BANDA ACEH, GEMARNEWS.COM - Sejujurnya istilah "industri hospitality" saya dengar dari Dr Safrizal, Penjabat Gubernur Aceh pada awal Desember 2024 lalu. Sebelumnya, istilah ini asing bagi saya. Harap dimaklumi karena jika diterjemahkan secara litterlijk atau perkataan, maka kesannya seperti industri rumah sakit. Padahal bukan.
Setelah Pak Safrizal menjelaskan panjang lebar tentang yang beliau maksudkan dengan industri hospitality, baru saya paham dan saya sangat setuju.
Pak Taqwa, kita di Aceh ini berat bersaing dengan provinsi sebelah. Kita masih banyak kendala dan hambatan jika bersaing bidang industri manufactoring dengan mereka. Payah kita menghadirkan para investor untuk membangun berbagai macam pabrik di Aceh. Maka saya pikir, industri hospitality adalah bisnis yang tepat dikembangkan di Aceh. Dalam bidang ini kita unggul. Kata Dr Safrizal, Pj Gubernur Aceh yang mertuanya adalah guru saya.
Industri hospitality adalah usaha yang bergerak dibidang keramahan dan pelayanan. Kita memiliki adat budaya "peumulia jamee" yang bisa diexplore untuk menghadirkan berbagai industri pariwisata.
Alam Aceh yang luar biasa indahnya. Pantainya yang putih berpasir lembut di Lampuuk, Lhoknga, dan sepanjang pesisir Barat Selatan Aceh. Gunungnya menghijau dengan iklim yang sejuk dingin di Dataran Tinggi Gayo. Ditambah dengan aneka ragam minuman dan makanan Aceh yang enak dan enak sekali, serta dukungan kuat dari keterbukaan dan keramahan orang-orang Aceh. Semua ini adalah modal utama Aceh untuk industri hospitality. Apalagi situasi keamanan dan ketertiban yang benar-benar kondusif. Maka industri hospitality di Banda Aceh layak bersanding dengan daerah-daerah di Bali. Dalam hal ini kita bisa mengalahkan provinsi sebelah.
Makanya, Pak Taqwa selama saya sebagai Pj Gubernur paling sering mengadakan event-event nasional, bahkan internasional di Bansa Aceh. supaya apa ? Supaya banyak orang datang ke Aceh, membawa uang dan membelanjakan uangnya di Aceh. Hal ini penting agar ekonomi Aceh bergerak, agar bisnis perhotelan, bisnis transportasi, bisnis sovenir, bisnis kuliner dan bisnis terkait lainnya hidup bergairah di Aceh. Meunan Pak Taqwa, stressing Safrizal, yang masih penjabat tinggi di Kemendagri ini.
Saya dan beberapa teman yang hadir dalam pertemuan di Hotel Hermes Banda Aceh saat itu manggut-manggut mendengar penjelasan Pak Safrizal. Dalam hati saya, "ini orang makin kelihatan pintar dan berwawasan luas setelah menjadi Penjabat Gubernur Kalimantan Selatan dan Penjabat Gubernur Bangka Belitung. Ini layak menjadi Gubernur Aceh masa depan".
Minggu lalu saya menghadiri acara Tanwir Muhammadiyah di Kupang NTT. Acara ini dihadiri oleh Presiden Prabowo dan lebih dari setengah Menteri Kabinet Merah Putih. Dengar-dengar uang beredar dalam perhelatan Muhammadiyah itu puluhan Milyar. Walikota Kupang, warga masyarakat Kupang yang saya temui, penjual ikan bakar dan penjual sovenir di Pasar Solor senangnya bukan main dengan kehadiran kami yang berbelanja dilapak mereka. Berkali-kali mereka ucapkan terima kasih kepada Muhammadiyah sudah buat acara di kota kami. Atas dasar ini, baru saya paham pantaslah ada 6 PWM yang menyampaikan hasrat secara terbuka agar Tanwir tahun depan dibuat di provinsi mereka.
Kali ini, Jumat, Sabtu Mingggu, 13 - 15 Desember 2024, saya bersama 23 Pengurus ICMI dari Aceh hadir di Bogor untuk mengikuti Silaturahmi Kerja Nasional (Silaknas) ICMI.
