Oom Dik (paman gemuk), sebab tubuhnya memang gemuk.
Hasan Dick menganut “diplomasi kancil” dengan Belanda. Karena kedekatannya dengan Van Den Berg, Asisten Residen Aceh Utara di Sigli, Hasan Ali, Johan Ahmad, Tgk. Itam Peureulak dan Teuku Muhammad Amin dapat dibebaskan dari tahanan rumah. Sementara Petua Husen, Alam bin Geumpa dan Teungku Banta dijatuhi hukuman pembuangan ke Cilacap. Mereka pada tahun 1940 berupaya melakukan gerakan menentang Belanda saat Kerajaan Belanda diduduki NAZI dengan melakukan rapat rahasia di desa Sanggeu Pidie. Begitu juga halnya perluasan Mesjid Raya Baiturrahman. Ia melakukan pendekatan dengan Gubernur Aceh Van Aken untuk memperluas mesjid itu dari sebelumnya berkubah satu menjadi tiga kubah.
Pada masa kapitalisasi Jepang, Teuku Muhammad Hasan Geulumpang Payong dipercaya untuk memimpin rombongan 25 orang pemimpin Sumatera yang berkunjung ke Jepang dan dihukum mati oleh Jepang Agustus tahun 1944 di Medan. Ia meninggal tahun 1944 di Pancarbatu Sumatera Utara karena dibunuh oleh Polisi Militer Jepang (Kompetai) secara kejam.
Hasan Dick Layak Dijadikan Pahlawan Nasional
Fakta-fakta kelayakan Hasan Dick diangkat sebagai pahlawan Nasional sudah pernah diangkat oleh pemerintah Aceh melalui permohonan resmi kepada Pemerintah Pusat. Namun sampai dengan 11 November 2024 ini, belum ada tanda-tanda ke arah itu. Sehingga masyarakat Aceh melalui pemerintah Aceh patut bergerak kembali mengusulkan status kepahlawanan Hasan Dick ini. Salah satu fakta sejarah yang menunjukkan keberanian Hasan Dick adalah dalam periode Pasca kekalahan Jerman dan Italia dalam Perang Dunia Kedua, sekutu mengarahkan serangannya ke Jepang dan kawasan taklukannya. Mensikapi kenyataan ini, tahun 1943 Jepang membutuhkan bantuan moral dan fisik dari rakyat jajahannya. Janji mulus banyak disebarkan; program militer dan kebijakan lainnya dilakukan.
Di Aceh, Jepang melakukan kerja sama dengan Pemuda PUSA untuk melakukan latihan gerilya, para hulubalang diwajibkan untuk mengumpulkan perbekalan pangan secara intensif. Para ulama PUSA dan non Pusa diminta memberikan penerangan kepada rakyat. Para hulubalang yang membangkang dihukum mati; dan pejabat bumi Putera kharismatik yang mengatur Sunco dikirim ke negeri matahari terbit untuk melihat keadaan rakyat dan persiapan militer mereka sebenarnya.
Untuk mewujudkan program di atas, Juli 1943, dua putra Aceh, masing-masing Teuku Hasan Dick dan Teuku Nyak Arief diundang Jepang ke Tokyo, selain Hasan Dick dan Teuku Nyak Arief, para tokoh pemimpin Indonesia di Sumatera lainnya. Di Singapura, rombongan mendapat arahan dari opsir Jepang setempat. Mereka diberitahu tentang tujuan keberangkatan ke negeri Sakura dan sepulangnya nanti ke Sumatera harus memberikan informasi positif kepada rakyat tentang kehebatan Jepang dan kegigihan pasukannya melawan sekutu. Arahan opsir Jepang di Singapura itu, bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Sekutu mulai menyerang Singapura. Para rombongan Sumatera sempat kucar kacir. Teuku Nyak Arief dan Hasan Dick mulai sadar terhadap posisi mereka. Jepang akan memperalat mereka sebagai ujung tombak penyebaran berita kebohongan bagi rakyat Aceh.
Kapal yang ditumpangi rombongan Sumatera disembunyikan pada sebuah pulau karena keamanan tidak mendukung. Pada malam selanjutnya, rombongan berangkat lagi hingga tiba di Jepang. Di daratan Jepang, rombongan Sumatera diangkut dengan kereta api cepat menuju Tokyo melalui Nagasaki. Kota Nagasaki merupakan kawasan militer dan rahasia bagi rakyat Jepang. Keesokan harinya rombongan tiba di Tokyo. Pemandu militer memerintah rombongan untuk membungkuk ke Kaisar Jepang. Teuku Nyak Arief dan Hasan Dick, masing-masing sebagai ketua dan wakil ketua dengan beraninya menolak melakukan Sekerei dengan alas an bahwa hal itu bertentangan dengan ajaran Islam. Atas bujukan pemandu, mereka hanya mau berdiri dan menunduk kepala ke arah istana Kaisar.
Selesai mengikuti jadwal kunjungan di sekitar Tokyo, keesokan harinya rombongan dibawa ke kantor Koiso. Perdana Menteri Jepang, Kaiso menyambut kedatangan anak bangsa Indonesia dari Sumatera dengan ramah dan memberikan pidato pertemuan dengan menarik dan tegas. Pidato balasan diberikan oleh Hasan Dick mewakili Teuku Nyak Arief, Pidato yang disepakati rombongan antara lain: “Jepang harus memberikan kemerdekaan kepada Indonesia secara keseluruhan, bukan hanya kepada Sumatera, bila tidak, kami akan melakukan cara tersendiri sampai cita-cita kami terwujud”. Pidato Hasan Dick ini dianggap oleh koleganya anggota rombongan Sumatera sebagai sikap berani seperti “singa mengaum di sarang musuh”. Selesai bertemu Perdana Menteri Jepang, rombongan Sumatera dipulangkan ke Medan via Singapura dalam kaadaan cemas. Mereka sempat melihat dari jarak dekat kehancuran kapal perang Jepang karena dihantam oleh torpedo kapal selam Sekutu. Saat itu Teuku Nyak Arif berkata kepada Hasan Dick, “…ada harapan Jepang kalah dengan Sekutu dalam waktu dekat”. Ramalan mereka menjadi kenyataan, Jenderal Hisaichi Terauchi menyerah untuk Lord Mountbatten pada tanggal 30 September 1945.
Fakta-fakta di atas merupakan sebagian kecil dari kiprah pahlawan Hasan Dick, maka sudah sepantasnya Hasan Dick dijadikan Pahlawan Nasional. Semoga Pemerintah Bersama Lembaga Masyarakat dapat mewujudkannya, demi menghargai perjuangan “Sang Harimau Sumatera” tersebut. Amin.