GEMARNEWS.COM, SAWAHLUNTO - Dalam rangka Konsultasi tentang Kerja-kerja Advokasi dalam Keterlibatan Keagamaan dan Lintas Iman untuk memitigasi dan Mengelola Risiko Lingkungan, Eco Bhinneka Muhammadiyah bersama GreenFaith dan Oxford Policy Management Limited (OPML), bekerjasama dengan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Sawahlunto menggelar forum diskusi yang melibatkan berbagai pihak, dihadiri 41 orang yang berasal dari tokoh agama, tokoh adat, kelompok perempuan, kelompok berkebutuhan Istimewa dan pemangku kepentingan lainnya.
Pertemuan ini bertujuan untuk menggali lebih dalam bagaimana masyarakat berkolaborasi dengan lintas sektor, dapat bersama-sama mengelola risiko lingkungan, serta memitigasi dampak kerusakan yang dapat merugikan generasi mendatang. Ahad (23/02/2025)
Kota Sawahlunto yang mempunyai tagline Wisata Tambang yang Berbudaya adalah salah satu kota yang berada di Provinsi Sumatera Barat. Pada masa Pemerintah Hindia Belanda, Kota Sawalunto dikenal sebagai kota tambang batu bara. Kota ini sempat mati, setelah penambangan batu bara dihentikan.
Saat ini Kota Sawahlunto berkembang menjadi kota wisata tua yang multi etnik, sehingga menjadi salah satu kota tua terbaik di Indonesia. Di kota yang didirikan pada tahun 1888 ini, banyak berdiri bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. Sebagian telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah setempat dalam rangka mendorong pariwisata dan telah menjadi Heritage UNESCO pada 2019.
Kegiatan ini menjadi penting dan menarik bagi komunitas Lembaga-lembaga agama dan Masyarakat adat karena lingkungan yng berkelanjutan merupakan cita-cita bersama. Namun sayang banyak kejadian dampak perubahan iklim.
"Di Sawahlunto, bencana longsor dan banjir beberapa kali terjadi, dan kami tidak ingin hal ini berulang, apalagi mengakibatkan korban jiwa. Muhammadiyah bertekad aktif dalam mengelola lingkungan demi memastikan ketersediaan sumberdaya alam yang baik dan kehidupan yang sehat bagi masyarakat," ungkap Asrul, selaku Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Melalui diskusi ini, Asrul berharap, dapat terhimpun informasi yang berharga mengenai cara menjaga dan melestarikan lingkungan di Sawahlunto.
Hening Parlan, Advisor Eco Bhinneka Muhammadiyah yang juga aktivis Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah dan Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, menjelaskan bahwa saat ini, Kementerian PPN/Bappenas, bersama dengan The Foreign, Commonwealth, and Development Office of the UK Government (FCDO), sedang melaksanakan kerja sama untuk pelaksanaan program Pembangunan Rendah Karbon Indonesia (Low Carbon Development Initiative/ LCDI) Fase 2.
Sebagai bagian dari program LCDI dan dalam rangka meningkatkan kolaborasi antara organisasi keagamaan dan lintas agama dalam aksi iklim, Oxford Policy Management Limited (OPML) dengan Eco Bhinneka Muhammadiyah mengadakan kegiatan forum diskusi yang bertajuk “Konsultasi tentang Kerja-kerja Advokasi dalam Keterlibatan Keagamaan dan Lintas Iman untuk Memitigasi dan Mengelola Risiko Lingkungan” ini.
“Pada forum ini, kita akan mendengarkan pandangan lintas agama, kelompok adat, perempuan, dan penyandang disabilitas terkait pembangunan lingkungan.
Rangkuman dari kegiatan ini akan disampaikan kepada pemerintah, dengan tujuan untuk memberikan rekomendasi terkait pembangunan lingkungan yang inklusif dan berkelanjutan," ucap Hening.
Irzam selaku Asisten I Pemerintahan Kota Sawahlunto, hadir mewakili Walikota Sawahlunto menyampaikan apresiasi atas dipilihnya Sawahlunto sebagai lokasi kegiatan ini.
"Sejak diakui sebagai Kota Warisan Dunia oleh UNESCO, Sawahlunto tidak hanya milik masyarakat Sumatera Barat, tetapi juga dunia internasional. Kami berharap kegiatan seperti ini dapat terus berlangsung, dan kita semua dapat berkolaborasi menjaga komunikasi lintas agama dan mitra untuk memastikan bahwa Warisan Dunia ini memberi manfaat bagi masyarakat," kata Irzam.
Dalam kesempatan ini, Ketua FKUB Kota Sawahlunto, Adi Muaris, mengingatkan pentingnya menjaga lingkungan sebagai bagian dari tanggung jawab agama.
"Pemanasan global dan kerusakan lingkungan disebabkan oleh gangguan ekosistem. Kami berharap lahan bekas tambang dapat dikelola kembali sehingga menjadi hijau dan memberikan manfaat bagi masyarakat," ujarnya.
Kepala Bidang Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, Pertanahah dan Lingkungan Hidup, Heanthomas, menekankan pentingnya pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. "Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Sawahlunto mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
Kami berharap masyarakat dapat lebih peduli terhadap pengelolaan air dan sampah, serta mendukung upaya pembangunan rendah karbon di kota ini," kata Thomas.
Pembangunan rendah karbon, terang Thomas, adalah pembangunan yang berkelanjutan, di mana tidak bertumpu pada ekonomi semata namun juga merupaya mencegah dampak negatif terhadap lingkungan.
Di Sawahlunto, lanjutnya, implementasi pembangunan rendah karbon diwujudkan dalam beragam kegiatan di antaranya program kampung iklim, bank sampah, dan revegetasi pada lahan bekas tambang.
Lebih lanjut, Tokoh Adat Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kota Sawahlunto, Dahler Datuak Panghulu Sati, mengingatkan bahwa Sawahlunto, yang dilalui oleh tiga sungai besar, memiliki potensi risiko bencana. "Secara adat, pengelolaan lingkungan di Minangkabau sudah sangat teratur. Setiap nagari menjaga wilayahnya, hutan, dan ternaknya.
Mari bersama-sama kita rawat kearifan kita, bangun lingkungan yang lebih hijau, sehat, supaya kita tetap bisa bertahan di dalam hidup ini dengan kondisi yang menggembirakan,” ajak Dahler. (red)