Notification

×

20 Tahun Tsunami Aceh, Pemahaman Tentang Mitigasi Kebencanaan Masih Kurang

Selasa, 24 Desember 2024 | 20.30 WIB Last Updated 2024-12-24T13:30:31Z
Gemarnews.com, Banda Aceh - Tahun 2024 ini merupakan tepatnya 20 Tahun Bencana Gempa dan Tsunami Aceh, namun kesadaran masyarakat tentang kebencanaan terutama pemahaman tentang evakuasi mandiri masih rendah, belum lagi terdapatnya fasilitas publik seperti Escape building dan rambu-rambu penunjuk evakuasi bencana sudah banyak yang tidak terawat lagi.

Hal tersebut dikatakan Ketua Lembaga Resilensi Bencana Muhammadiyah (MDMC) Aceh Musliadi M Tamin disela-sela Diskusi rutin MDMC tentang Pentingnya Pengurangan Resiko Bencana.

MDMC dalam beberapa bulan ini semakin gencar melaksanakan diskusi, Seminar, Sosialisasi dan Simulasi Bencana bagi Masyarakat di Aceh. Hal tersebut ungkapnya sebagai bentuk kepedulian MDMC Aceh terhadap Upaya-upaya untuk mengurangi resiko bencana bagi Masyarakat.

Edukadi tentang manajemen kebencanaan itu merupakan hal yang wajib kita berikan kepada masyarakat. Karena bencana itu tidak dapat kita duga-duga datangnya, yang penting bagi kita adalah berusaha menyelamatkan diri masing masing. Penyelamatan diri itu harus dengan ilmu juga, misalnya bagaimana jika saat terjadi gempa kita berada dalam rumah, apa yg harus kita lakukan, apakah berlalri ke luar atau mencari tempat berlindung. Hal-hal seperti ini mungkin jika ditanyakan kepada masyarakat pasti jawabannya langsung lari keluar, padahal gempa sedang terjadi. Maka resikonya mungkin akan terkena benda benda yang jatuh menimpa dirinya. Sehingga bisa fatal.

Musliadi berharap kepada Pemerintah agar rutin melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pemahaman resiliensi bencana. Dari kegiatan kegiatan edukasi yang pernah dilaksanakan MDMC, memang pengetahuan masyarakat kita masih sangat kurang tentang evakuasi mandiri ini, makanya MDMC selalu mengajak semua stakeholder utk berkolaborasi melakukan pendidikan kebencanaan ini bagi masyarakat. 

Seharusnya ungkap Musliadi, program yang telah dirancang pemerintah terkait resilensi bencana dapat diimplemtasikan di masing-masing lokus. Misalnya program SPAB dapat diimplementasikan lingkungan sekolah, Destana dapat dijakankan di lingkungan masyarakat di desa, bahkan sampai ke komunitas terkecil seperti Jamaah tangguh bencana yang bisa diimplemntasi di lingkungan rumah ibadah, sehingga pengurangan resiko bencana itu dapat diminimalisir.

Bahkan yang lebih miris lagi kata Musliadi, di lingkungan kantor Pemerintah saja masih sangat menim yang sudah melakukan upaya-upaya mitigasi bencana, misalnya rambu-rambu evakuasi, sosialisasi kepada para pegawai tentang evakuasi mandiri, atau saat adanya kegiatan rapat menhadirkan banyak orang, jarang sekali adanya sefty breakfing atau informasi evakuasi mandiri saat bencana terjadi, sehingga peserta acara rapat dapat informasi tentang informasi evakuasi mandiri saat bencana.

Kalau kita belajar dari Jepang tentang hal kebencanaan, Jepang memberikan edukasi mitigasi bencana secara rutin melalui pelatihan evakuasi, simulasi bencana, dan program pendidikan di sekolah. 

Jadi kesadaran dan keseriisan kita nampaknya perlu ditingkatkan, dengan demikian dapat mengiliminir dampak dari resiko bencana yang ditimbulkan.

Gemar Sport

Artikel Pilihan

×
Berita Terbaru Update