Notification

×

Iklan ok

Menemukan Bahagia dalam Kesederhanaan, Hikmah Ikigai dari Negeri Matahari Terbit

Senin, 24 Februari 2025 | 11.09 WIB Last Updated 2025-02-24T04:09:36Z


Menemukan Bahagia dalam Kesederhanaan: Hikmah Ikigai dari  Negeri Matahari Terbit 🇯🇵
------------------------------------
Oleh: Dr. Febyolla Presilawati, SE, MM.
Dosen Tetap Magister Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Aceh
Email: febyolla.presilawati@unmuha.ac.id


        Dalam riuh rendah dunia yang tak pernah henti melaju, kita sering terperangkap dalam ilusi pencapaian. Seolah-olah kebahagiaan adalah permata yang hanya bisa digenggam ketika segala ambisi telah terpenuhi. Kita menanti hari di mana segala asa mewujud nyata, baru berani berkata, "Kini aku cukup, kini aku bahagia." Namun, benarkah kehidupan harus menanti kesempurnaan untuk bisa dirayakan?


Bahagia, Sebuah Lukisan yang Kita Ciptakan Sendiri

       Daniel Kahneman, peraih Nobel di bidang psikologi, berbisik kepada kita bahwa bahagia bukanlah seberapa banyak yang kita miliki, melainkan seberapa dalam kita merasakan setiap detik kehidupan. Dunia yang gemar membandingkan membuat kita alpa bahwa sejatinya kebahagiaan hadir dalam tatapan hangat, senyum tulus, atau angin pagi yang membelai lembut wajah kita.


        Martin Seligman dalam Authentic Happiness mengingatkan bahwa kebahagiaan bukan sekadar kenikmatan sesaat, tetapi tentang keterlibatan dan makna. Kita adalah pelukis di atas kanvas kehidupan—membentuk warna-warni kebahagiaan dengan cara kita sendiri. Saat kita mencintai apa yang ada di hadapan, kita telah menjahit benang-benang kebahagiaan dalam setiap hela nafas.
         Stephen Covey dalam The 7 Habits of Highly Effective People mengajarkan bahwa kebahagiaan bukan tentang seberapa besar yang kita genggam, melainkan bagaimana kita memandang dunia. Jika kita menanti hingga dunia sujud di kaki kita, kita akan kelelahan dalam pencarian tak berujung. Namun, bila kita menatap dunia dengan mata penuh syukur, cahaya akan menyertai setiap langkah kita.

Clarissa dan Perjalanan Menuju Cahaya

      Clarissa pernah menjadi seorang pengembara ambisi. Ia menghabiskan hidupnya mengejar gelar, jabatan, dan angka dalam rekeningnya. Ia berpikir kebahagiaan adalah hadiah di puncak segala pencapaian. Namun, ketika ia tiba di sana, yang ia temukan hanyalah kelelahan yang menyelimuti sunyi.


        Di tengah kesunyian, ia bertemu dengan The Happiness Advantage karya Shawn Achor. Dalam lembar demi lembar, ia belajar bahwa kebahagiaan tidak perlu ditunggu, melainkan bisa diciptakan. Ia mulai menulis jurnal syukur, menghargai aroma kopi di pagi hari, mendengar gelak tawa anak-anak di taman, dan menemukan ketenangan dalam percakapan dengan sahabat. Sejak itu, kebahagiaannya tak lagi bergantung pada keberhasilan besar, melainkan pada kepingan-kepingan kecil kehidupan yang selama ini terlewatkan.



