YOGYAKARTA, GEMARNEWS.COM - “Persyarikatan Muhammadiyah sudah sejak awal berdirinya memiliki perhatian dalam bidang kesehatan sehingga dengan semangat al-Ma'un, Rumah Sakit Muhammadiyah 'Aisyiyah berdiri di berbagai daerah dengan visi Islami dan unggul serta melayani masyarakat dari berbagai golongan termasuk kelompok dhuafa mustadhafin termasuk kelompok berkebutuhan khusus." Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat 'Aisyiyah, Warsiti dalam Webinar Pengembangan Layanan Kesehatan Inklusif sebagai Pemenuhan Hak Dasar Warga Negara pada Jum'at (1/10/24).
Menurut Warsiti, diharapkan layanan Rumah Sakit dan klinik Muhammadiyah 'Aisyiyah akan terus meningkat bagi disabilitas dan memberikan kemudahan akses baik akomodasi maupun sarana prasarana yang layak, juga dengan SDM yang memiliki kompetensi dalam memberikan layanan kepada disabilitas.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat 'Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah menyebut bahwa sinergi multipihak diperlukan untuk mewujudkan lebih banyak layanan kesehatan yang inklusif. "Kita ingin bersama secara intens mengembangkan layanan kesehatan yang lebih inklusif yang mana sudah jelas termuat dalam goal SDG's dan di Undang-Undang sehingga ini menjadi mandat kita bersama untuk mengawal terwujudnya layanan kesehatan yang lebih inklusif," ucapnya.
Tri berharap Indonesia kedepannya akan dapat mewujudkan Health for All. "Harapannya tujuan SDG's 2030 dan Indonesia Emas 2045 akan terwujud dengan layanan kesehatan kita yang lebih inklusif, sehingga jika di pendidikan kita mengenal istilah education for all, maka di kesehatan kita juga akan mewujudkan health for all."
Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI menyebut bahwa pada tahun 2021 diperkirakan 16% penduduk dunia mengalami disabalilitas dengan gangguan yang semakin berkembang. "Ini tentu cukup mengkhawatirkan karena gangguan perkembangan ini terjadi 7.5% pada usia anak kurang dari 5 tahun dan 13.9% pada usia 15-19 tahun," tambahnya.
Oleh karena itu menurutnya pengembangan layanan kesehatan yang inklusif mutlak diperlukan dan menjadi hak dasar warga negara. Terlebih data menunjukkan masih minimnya kunjungan orang dengan disabilitas ke layanan kesehatan. "Data menunjukkan proporsi disabilitas yang menggunakan layanan kesehatan, sebanyak 50.7% tidak pergi ke fasilitas kesehatan," terangnya.
Undang-Undang sendiri menurut Nadia sudah mengatur 12 hak kesehatan bagi penyandang disabilitas. Tepatnya pada UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. "Oleh karena itu perlu kita lakukan upaya-upaya secara masif untuk memberikan akses yang saat ini masih sangat terbatas bagi penyandang disabilitas," tambah Nadia.
Rita Triharyani, Disability Specialist dari Pusat Rehabilitasi YAKKUM menyebutkankan data dari WHO bahwa satu dari enam orang di dunia hidup dengan disabilitas. "80% penyandang disabilitas di negara berkembang memiliki limitasi dalam mengakses alat bantu yakni hanya sekitar 10-15% saja yang mampu," terangnya.
Lebih lanjut, Rita menyampaikan hasil survei kebutuhan dan kapasitas fasilitas kesehatan yang mampu memberikan pelayanan disabilitas. Bahwa sebagian besar Puskesmas belum memiliki fasilitas dan tenaga yang memadai dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas. Hasil evaluasi kualitatif juga menunjukkan bahwa tenaga kesehatan di puskesmas belum memahami dengan baik jenis, karakteristik, dan cara melakukan assessment penyandang disabilitas.
Oleh karena itu Rita menekankan pentingnya peningkatan kapasitas staf layanan kesehatan baik nakes dan non nakes untuk memberikan layanan yang bermartabat, komunikasi yang aksesibel, bahasa isyarat, aksesibilitas fisik dasar.
Webinar ini juga menampilkan praktik baik layanan kesehatan terutama puskesmas yang inklusif yakni dari Puskesmas Sentolo I. Renny Lo, Kepala Puskesmas Sentolo I menyebutkan bahwa Puskesmas Sentolo I memiliki Pos Binaan Terpadu (POSBINDU) disabilitas Sentosa. "Posbindu Sentosa adalah suatu penanganan terpadu bagi penyandang disabilitas dengan metode SENTOSA yakni semua penyandang disabilitas mendapatkan pelayanan terpadu, holistik, sehat, dan aman."
Puskesmas Sentolo juga melibatkan peran masyarakat terutama dari Kelompok Disabilitas Kelurahan untuk dapat mendorong anggota masyarakat dengan disabilitas agar bisa memanfaatkan layanan kesehatan. Tercatat Puskesmas Sentolo I sudah melatih 84 kader dari 43 dusun di tahun 2024. Selain memperhatikan isu kesehatan, Puskesmas Sentolo I juga bekerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas salah satunya dengan melakukan pemberdayaan ekonomi. (Suri/red)