Notification

×

Iklan ok

Indonesia Hadapi Problem Pangan, Gerakan Pangan Bergizi 'Aisyiyah jadi Solusi

Sabtu, 21 Desember 2024 | 23.42 WIB Last Updated 2024-12-22T08:21:46Z




YOGYAKARTA, GEMARNEWS.COM - Pimpinan Pusat 'Aisyiyah gelar Seminar Nasional Pra Tanwir I 'Aisyiyah dengan tema "Optimalisasi Peran Strategis 'Aisyiyah dalam Swasembada Pangan untuk Kesejahteraan Rakyat" bertempat di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. Sabtu (21/12/24) 



Rektor UAD Yogyakarta, Muchlas menyampaikan bahwa tema ini sangat strategis karena isu kesejahteraan juga masuk dalam konsep-konsep yang disampaikan Muhammadiyah dalam Tanwir I. "'Aisyiyah berkepentingan membawa konsep-konsep rumusan Tanwir I Muhammadiyah di Kupang, yang salah satu kuncinya adalah kesejahteraan rakyat yakni kesejahteraan lahir batin, dunia dan akhirat, dan kesejahteraan bangsa kita."



Muchlas berharap agar seminar ini bisa memberikan masukan yang signifikan sebagai modal bersama untuk dibawa ke Tanwir I 'Aisyiyah dan dirumuskan bersama untuk kesejahteraan bangsa kita. "Agar kemakmuran bangsa kita terwujud, saya kira kuncinya adalah kesejahteraan bangsa kita," ujarnya.



Ketua PP 'Aisyiyah yang membidang Majelis Ekonomi dan Ketenagakerjaan, Latifah Iskandar menyebutkan bahwa tema seminar ini adalah tema yang strategis dan dicita-citakan oleh kita semua. Isu ini disebutnya menjadi konsen 'Aisyiyah yang cukup lama didasarkan pada perintah Al-Qur'an.



"Melalui tema ini menunjukkan perhatian 'Aisyiyah, bahwa pangan tidak boleh diabaikan di Indonesia karena ada 51 juta KK di Indonesia yang harus makan. Harga makanan pokok seperti beras pun selalu mengalami kenaikan, maka di 'Aisyiyah ini kita tidak boleh santai-santai lagi," ucap Latifah.



Sementara itu, Yudi Sastro selaku Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI menyampaikan kondisi serius terkait pangan yang dialami oleh seluruh dunia. "58 negara mengalami kelaparan serius, 725 juta penduduk dunia mengalami kekurangan gizi dimana 55% ada di Asia dan 38% di Afrika." Sementara itu di Indonesia 7-16% penduduk mengalami rentan kelaparan dan 21.5% dengan kondisi stunting.



"Ini isu global dan isu nasional karena pangan yang menentukan kondisi suatu negara karena itu Presiden Prabowi menyampaikan tidak boleh kekurangan pangan dan harus swasembada dalam tahun 2025."



Dalam mendukung peningkatan pangan ini, Yudi percaya Kementan bisa bekerjasama dengan 'Aisyiyah, salah satunya penguatan pemanfaatan pekarangan di masyarakat sebagai lahan pangan bergizi. "Kita harus menguatkan pekarangan, saya tahu di 'Aisyiyah banyak melakukan ini, maka ini seperti gayung bersambut untuk Kementan bekerjasama dengan 'Aisyiyah," ucapnya.



Menurut Yudi, Gerakan pangan bergizi bisa dioptimalkan melalui kerjasama dengan 'Aisyiyah di seluruh Indonesia. "Misalkan 'Aisyiyah di seluruh Indonesia bisa menjadi penggerak maka kita bisa menghemat 1.400 triliun untuk belanja bahan pangan, bagaimana nanti 'Aisyiyah, Kementan, dan Kemendes kita gerakkan itu sehingga bisa dimanfaatkan untuk dua kebutuhan yakni kebutuhan rumah tangga dan untuk keberadaan dapur bergizi gratis di seluruh Indonesia."



Subejo, Dosen Fakultas Pertanian UGM menyampaikan bahwa kondisi terkait pangan di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Indonesia pada tahun 2021 berada pada rangking ke 69 dari 113 negara untuk Global Food Security Index atau Indeks Ketahanan Pangan. Angka impor pangan Indonesia juga masi sangat besar. "Ironi besar bahwa Indonesia dengan impor pangan besar namun food loss dan food waste sangat besar," tambahnya.



