GEMARNEWS.COM,OPINI - Polemik tentang test baca Alquran bagi calon pemimpin Aceh kembali bergulir di media sosial.
Hal ini disebabkan karena salah seorang kandidat calon Gubernur Aceh, Mualem menyebutkan pernyataan kontroversi ketika closing statement dalam debat publik perdana calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada 25 Oktober lalu dengan menyebut "Bagaimana memimpin negeri jika kita tidak bisa mengaji".
Padahal tidak ada hubungan langsung antara bisa mengaji versi KIP Aceh dengan tugas tugas memimpin pemerintahan.
Seorang calon pemimpin Aceh seperti Mualem sangat disayangkan ketika tidak paham syarat syarat pemimpin menurut Islam, menurut sejarah kejayaan Aceh dan menurut versi pelaku sejarah Aceh Wali Neugara Dr Tgk Hasan di Tiro MS, MA, LLD, PhD serta menurut KIP Aceh.
Dalam kajian Islam dari berbagai kitab Fiqh Siyasah (ilmu politik Islam) seperti karangan Imam Al Mawardi, Imam Al Ghazali dan Imam Al Haramain tidak tertulis syarat pemimpin bisa membaca Alquran, apalagi dengan nilai 50 poin setara lulus membaca Iqra' 3. Karena salah satu syarat pemimpin menurut Islam adalah seorang Ulama yang ahli berijtihad.
Versi sejarah kejayaan Aceh dalam Qanun Meukuta Alam Al Asyi juga tidak tertulis syarat pemimpin Aceh bisa membaca Alquran. Di antara 21 syarat pemimpin Aceh adalah: alim ilmu agama atau seorang ulama. (Baca: Saatnya Ulama Memimpin Aceh, Serambi News edisi 19/5/24).
Untuk menjadi seorang calon Imum Mukim saja harus ada 16 syarat, di antara syaratnya adalah paham ilmu agama, bisa membaca khutbah Jumat (memberi nasehat agama).
Versi sejarah dan landasan yang dipraktek alm Wali Tgk Hasan di Tiro juga tidak tersebut syarat pemimpin Aceh bisa membaca Alquran.
Syarat Gubernur menurut Wali juga seorang Ulama dan ini telah dilakukannya ketika melantik para Ulama sebagai Gubernur Wilayah seperti Abon Aziz Samalanga pada 24 Mei 1977 di Gunong Halimon Pidie (Baca di Google: Antara Mualem dan Syarat Pemimpin Yang Tidak Terpenuhi Versi Wali Tgk Hasan di Tiro, Gemarnews edisi 29/9/2024).
Sesuai Qanun Meukuta Alam Al Asyi, syarat bisa membaca Alquran cuma berlaku bagi calon Geusyik tapi bukan standar nilai 50 poin atau setara lulus Iqra' 3 seperti versi KIP Aceh saat ini.
Di antara 12 syarat calon Geusyik versi sejarah kejayaan Aceh yang termuat dalam Qanun Al Asyi adalah bisa membaca Alquran dengan fasih sesuai ilmu tajwid dan bisa menjadi imam shalat di meunasah sesuai Ilmu fiqh untuk menggantikan Peutuwa Meunasah saat berhalangan hadir.
Membaca Alquran bagi Linto Baroe dalam majlis keluarga dan para tokoh Gampong cuma suatu kearifan lokal yang muncul belakangan karena Linto Baroe akan menjadi seorang Ayah yang mengajarkan anaknya dasar dasar membaca Alquran karena dulu tidak ada TPQ di setiap Meunasah.
Tidak sama seperti saat ini, berkat ada TPQ, anak umur 7 tahun sudah bisa membaca Alquran dan umur 12 tahun sudah bisa membaca dengan benar dengan nilai 85 poin.
Di Dayah Dayah (pesanten) Aceh sudah lama berlaku syarat masuk Dayah adalah bisa membaca Alquran minimal dengan nilai 75 poin.
Standar bisa baca Alquran versi KIP Aceh bagi calon Kepala Daerah dengan nilai 50 poin (standar lulus Iqra' 3) memang aturan yang dibuat hanya sekedar simbol Islam saja karena hal ini tidak sesuai syarat pemimpin menurut aturan Islam dan standar pemimpin menurut sejarah kejayaan Aceh.
Oleh karena itu syarat pemimpin di Aceh sebenarnya ada yang lebih penting dari cuma sekedar bisa membaca Alquran dengan nilai 50 poin karena syarat ini kalah dengan syarat anak SD yang masuk Dayah.
