Gemarnews.com, Banda Aceh – Sebuah skandal besar mengguncang Pemerintah Aceh! Dana pendidikan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat kurang mampu justru diduga kuat dinikmati oleh istri-istri pejabat yang sudah memiliki kehidupan mapan.
Di kutip dari hasil Investigasi Media Suara Mabes.com Provinsi Aceh, selasa (04-02-2024) media ini menemukan bahwa program beasiswa tahun anggaran 2021-2023 sarat dengan indikasi nepotisme, penyalahgunaan wewenang, dan pengkhianatan terhadap prinsip keadilan sosial.
Berdasarkan data yang diperoleh Media Suara Mabes.com, tiga sosok yang menjadi sorotan dalam skandal ini adalah:
1. Alfiana, istri dari Munawar, ST., M.Si. (Kepala Bidang Pembinaan dan Pengembangan Pegawai Badan Kepegawaian Aceh).
2. Masrida Dewi, istri dari dr. Hanif (mantan Kadis Kesehatan Aceh, kini menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit Jiwa Aceh).
3. Henny Hastuty, istri dari Afril Herri Purwansyah, SKM., M.Kes. (dulu Kasie Primer Kesehatan Aceh Eselon IV, kini menjabat sebagai KTU RSUZA eselon III).
Ketiga wanita tersebut diduga kuat menerima dana pendidikan S2 di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) tanpa adanya kebutuhan yang jelas dalam struktur pemerintahan. Skandal ini semakin memicu amarah publik karena program beasiswa yang seharusnya bersifat transparan dan adil kini justru dijadikan ladang kepentingan pribadi oleh pejabat yang berkuasa.
Dalih Pemerintah Aceh Yang Penuh Kejanggalan
Menanggapi tuduhan ini, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh, Syaridin, S.Pd., M.Pd. yang juga merupakan Pj. Walikota Langsa, melalui Dra. Henny Sri Wahyuningsih, M.Si. yang menjabat Plh. Kepala BSDM Aceh buru-buru memberikan klarifikasi kepada media suara mabes.com dengan menyatakan bahwa dana yang diterima ketiga nama tersebut bukanlah beasiswa, melainkan bantuan biaya pendidikan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ia berdalih bahwa dasar hukum pemberian dana ini bukan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 28 Tahun 2019 tentang Beasiswa Pemerintah Aceh, melainkan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pemberian Tugas Belajar dan Izin Belajar bagi PNS.
Namun, klarifikasi tersebut justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan dari publik. Beberapa hal yang masih menggantung dan perlu dijawab oleh pemerintah adalah:
1. Siapa yang bertanggung jawab atas seleksi penerima bantuan biaya pendidikan ini ? Jika dana tersebut benar diberikan secara sah, mengapa transparansi seleksi tidak pernah diumumkan ke publik ?
2. Apakah ada konflik kepentingan dalam keputusan ini ? Mengapa istri pejabat yang justru mendapatkan dana pendidikan, sementara masih banyak masyarakat Aceh yang berhak tetapi tidak memperoleh bantuan ?
3. Bagaimana mekanisme penentuan kebutuhan instansi ? Jika pendidikan S2 mereka benar-benar relevan dengan kebutuhan pemerintahan, di mana bukti tertulis dan kajian yang mendukung keputusan tersebut ?
Hanafiah selaku anggota biro hukum ormas Pemuda Panca Marga (PPM)saat di jumpai media ini menjelaskan terkait konsekuensi Serius Jika dugaan Ini Terbukti
Bahwa patut diduga, unsur penyalahgunaan wewenang dan nepotisme dalam penyaluran dana ini sudah dapat dideteksi, maka para pihak yang terlibat harus siap menghadapi konsekuensi serius.
" Kasus ini harus menjadi pelajaran bagi Pemerintah Aceh untuk segera melakukan reformasi dalam sistem pemberian beasiswa dan bantuan pendidikan,tidak boleh ada lagi celah bagi pejabat untuk menyalahgunakan wewenang dan mengorbankan hak masyarakat demi kepentingan keluarga mereka sendiri ".ujarnya.
Lanjutnya lagi," Wartawan harus terus mengawal kasus ini dan memastikan bahwa publik mendapatkan jawaban yang adil. Rakyat Aceh berhak atas kejelasan, transparansi, dan keadilan dalam pengelolaan dana Pendidikan ".ucapnya.