Oleh karena itu Subejo melihat ada tiga peran strategis yang bisa dilakukan 'Aisyiyah dalam isu pangan. Pertama, dengan jutaan anggota di seluruh Indonesia, pasti bisa membantu dalam proses produksi pangan. Kedua, bagaimana 'Aisyiyah menjamin agar pangan yang diproduksi itu diolah dengan bergizi seimbang. Ketiga, terkait sampah makanan, 'Aisyiyah dapat meningkatkan peran dalam edukasi untuk mengurangi sampah makanan. "'Aisyiyah dengan kekuatannya di seluruh Indonesia saya yakin sangat prospektif membantu program ketahanan pangan yang tidak hanya membantu pemerintah tetapi juga membantu keluarganya sehingga dengan berbagai cara bisa mengolah makanan yang berkualitas termasuk untuk mengatasi stunting," ucapnya.



Kepala Organisasi Riset dan Pangan BRIN, Puji Lestari menyampaikan beberapa kondisi existing dan ancaman pertanian pangan ke depan seperti masih banyaknya wilayah rawan pangan, lebih dari 50% sentra produksi pangan berada di pulau Jawa, sehingga ke depan harus dicari penyanggah di luar jawa. Terkait pertumbuhan beberapa komoditas yang strategis seperti padi, kedelai mengalami pertumbuhan yang minus, produktivitas lahan semakin berkurang, proyeksi pengaruh perubahan iklim terhadap tanaman pangan, perubahan iklim, konflik geopolitik, dan gangguan pasokan menjadi penyeybab krisis pangan di dunia.



Utik Bidayati, Ketua Majelis Ekonomi dan Ketenagakerjaan PP 'Aisyiyah menyebut bahwa para ibu terbukti menjadi pahlawan dalam memenuhi kebutuhan dasar keluarga di era pandemi. "Dalam kondisi kritis, harus kita akui bahwa para ibu lebih struggle, lebih kuat dalam menjaga ketahanan pangan keluarga dalam konteks bisa menyediakan kebutuhan dasar yakni pangan."


Oleh karena itu, 'Aisyiyah disebut Utik, mendorong anggotanya untuk berkontribusi dalam upaya mewujudkan kedaulatan pangan. Pertama melalui pemberdayaan ekonomi perempuan, penguatan komunitas petani perempuan, gerakan ketahanan pangan keluarga, promosi pertanian berkelanjutan, dan pendidikan serta penyadaran gender



Ahmad Romadhoni Surya Putra, Wakil Ketua MPM PP Muhammadiyah menyebut bahwa perempuan memiliki peran penting dalam kualitas pangan keluarga. Menurutnya, pangan keluarga hampir 100% adalah terkait keputusan perempuan. Begitu juga dengan kedaulatan pangan. "Kunci kedaulatan pangan adalah perempuan, perempuan menjadi pilar ketahanan pangan keluarga, perempuan terlibat dalam produksi pangan, akses terhadap ketersediaan pangan, dan ketahanan gizi keluarga." 


Martha Ranggi Primanthi, selaku Pengajar dan Peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga menyoroti mengenai pemberdayaan perempuan di sektor pertanian. Pertanian disebut Martha memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Sektor pertanian juga menyerap tenaga kerja terbesar yakni 26.1% dengan 15% diantaranya adalah perempuan. Akan tetapi sayangnya petani perempuan seringkali cenderung memperoleh upah yang lebih rendah dan memiliki prospek kemajuan yang lebih kecil, mengalami keterbatasan akses terhadap sumberdaya penting seperti tanah, layanan kredit, serta keterbatasan untuk dapat berkomunikasi kepada pejabat desa atau penyuluh pertanian.



Dalam penelitian yang dilakukan yang ia lakukan kepada kelompok petani perempuan 'Aisyiyah menyebutkan hasil bahwa pendampingan yang dilakukan 'Aisyiyah terhadap petani perempuan terbukti bisa meningkatkan pemberdayaan para petani. (*)

×
Berita Terbaru Update