Agenda Silaknas ini adalah untuk saling menyampaikan laporan kerja tahunan, baik oleh Majelis Pengurus Pusat (MPP), Badan Organisasi Otonom (Batom), maupun oleh Majelis Pengurus Wilayah (MPW).
Saya selaku Ketua MPW ICMI Aceh bersama para Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah ICMI Kabupaten/Kota berangkat ke Bogor berjumlah 23 orang. Rata-rata per provinsi mengirimkan 20-an orang. Ditambah dengan peserta Organisasi Daerah (Orda) yang datang dari berbagai daerah kabupaten kota, maka total peserta yang hadir pada acara Silaknas ICMI di Bogor ini mencapai 1500-an orang.
Dengan jumlah orang yang hadir sebanyak 1.500 yang harus membayar kontribusi wajib untuk panitia guna membiayai akomodasi sebanyak Rp. 2.500.000 juta per orang. Belum lagi ongkos penerbangan, transportasi lokal, pengeluaran masing-masing pribadi selama di Bogor. Maka, perkiraan saya, dalam tiga hari ini uang yang mengalir dari peserta ke acara seperti ini bisa mencapai milyaran.
Berangkat dari dua pengalaman di atas dalam dua minggu ini. Saya terpikir kembali, benar juga apa yang dikatakan oleh Dr Safrizal awal Desember lalu di Hotel Hermes Banda Aceh. Bahwa industri hospitality juga akan mendatangkan miliaran rupiah kepada kita. Apalagi beliau ungkapkan hal tersebut di depan 23 Kapolres dan juga di depan 23 orang Kepala Kantor Pertanahan se-Provinsi Aceh. Yang tentu saja mereka hadir ke Banda Aceh dengan membawa sopir dan bawahannya. Agenda seperti ini saja, sudah menghadirkan orang ke Banda Aceh mencapai 200-orang. Yang mungkin saja semua mereka berbelanja kebutuhannya selama mereka berada di Banda Aceh. Ini jika dirupiahkan bisa mencapai ratusan juta. Belum lagi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penyelenggara kegiatan.
Dari perhitungan menghadiri pertemuan di Banda Aceh, Kupang NTT, dan Bogor Jawa Barat selama Desember 2024 ini saya memperkirakan bisa membawa uang masuk ke daerah-daerah dimana acara itu digelar bisa mencapai belasan milyar. Wah ini lahan bisnis yang patut kita kembangkan.
Tahun lalu, saya sempat ngobrol-ngobrol dengan sopir taxi di Bangkok Thailand. Dia muslim dan berasal dari Naritya Thailand Selatan.
Saya memulai pembicaraan, "Thailand semakin maju iya, berbeda dengan beberapa tahun lalu. Apa sumber utama pendapatan Thailand". Dengan ramah dan akrab dalam bahasa Melayu, dia jawab, "pendapatan utama kami dari industri pariwisata pak. Kami tidak banyak industri manufactoring. Andalan kami hanya pariwisata saja".
Jawaban senada pernah saya dengar dari seorang pemandu turis di Vollendam dan Kukenhauf pada awal April 2018 lalu di Belanda. Negara kecil yang sangat bersih dan tertib ini juga mengandalkan industri pariwisata sebagai sumber utama pemasukan negara mereka.
Belanda adalah negara kecil, yang dengan pelayanan kereta api cepatnya yang bagus dan nyaman, kita bisa keliling negara ini dalam waktu satu hari. Benar-benar hospitality.
Catatan ini secara naratif membuktikan bahwa industri hospitality dalam bisnis pariwisata benar-benar dapat memberikan pendapatan yang nyata bagi warga setempat. Karenanya, saya sarankan agar usaha-usaha dibidang pariwisata di Aceh, utamanya di Banda Aceh, Aceh Besar, Sabang dan Aceh Tengah terus dikembagkan dan ditingkatkan mutu pelayanannya.
Semoga dengan diangkatnya Almuniza Kadis Pariwisata Provinsi Aceh sebagai Pj Walikota Banda Aceh, maka industri hospitality yang mengandalkan pada keramahan dan pelayanan yang baik dalam bisnis pariwisata semakin berkembang di Banda Aceh. Semoga. Insya Allah. (red)