Kunci Menikmati Hidup yang Telah Ada
1. Mensyukuri yang Dimiliki
Robert Emmons dan Michael McCullough mengungkapkan bahwa rasa syukur adalah gerbang menuju ketenangan hati. Saat kita belajar mensyukuri hal-hal kecil—hembusan angin, kehangatan mentari, atau genggaman tangan seseorang yang kita cintai—hidup terasa lebih bermakna.
2. Hidup dengan Kesadaran Penuh
Jon Kabat-Zinn mengajarkan bahwa mindfulness adalah seni meresapi setiap detik. Kebahagiaan tak perlu ditunda. Cukup hadir sepenuhnya dalam momen yang ada—merasakan butiran hujan di jendela, menghayati setiap suapan makanan, dan menikmati keberadaan mereka yang kita cintai.
3. Menyederhanakan Beban Hidup
Joshua Fields Millburn dan Ryan Nicodemus mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukanlah tentang memiliki lebih banyak, tetapi tentang membutuhkan lebih sedikit. Dengan menyederhanakan ambisi, kita memberi ruang lebih luas bagi cinta, kebersyukuran, dan ketenangan.
4. Menemukan Makna dalam Setiap Langkah
Edward Deci dan Richard Ryan menyatakan bahwa manusia butuh tujuan untuk merasa hidup. Setiap tugas yang dilakukan dengan kesadaran, setiap interaksi yang dijalani dengan ketulusan, adalah kunci menuju kebahagiaan sejati.
5. Menerima Ketidaksempurnaan dengan Lapang
Brené Brown dalam The Gifts of Imperfection mengingatkan bahwa ketidaksempurnaan adalah bagian dari keindahan hidup. Di celah-celah retakan perjalanan, cahaya sejati bisa masuk dan menerangi hati kita.

Ikigai: Seni Menemukan Keseimbangan Hidup

      Di negara Jepang yang dijuluki Negeri Matahari Terbit, ada filosofi yang bernama Ikigai—sebuah konsep yang mengajarkan bahwa kebahagiaan bukanlah soal memiliki segalanya, tetapi menemukan tujuan yang memberi makna dalam hidup. Ikigai adalah titik temu antara apa yang kita cintai, apa yang kita kuasai, apa yang dibutuhkan dunia, dan apa yang bisa memberi penghidupan.


      Orang-orang Okinawa, yang memiliki umur panjang tertinggi di dunia, tak menjalani hidup dengan tergesa. Mereka menemukan kebahagiaan dalam keseharian—bercengkerama dengan tetangga, merawat kebun, menyajikan teh dengan penuh perhatian, dan bekerja dengan cinta. Mereka tak menanti kekayaan untuk berbahagia, tetapi menjalani hari-hari dengan kesadaran penuh.


Menurut Hector Garcia dan Francesc Miralles dalam buku Ikigai: The Japanese Secret to a Long and Happy Life, ada empat langkah untuk menemukan Ikigai:
1. Temukan Apa yang Membuatmu Bersemangat – Hidup lebih bermakna saat kita mengerjakan sesuatu yang kita cintai.
2. Asah Keahlianmu – Keahlian yang terus diasah memberi rasa percaya diri dan kepuasan batin.
3. Lihat Apa yang Bisa Kamu Berikan pada Dunia – Kebahagiaan sejati muncul saat kita bisa memberi manfaat bagi sesama.
4. Jadikan Itu Berkelanjutan – Ketika passion menjadi sumber kehidupan, kita akan merasa lebih lengkap
Ikigai mengajarkan bahwa kebahagiaan bukanlah destinasi jauh di depan, melainkan sebuah perjalanan yang kita jalani dengan sepenuh hati.



Mari Menyambut Kebahagiaan yang Sudah Ada
Sering kali kita berpikir, "Hidupku akan lebih baik nanti—saat aku lebih kaya, lebih sukses, lebih sempurna." Namun, kebahagiaan bukanlah janji masa depan yang belum tentu datang. Kebahagiaan adalah sesuatu yang bisa kita sentuh, detik ini juga. (*)



Note
Ini adalah kado Anniversary ke 28 untuk suami tercinta , Dr.Mohammad Raviq.,DpSA.,MBA.,DEA. ❤️💍

Referensi :
1. Achor, S. (2010). The Happiness Advantage: The Seven Principles of Positive Psychology That Fuel Success and Performance at Work. Crown Business.
2. Brown, B. (2010). The Gifts of Imperfection: Let Go of Who You Think You're Supposed to Be and Embrace Who You Are. Hazelden Publishing.
3. Covey, S. R. (1989). The 7 Habits of Highly Effective People: Powerful Lessons in Personal Change. Free Press.

Gemar Sport

Artikel Pilihan

×
Berita Terbaru Update