Yang paling penting adalah mengamalkan perintah Alquran sebagaimana amanah yang disebutkan Wali Dr Tgk Hasan di Tiro ketika memberikan materi ideologi kepada militer GAM didikan Tripoli sekitar tahun 1986:
"Kita tidak boleh tidak untuk mengetahui Alquran sebagai perintah, bukan sebagai lagu (syair) dan qasidah. Sebagai suatu perintah maka tidak boleh tidak untuk kita laksanakan. Akan ada akibatnya jika perintah Alquran tidak kita tegakkan dan tidak kita laksanakan". (Baca di Google: Dua Amanah Wali Yang Diabaikan Mualem Sehingga Aceh Semakin Terpuruk, Gemar News edisi 24/10/24).
Salah satu perintah Allah dalam Alquran yaitu: "Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian agar menyerahkan amanah kepada ahlinya" (QS. An - Nisa': 58).
Menyerahkan amanah kepemimpinan kepada ahlinya merupakan salah satu perintah yang penting dalam Alquran. Akan ada akibat dan dosa besar yang akan kita terima jika salah dalam memilih pemimpin.
Jika ingin bersyariat, seorang calon Kepala Daerah seharusnya dites cara berwudhu, mandi wajib, shalat, puasa dan ilmu fardu ain lainnya seperti ilmu tauhid dan ilmu tasauf. Ini lebih bermanfaat.
Pemimpin di Aceh juga harus dites kemampuan memahami tugas pemimpin menurut Islam dan memahami kewajiban bersikap jujur, adil, amanah dan ancaman Islam bagi pemimpin yang tidak adil, berbuat curang dan melakukan kezaliman terhadap rakyatnya.
Mereka juga harus paham larangan menghalalkan berbagai cara untuk meraih kekuasaannya. Karena pemimpin yang lahir dengan cara cara yang curang akan menghasilkan pemimpin yang berani berbuat curang saat memimpin.
Materi dasar dasar ilmu pemerintahan, manajemen, keuangan dan birokrasi. Ini juga perlu diuji agar Kepala Daerah tidak dibodohi oleh pejabatnya.
Materi ini disarankan ke depan agar dibuat dalam satu modul standar oleh para ulama dan akademisi Aceh dan bisa dipelajari oleh para tokoh yang bakal maju menjadi calon Kepala Daerah di Aceh. Seorang calon PNS saja juga dites banyak hal, apalagi pemimpin pemerintahan setingkat Provinsi.
Jika aturan ini sudah berjalan maka periode selanjutnya syarat kepala daerah harus ditingkatkan lagi dalam Qanun Pilkada Aceh sehingga kepala daerah di Aceh sesuai standar Islam dan sejarah kejayaan Aceh untuk mewujudkan kembali kejayaan Aceh ke depan.
Syarat yang sudah terpenuhi menurut standar KIP Aceh bagi para calon saat ini juga tidak perlu diperdebatkan lagi. Di antara 4 calon yang maju Pilkada Aceh tersebut, cuma Syech Fadhil yang sudah memenuhi standar ilmu tajwid dan fasahah. Yang lain masih harus belajar banyak dan jangan berbangga diri. Meskipun belum lancar dalam membaca Alquran maka teruslah membaca karena sebagaimana hadist Rasulullah:
"Dan orang yang membaca Al-Qur’an, sedang ia masih terbata-bata lagi berat dalam membacanya, maka ia akan mendapatkan dua pahala.” (HR. Bukhari Muslim).
Masyarakat Aceh harus cerdas memilih pemimpin dan memilih yang dinilai memiliki keahlian dan kemampuan untuk melaksanakan tugas tugas sebagai kepala daerah.
Memiliki kemampuan komunikasi publik (speaking) yang baik kepada atasannya dan kepada bawahannya serta masyarakat sehingga tidak ditertawakan publik.
Aceh ke depan dalam menegakkan syariat Islam diharapkan tidak terjebak dengan simbol simbol dan hal remeh temeh semata.
Mari kita berpikir secara cerdas, profesional dan proporsional. Jangan terjebak dan dijebak oleh simbol simbol Islam yang justru tampa kita sadari merupakan bagian dari salah satu proses agar kita gagal dalam menerapkan syariat Islam di Aceh secara utuh.
Penulis : Tgk Mukhtar Syafari S.Sos, MA, Aumni Dayah MUDI dan Universitas Islam Al Aziziyah (UNISAI) Samalanga. Seorang Pengkaji Pemikiran Politik Islam Tgk Hasan di Tiro. ( Red)